Management

Banyumas TV, Tetap Eksis Di Tengah Gempuran TV Nasional

Banyumas TV, Tetap Eksis Di Tengah Gempuran TV Nasional

Bagi warga masyarakat di karisidenan Banyumas seperti di Purwokerto, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen dan Banjarnegara, tentu tak asing dengan stasiun TV swasta ini, Banyumas TV. Tak lain, Banyumas TV merupakan TV lokal pertama di Jawa tengah, sudah berdiri sejak tahun 2003. Cukup menarik, ketika banyak TV lokal di berbagai kota di Indonesia banyak yang tutup karena tak kuat bersaing dengan TV-TV nasional, TV Banyumas masih bisa eksis.

“Kita ini benar-benar mandiri. Banyumas TV ini televisi swasta murni, tidak ada bantuan modal dari manapun. Pemda hanya merupakan salah satu mitra pengiklan kita,” ungkap Firdaus Vidhyawan, direktur PT Banyumas Citra Televisi (Banyumas TV). Tentu saja bukan pekerjaan mudah untuk bisa bertahan bagi pemain TV lokal di saat serangan TV nasional sedemikian gencar dalam beberapa tahun terakhir.

Firdaus dan timnya punya cara tersendiri untuk bisa survive. “Dari sisi program acara, ada yang kita produksi sendiri secara inhouse, ada juga yang kerja sama dengan TV edukasi. Semua acara kita konten lokal. Yang paling banyak siaran lagu-lagu daerah, dangdut dan wayang,” tuturnya. Di Banyumas TV, Firdaus merinci, ada program berita daerah Masbarlingcakeb (Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara) yang berisi berita asli daerah. Ada juga acara Lawak Banyumasan dan Pagelaran wayang semalam suntuk.

“Siaran live biasanya untuk acara interaktif seperti acara pengobatan alternatif, atau ada juga talkshow politik dan hukum, tapi tetap seputar wilayah kita, bukan nasional. Murni konten lokal semua,” tunjuk Firdaus. Jam siar Banyumas TV mulai dari jam 06.00 sampai 23.00. Sejauh ini, yang paling tinggi ratingnya, acara wayang dan berita. “Siaran wayang pada malam Minggu dari jam 22.00 sampai pagi,” tutur Firdaus seraya menyebut jumlah karyawan tetapnya 30 orang.

Dari sisi iklan dan komersial, Banyumas TV seringmemperoleh iklan kerjasama dengan Pemda dan KPU seperti iklan Pilkada, juga iklan pengobatan-pengobatan alternatif dan beberapa spot iklan lain dari berbagai produk asli dari daerah. “Sumber pendapatan kita dari iklan dan event. Perbandingannya 50:50,” lanjut Firdaus.

Untuk event, Banyumas TV cukup sering bekerjasama dengan perusahaan obat. Misalnya dengan menyelenggarakan lomba mewarnai, jalan sehat, dan sepeda sehat. “Agar survive, kita memang juga memposisikan sebagai Tv organizer,” Firdaus menjelaskan. Bahkan kedepan pihaknya memang ingin memposisikan Banyumas TV sebagai TV organizer.

“Ini strategi kita untuk bertahan menghadapi perkembangan teknologi informasi, terutama media sosial. Jadi kita mengadakan acara sambil direkam”. Di satu sisi, Banyumas TV tidak berniat membeli program sinetron yang dinilai sudah menjadi kekuatan TV nasional. “Kita tidak mau bertempur disitu. Kami bermainnya di konten lokal,” sambungnya.

Terkait penetrasi media sosial yang semakin gencar, menurut Firdaus, hal tersebut memang berpengaruh terhadap TV nasional namun tidak terlalu terasa bagi TV lokal. Toh demikian pihaknya sudah menyiapkan langkah untuk masuk ke media sosial, antara lain dengan membuat program siaran streaming di Banyumastv.com. Diam-diam siaran streaming tersebut sudah banyak ditonton warga masyarakat Banyumas yang tinggal di luar negeri dan para TKI.

Banyumas TV sendiri belum berminat bergabung dengan TV berjaringan. “Memang sudah banyak yang menawarkan ke kita. Kita nggak mau. Kalau sudah menjadi tv berjaringan pasti nanti ada siaran wajib, jadi kita diatur-atur. Khawatirnya konten lokalnya justru kalah. Sementara saya tetap ingin mempertahankan konten lokal karena memang dari awal tujuan saya membuat tv untuk masyarakat lokal,” Firdaus beralasan.

Firdaus tak mengelak, banyak tantangan dalam mengelola bisnis TV lokal. Misalnya dari segi pajak. “Kita ini pajaknya ini disamakan dengan TV nasional. Tentu hal ini sangat memukul TV lokal. Hitung-hitungan pajak frekuensinya sama dengan TV nasional. Jadi kita sudah kena PPN, lalu masih ada pajak frekuensi, ini berat bagi kita,” Firdaus berterus terang.

Kendala lain, soal ijin frekuensi yang sekarang cenderung dibuka lebar sehingga sering bertabrakan. “Dulu di Purwokerto ini hanya ada 7 channel, sekarang ada puluhan karena dibuka bebas sehingga antar televisi saling berintervensi frekuensinya. Kebijakan ini aneh menurut saya. Jadi gambarnya numpuk tidak jelas,” Firdaus menunjukkan.

Yosa Maulana/Sudarmadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved