Business Research Management

Bercermin dari Denmark Untuk Cukai Minuman Soda

Oleh Admin
Bercermin dari Denmark Untuk Cukai Minuman Soda

Pemerintah Indonesia berencana mengenakan cukai pada minuman ringan berkarbonasi dan berpemanis. Namun, langkah pemerintah itu tak sepenuhnya dipandang baik. Komisi XI DPR pernah berpendapat agar pemerintah mengkaji ulang rencana itu.

Sikap kontra juga ditunjukkan oleh Lembaga Katalog Indonesia. Lembaga ini berpandangan, pemerintah perlu melihat apa yang dilakukan oleh Pemerintah Denmark. Sebagaimana dilansir drinkmediawire.com, Pemerintah Denmark akhirnya mencabut aturan cukai terhadap minuman soda yang sudah berlaku selama 83 tahun. Pemerintah Denmark menghapus kebijakan yang dikeluarkan pada tahun 1930 itu karena dinilai merugikan ekonomi nasional, terutama menyangkut ketenagakerjaan. Penghentian cukai itu akan efektif mulai tahun 2014.

Menanggapi langkah pemerintah Denmark, peneliti Lembaga Katalog Indonesia, Andriea Salamun, mengatakan, sikap pemerintah Denmark tersebut patut diapresiasi. Denmark, terang dia, adalah negara pelopor percukaian minuman ringan, dengan salah satu cukai tertinggi pada minuman ringan di Eropa.

Menurut Andriea, pemerintah Indonesia sebaiknya belajar dari pengalaman Denmark yang menghapus kebijakan cukai minuman ringan, karena jelas rugikan ekonomi nasional terkait ketenagakerjaan. “Fakta bahwa sektor industri nasional kita, seperti industri minuman bersoda, dan industri hasil tembakau adalah sektor industri yang mempekerjakan banyak orang (padat karya). Hal ini sejalan dengan semangat pembangunan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu pro poor, pro job, and pro growth,” kata Andriea, di Jakarta, Rabu (1/5/2013).

Keputusan pemerintah Denmark tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi nasional yang juga terkena dampak dari krisis ekonomi Eropa. Isu tenaga kerja merupakan hal yang sensitif di Denmark mengingat angka pengangguran mulai menunjukkan peningkatan pascakrisis.

Kebijakan Denmark untuk menghapus cukai pada minuman bersoda, yang sebelumnya menghapus cukai lemak jenuh dan menghentikan cukai gula, jelas menunjukkan bahwa biaya dan efek negatif lain dari cukai semacam itu lebih tinggi daripada manfaat yang diharapkan. Menurut seorang pejabat pemerintahan setempat, karena cukai terhadap minuman bersoda, Denmark kehilangan 5.000 tenaga kerja, dan kerugian ekonomi di daerah perbatasan karena para konsumen soda kemudian pergi ke Jerman dan Swedia untuk mendapatkan minuman bersoda dengan harga yang jauh lebih ringan.

Apa yang terjadi di Indonesia berlawanan dengan di Denmark. Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih bersikeras akan mengenakan cukai bagi minuman ringan bersoda untuk menggenjot penerimaan negara. Pemerintah dinilai arogan dengan tidak memperhitungkan secara matang keberlangsungan industri nasional. “Pemerintah ekspansi cukai tetapi tidak pernah memperjuangkan eksistensi industri nasional. Padahal yang paling penting adalah sustainability industri,” tegas Andriea.

Sebelumnya, riset yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi UI pada Februari lalu, menyatakan bahwa tarif cukai Rp 3.000 per liter pada minuman ringan berkarbonasi akan mengurangi penjualan produk hingga Rp 5,6 triliun, yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah keseluruhan produksi ekonomi Indonesia sebesar Rp 12,2 triliun. Lebih jauh tarif cukai tersebut akan mengurangi pemasukan pemerintah dari penerimaan pajak tak langsung sebesar Rp 710 miliar.

Menurut peneliti LPEM FE UI, Eugenia Mardanugraha, pendapatan publik diperkirakan akan berkurang hingga Rp 1,56 triliun, yang juga berarti akan mengurangi daya beli konsumen secara keseluruhan. “Diperkirakan lebih dari 80.000 orang akan kehilangan pekerjaan apabila tarif cukai dikenakan pada minuman ringan bersoda. Perekonomian nasional akan melemah akibat menurunnya pendapatan dan pengkaryaan publik apabila minuman ringan berkarbonasi dikenakan cukai,” tambah dia. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved