Management Strategy

Batasi Rokok, Masyarakat Dukung Rencana Kenaikan Cukai

Oleh Admin
Batasi Rokok, Masyarakat Dukung Rencana Kenaikan Cukai

Pendapatan Negara 2016, mendapat respon positif dari gabungan organisasi massa, akademisi, serta mahasiswa. Dalam rilis tertulisnya yang diterima Tempo hari ini, Senin, 14 September, mereka beranggapan ini solusi yang saling menguntungkan antara pemerintah dan masyarakat terkait penanggulangan masalah tembakau di tengah perekonomian yang sedang merosot.

Pabrik Rokok (Industri Rokok Daerah)

Pabrik Rokok (Industri Rokok Daerah)Menurut Widyastuti Soeroyo, Peneliti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI), saat ini terjadi pergeseran minat masyarakat dari rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) ke SKM (Sigaret Kretek Mesin). Selama 2013 terjadi ekspansi dan mekanisasi besar-besaran industri rokok. “Pada 2013 saja industri rokok besar melakukan ekspansi dan mekanisasi besar-besaran yang berimbas pada 17.288 PHK buruh rokok,” katanya dalam laporan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 14 September 2015.

Berdasarkan data dari BPS dan Kementerian Keuangan menunjukkan, ada peningkatan produksi rokok sebesar 47% dari 235.5 miliar batang (2005) menjadi 346 miliar batang (2013), namun tren jumlah pekerja industri ini justru sebaliknya.

Menurut Wakil Direktur Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan Kebijakan cukai rokok selama ini sudah pro industri rokok kretek dan kecil dengan melakukan tugasnya untuk perlindungan tenaga kerja melalui penyesuaian tarif.

“Kenaikan cukai rokok dapat menjadi alternatif bagi pemerintah untuk mendanai sektor strategis lain seperti pembangunan, perbaikan performa BPJS, bahkan untuk bantuan memperbaiki kesejahteraan bagi petani dan buruh rokok itu sendiri,” kata Hasbullah Thabrany, Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI.

Namun koalisi masyarakat yang terdiri dari PKEKK UI (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia), IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), LD UI (Lembaga Demografi Universitas Indonesia) dan 19 perhimpunan lainnya menyatakan, itu kekhawatiran yang tak mendasar.

Menurut koalisi, Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan harga rokok termurah di dunia. Kondisi ini mengkhawatirkan karena zat adiktif yang terdapat dalam rokok, membuat perokok tidak akan berhenti membeli dengan perubahan harga yang kecil.

Cukai rokok merupakan instrumen pemerintah yang digunakkan untuk mengendalikan penggunaan produk yang berbahaya bagi pengguna dan lingkungannya. Apalagi, menurut koalisi, dampak biaya kesehatan yang ditanggung negara tidak sebanding, dengan penerimaan pemerintah dari cukai rokok. Pembayar cukai bukan industri, tapi penggunanya sendiri yang banyak di antaranya warga miskin.

Sebelumnya niat pemerintah untuk menaikkan cukai rokok, ditentang oleh berbagai asosiasi produsen rokok. Alasannya hal tersebut bisa memicu aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok sebesar 7 persen tahun depan. Jika ini dilakukan, pengusaha rokok terancam gulung tikar sehingga pemecatan karyawan menjadi tidak terhindari. “Unit produksi pasti turun. Penurunan pabrik yang beroperasi saja sudah kelihatan,” ujar Hasan Aony Aziz di Jakarta pekan lalu.

Rencana kenaikan cukai tertuang dalam rencana pemerintah yang menargetkan penerimaan cukai hasil tembakau tahun depan sebesar Rp 148,9 triliun. Angka ini setara 95,72 persen dari target penerimaan cukai 2015 dalam APBN 2015 sebesar Rp 120 triliun.

Dalam catatan asosiasi, jumlah pabrik rokok yang beroperasi anjlok dari 4900 pada 2009 menjadi 600 pada 2014. Pun, dari angka itu, terdapat 500 pabrik yang terancam bernasib serupa jika cukai baru berlaku. Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved