Management Strategy

Pelari Trail Marathon Harus Memperhatikan Safety

Pelari Trail Marathon Harus Memperhatikan Safety

Fenomena lari (running) bukanlah sebuah aktivitas yang baru di kalangan masyarakat, terlebih masyarakat urban yang setiap minggunya acapkali memanfaatkan Car Free Day (CFD) sebagai wadah untuk menyalurkan hobi berlarinya. Namun, tidak untuk yang satu ini, trail marathon, yakni serupa dengan Car Free Day, tapi medan yang mesti dilalui adalah sejumlah gunung, seperti Gede – Pangrango, Bromo, dan Rinjani. Meskipun demikian aktivitas ini juga begitu diminati oleh masyarakat.

IMG_20150428_133041

Hartono Wijaya, President Director 910 Nineten

Sebut saja Ultra-Trail Marathon, yang sebelumnya pernah digelar di gunung Bromo dan Rinjani, bahkan mampu menjaring hingga ribuan pelari. Yang terdekat ini misalnya, Gede – Pangrango Marathon, Lexi Rohi, Race Director Gede Pangrango Marathon menuturkan meskipun kuota yang ditetapkan itu untuk 630 pelari, namun yang menyatakan ketertarikan jumlahnya lebih dari dua kali lipat.

“Nantinya ada tiga kategori; yaitu untuk 15 km yang harus diselesaikan dengan cutting time 4.5 jam, 21 km selama 7 jam, dan 42 km selama 16 jam. Untuk yang kategori 42 km, yang bisa menyelesaikan akan mendapatkan point untuk mengikuti lomba lari di Mt Blanc, Perancis,” katanya.

Namun, untuk bisa menyelaraskan fisik dengan tantangan yang diberikan oleh ultra-trail marathon ini yang bisa dibilang tidak main – main. Pelari harus dibekali dengan equipment yang memadai mengingat sejumlah halang rintang seperti track berbatu, akar – akar, dan tanah licin akan dilewati pelari. Hartono Wijaya, Presiden Direktur 910 Nineten, menegaskan bahwa pelari ultra – trail, tidak boleh sembarangan menggunakan sepatu, karena akibatnya bisa berbahaya. “Jika pelari menggunakan sepatu yang agak barefoot maka rentan sekali untuk cedera. Oleh karena itu perlu yang memiliki fitur outsole-nya yang agak tebal sehingga langkah mereka bisa ajek di track berbatu, tanah, maupun akar – akar.” jelasnya.

Mempertimbangkan segala kemungkinan tersebut, telebih untuk alasan safety, maka suatu keharusan bagi ultra-trail runner untuk memenuhi standar tersebut. Seperti yang dituturkan oleh Hendra Wijaya, Pelari Litnas Alam Kondisi Ekstrem, saat menuturkannya di hadapan wartawan di Senayan Driving Golf, “equipment itu berperan penting dalam meningkatkan performa berlari. Karena antara satu medan dengan medan yang lainnya tidak bisa disamakan sepatunya. Misalnya antara medan bersalju, berbukit, berpasir, atau jalan aspal, itu tidak bisa disamakan,”

Selain equipment, yang perlu dipersiapkan adalah fisik itu sendiri. Misalnya saja, masih tentang Gede Pangrango Marathon, mengingat medan yang akan dilalui itu sangat panjang, yakni meliputi Cibodas – Kandang Badak – Surya Kencana – Salabintana – Surya Kencana – Kandang Badak – Mandalawangi – Kandang Badak – Cibodas, maka kesiapan fisik juga tidak boleh dianggap remeh. Hendra juga memberikan tips bahwa membiasakan diri berlari setiap pagi, terlebih di medan berbukit akan membantu kesiapan fisik pelari dalam menghadapi rute yang panjang ini.

Sementara itu Hartono menegaskan bahwa fitur yang diberikan dari aplikasi NTRC (Nineten Running Coach) yang terintegrasi dengan smartphone, dapat mendeteksi batas normal detak jantung pelari. “Normalnya itu adalah 80 – 110. Jika sudah melebihi 120 itu sebaiknya tidak usah dipaksakan,” tambahnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved