Management Trends

Begini Cara Blue Bird Hadapi Perubahan Bisnis

Begini Cara Blue Bird Hadapi Perubahan Bisnis

“Kalau kamu sampai di Bandara Soekarno Hatta, pilih taksi berwarna biru berlogo burung”. Demikian saran seorang warga asing kepada temannya yang akan berkunjung ke Indonesia. Arahan ini terasa kuat lebih dari 10 tahun lalu ketika taksi online belum marak. Kondisi berubah cepat begitu masuk Uber, lalu Go-Jek mulai ramai mengubah perilaku pengguna kendaraan umum sekitar 2010. Era disruptif mulai dirasakan perusahaan yang didirikan oleh Mutiara Djokosoetono pada 1972 ini.

Mau tidak mau, transformasi bisnis harus dilakukan Blue Bird jika tidak ingin terlibas perubahan. Transformasi dilakukan Blue Bird secara total. Salah satunya dengan memasukan darah segar di luar keluarga dalam jajaran direksi grup bisnis keluarga ini. “Masuknya orang baru hanya memasukan tenaga baru, tapi Blue Bird mau kini didukung oleh orang-orang dari industri berbeda,” ujar Amelia Nasution, Direktur Pemasaran PT Blue Bird Tbk.

Amelia salah satu darah segar itu. Wanita yang baru dua bulan menjabat sebagai Direktur Pemasaran ini, sebelumnya pernah berkarir di industri FMCG (fast moving consumer goods) seperti Coca Cola Indonesia, Garuda Indonesia dan Sampoerna. Ia memandang ada mindset yang berubah terutama dalam hal menerima dan terbuka pada perubahan yang terjadi.

Meski terus melakukan perubahan Blue Bird juga tetap menjaga nilai-nilai yang ditanamkan pendiri sejak awal perusahaan ini dibangun. Nilai-nilai itu adalah Blue Bird yang mengutamakan konsumen, pelayanan, dan integritas. Kesungguhan Blue Bird melakukan perubahan di internalnya juga ditunjukan dengan mengadaptasi hal-hal baru. Diungkapkan Amelia, dia bersyukur bergabung ditengah perubahan di dalam perusahaan ini, sehingga dia merasakan sekali yang terjadi di dalam. “Walau semua perubahan itu dilakukan, mereka tetap menjaga DNA atau nilai-nilai itu, ini yang saya kagumi di Blue Bird,” imbuhnya saat ditemui di Bakerzin Plaza Senayan (30/05/2017) selepas acara Pengumuman Pemenang program ‘Road to Cardiff’ bersama Mastercard Indonesia.

Menurutnya, integritas dan mengutamakan pelayanan konsumen merupakan DNA yang harus selalu dijaga dan tidak bisa diganggu gugat, apapun perubahan lingkungan bisnis yang terjadi. “Driver Blue Bird dikenal jujur, mengembalikan barang pelanggan yang tertinggal, ini tetap dijaga,” katanya. Dan nilai-nilai ini terus diingatkan di era perubahan ini baik itu pada driver baru mau pun yang lama.

Perubahan bukan saja untuk pelayanan ke pelanggan, juga di dalam perusahaan. Untuk pelayanan ke pelanggan, Amelia menegaskan kemudahan akses mendapatkan pelayanan Blue Bird menjadi kuncinya. Salah satu strategi Blue Bird untuk memberikan layanan terbaik terhadap pelanggan adalah dengan memiliki multi-channel access, seperti melalui pangkalan-pangkalan di mal atau hotel, stop di jalan, call centre, dan aplikasi My Blue Bird.

Aplikasi My Blue Bird yang dikembangkan oleh internal perusahaan pun telah dilakukan berbagai penyesuaian agar pelanggan mudah dan interaktif dalam menggunakannya. Menjawab kebutuhan pelanggan juga My Blue Bird menyediakan cara bayar bukan hanya tunai, tapi juga bisa menggunakan kartu kredit.

Sebagai upaya meningkatkan transaksi non tunai melalui aplikasi sendiri ini, diadakan program “Road to Cardiff 2017”. Setelah pengundian 24 Maret lalu, Mastercard dan Blue Bird mengirimkan lima pelanggan mereka untuk menyaksikan pertandingan final Liga Champions antara Real Madrid dan Juventus di National Stadium of Wales, Cardiff pada Sabtu mendatang (03/06/2017).

Taksi Blue Bird juga bisa diorder melalui aplikasi My Blue Bird dan Go-Jek. Menggandeng Go-Jek sejak awal tahun ini juga merupakan upaya menghadapi perubahan ini, juga mengakomodasi kebutuhan pelanggan melalui multi-channel access itu.

Awalnya pelanggan Go-Jek hanya bisa mendapatkan taksi Blue Bird dari menu Go-Car. Kini di aplikasi Go-Jek juga ada menu Go-Blue Bird juga. Jadi pelanggan yang memesan menggunakan layanan Go-Car dan mendapatkan taksi Blue Bird, tarifnya akan sama dengan Go-Car, tapi pelanggan hanya bisa mendapat layanan point to point seperti layaknya Go-Car (tidak bisa mampir tempat lain). Sedangkan jika pelanggan memesan di aplikasi Go-Jek meggunakan fitur Go-Blue Bird, tarifnya akan sama dengan Blue Bird dan dia bisa merasakan layanan sama seperti menggunakan taksi Blue Bird umumnya, pelanggan bisa mampir atau melewati rute lain.

Partnership dengan Go-Jek ini ditegaskan Amelia merupakan upaya Blue Bird agar layanannya bisa diakses juga melalui berbagai channel. “Walau demikian manajemen terus mengingatkan, untuk terus meningkatkan pelayanan, perubahan apapun yang terjadi saat ini,” tuturnya. Blue Bird dikenal sebagai taxi yang memiliki reputasi baik: aman, nyaman, dan pelayanan terbaik. Ini yang terus dijaga, karena diyakini, pelayanan terbaiklah yang akan sampai di hati konsumen.

Menurut Amelia, saat ini banyak pengemudi yang keluar, bahkan beralih menjadi pengemudi taxi online, kembali menjadi pengemudi taxi Blue Bird. “Kami menerima dengan terbuka mereka kembali,” katanya tanpa mau menyebut berapa jumlah pengemudi yang kembali. Dikatakannya, ternyata para pengemudi itu setelah keluar menyadari kenyataannya, tidak seberkilau yang mereka bayangkan. Meski sudah keluar, pihaknya tetap menerima mereka untuk menjadi supir Blue Bird.

“Perlu diingat Blue Bird tidak pernah meninggalkan driver-nya di kala sulit. Ingat masa krisis ekonomi 1998 tidak ada pengurangan atau PHK atau pengurangan benefit. Ada pengertian, para driver dalam kondisi disruptif saat ini pun demikian, manajemen menganggap driver seperti keluarga,” paparnya. Blue Bird sampai saat ini masih memberikan 4.000 beasiswa pada anak-anak pengemudi taksinya. Istri-istri pengemudi diberi pelatihan menjahit dan tata boga dengan tujuan agar mereka bisa meningkatkan ketrampilan mereka yang mungkin kelak hal itu mendukung suami menambah nafkah.

Saat ultah Blue Bird ke-45 tahun pada 1 Mei yang dirayakan di Balairung UI, perusahaan memberikan penghargaan pada pengemudi setia yang sudah mengabdi belasan dan puluhan tahun di Blue Bird. Mereka mendapatkan penghargaan berupa uang dan emas. Para pengemudi juga mendapat kesempatan naik haji atau umroh.

Perubahan kondisi bisnis yang dirasakan Blue Bird memaksa perusahaan taksi terbesar di Indonesia ini melakukan penyesuaian skema setoran dan pola operasi taksi. Mobil taksi yang semula harus kembali pada jam tertentu dan akan dikenakan denda jika melewati batas waktu tersebut, hal ini tidak lagi diberlakukan. “Kami melakukan adjusting, ada saat kami terbentur, tapi bersyukur saat ini setoran sopir malah naik, mereka membawa uang bahkan lebih banyak dari sebelumnya,” ungkapnya.

Sayang Amelia belum berkenan menyebut kinerja Blue Bird pada semester satu tahun ini. Perusahaan taksi yang sudah go public pada 2014 ini menurutnya baru akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 9 Juni nanti. “Hanya saja saya bisa sampaikan bisnis kami masih profit, bisnis kami masih sehat sekali dan cukup kuat dibanding pemain taxi lain. Walau begitu kami juga harus terus mentransformasi dan to improve bisnis ke depan,” paparnya sambil menyebut saat ini ada 45 ribu pengemudi Blue Bird.

Dalam transformasi ini karena bisnis Blue Bird bukan saja mengelola taksi, ada juga bis Big Bird, perusahaan mendorong peningkatan utilisasi bus. Salah satunya dengan mendukung Kemenhub melalui program Jabodetabek Airport Connexion bersama perusahaan angkutan lain seperti Perum DAMRI, PPD dan Sinar Jaya Megah Langgeng. Bis Big Bird melayani 8 titik menuju airport dengan biaya yang ditarik per penumpang Rp 50 ribu. “Salah satu titik ada di Grand Indonesia, pokoknya kami ada di mal dan hotel menuju bandara selain titik-titik lain di sekitar Jakarta,” ungkapnya.

Upaya meningkatkan utilisasi Big Bird, juga dilakukan dengan meluncurkan program Big Bird Jalan-Jalan. Big Bird digunakan lebih banyak untuk melayani antar jempur sekolah-sekolah internasional. Yang hanya digunakan pada hari kerja, jadi pada akhir pekan bis ini tidak beroperasi. “Big Bird Jalan-Jalan ini pelanggan bisa pesan ke call center Blue Bird untuk destinasi seperti Bandung, Cirebon, Yogja bahkan ke tempat wisata seperti Jungle Land Sentul, beli per seat jadi lebih murah,” katanya.

Editor : Eva Martha Rahayu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved