Management Strategy

CSIS: Depresiasi Rupiah Bisa Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan

CSIS: Depresiasi Rupiah Bisa Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menganggap bahwa depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah itu justru merupakan salah satu cara untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan (current account) yang saat ini semakin melebar. Malah depresiasi rupiah itu terjadi karena defisit transaksi berjalan itu sendiri yang membesar. Kalau masalah defisitnya tidak segera diatasi, maka nilai rupiah juga akan terus terdepresiasi ke depannya.

“Persoalan yang ada yakni defisit neraca transaksi berjalan kita yang semakin lama semakin besar. Kelihatannya sekarang ini transaksi berjalan kita kemungkinan masih akan defisit, dan depresiasi rupiah ini adalah suatu penyesuaian yang akan menambah sedikit transaksi berjalannya. Jadi ke depan itu kita bisa lihat bahwa transaksi berjalan akan sedikit membaik, walaupun ini masih butuh jangka waktu yang panjang sampai beberapa tahun ke depan,” ungkap Yose Rizal Damuri, Head of the Department of Economics CSIS.

Menyoal apakah defisit transaksi berjalan juga akan bisa teratasi apabila neraca modal dan finansialnya meningkat, Yose belum bisa memastikannya jikalau hal itu efektif dan akan bisa secara cepat mengatasi defisit tersebut. Tapi depresiasi rupiah ini jelas akan menguntungkan bagi ekspor Indonesia, dan pada akhirnya akan bisa memperbaiki neraca perdagangan yang Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga.

“Kalau kita lihat dari nilai efektif nilai tukar bahwa rupiah ini sudah undervalue, sehingga ini meningkatkan daya saing ekspor kita. Ekspor kita juga sudah mulai membaik, tapi ini tidak akan instan terjadinya. Investasi (di pasar modal, atau juga di PMDN/PMA)nya akan masuk atau tidak, sekali lagi itu masih tergantung kepada ekspektasi terhadap pemerintahan baru, serta apakah Indonesia bisa menjaga iklim bisnis secara baik atau tidak,” tutur Yose.

Saran CSIS untuk Bank Indonesia (BI), dalam hal depresiasi rupiah ini, supaya BI jangan terlalu mempedulikan masalah depresiasi. Tapi anggap lah itu sebagai suatu bentuk penyesuaian terhadap masalah-masalah yang ada dalam perekonomian saat ini, dan obatnya tentunya ada di permasalahannya tersebut. Di sisi lain, Yose malah menyarankan kepada para pengusaha di Indonesia yang masih berorientasi domestik saja, untuk bisa mengembangkan “sayap” bisnisnya ke pasar ekspor. Yang mana dengan depresiasi rupiah ini malah menyebabkan daya saing ekspor Indonesia, terutama dari segi harga, menjadi tinggi.

“Nah, ini juga menjadi warning kepada pengusaha Indonesia untuk menengok pasar luar negeri. Jangan hanya terpaku kepada pasar dalam negeri saja. Karena dengan mereka hanya fokus ke dalam negeri saja, kan sekarang mereka sendiri yang kena akibatnya, kemudian setelah itu teriak-teriak, tapi kenapa mereka tidak mengekspor barang-barangnya. Kalau pengusaha kecil, mungkin mereka tidak punya keinginan untuk mengekspor produknya, ataupun malah tidak punya kemampuan untuk mengekspor. Kalau misalnya mereka tidak punya keinginan, maka ini saatnya untuk mengubah keinginan tersebut, dan kalau tidak punya kemampuan, dia masih bisa memperbaiki kemampuannya tersebut,” papar Yose.

Bank Indonesia

Sebagai informasi, menjelang penutupan perdagangan Jumat (10/1/2014) nilai tukar rupiah ditransaksikan menguat terhadap dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg Dollar Index, rupiah menguat 0,21% ke level Rp12.167 per dolar AS pada pukul 14.23 WIB. Pada pembukaan perdagangan pagi ini, diketahui nilai tukar rupiah menguat 0,22% ke Rp12.220 per dolar AS. Adapun pada pukul 09.02 WIB rupiah stagnan pada level Rp12.193 per dolar AS. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved