Management zkumparan

Debut Tomy Sofhian Benahi Tiki

Tomy Sofhian

Tomy Sofhian, Direktur Pengelola PT Citra Titipan Kilat

Ketatnya persaingan di industri logistik menyeret kebutuhan akan profesional di dalamnya. Mereka diharapkan menjadi amunisi tambahan untuk memenangi pasar. Begitu pula kehadiran Tomy Sofhian di PT Citra Van Titipan Kilat (Tiki). Mantan orang nomor satu di TNT Indonesia ini ditunjuk menjadi Direktur Pengelola Tiki. Tomy adalah profesional pertama asal Indonesia yang menjadi pemimpin di perusahaan multinasional. “Di TNT Indonesia, jabatan terakhir saya sebagai managing director. Posisi tertinggi di TNT Indonesia adalah managing director atau country general manager,” katanya.

Tomy bergabung dengan Tiki sejak September 2017. Ia mengaku tertarik menerima tawaran Tiki karena potensi bisnis logistik yang luar biasa. Terlebih, hadirnya e-commerce menambah besar potensi bisnis logistik. Selain itu, ia ingin membantu perusahaan lokal karena sebelumnya sudah 15 tahun bekerja di perusahaan asing. Ia ingin apa yang bagus di perusahaan asing bisa dibawa ke perusahaan tempat ia bekerja saat ini. “Saya rasa sudah cukup bergurunya di sana dan sekarang saya ingin membantu lokal agar lebih efisien dan baik,” ungkapnya.

Dikatakannya, persaingan di industri logistik memang sangat ketat. Saat ini semakin sulit membedakan seorang kurir dengan kurir lainnya. Mulai dari harga, kecepatan sampai, hingga moda transportasi, semua relatif sama sehingga konsumen tidak bisa membedakan. Karena itulah, menurut dia, tiap pemain harus bisa mencari diferensiasi. Ditambahkannya, dengan adanya persaingan ketat ini, justru konsumen akan mendapatkan manfaatnya, yaitu harga terbaik dan layanan tercepat, “Yang dicari konsumen adalah kecepatannya dan murah, dan kami harus bisa mencapai itu,” ungkap Tomy.

Berdasarkan hasil riset, kebutuhan dasar konsumen selain soal harga dan layanan cepat, juga minta barang dijemput ke tempat konsumen. “Selama enam bulan ini, kami sedang fokus pada basic needs-nya konsumen. Menurut saya, kalau mau memenangi hati konsumen, harus bisa memenuhi tiga basic needs-nya tersebut,” katanya.

Saat ini kecepatan pengiriman Tiki dalam hitungan jam, bukan hari. Jadi, kalau barang dikirim sore, pagi harinya sudah sampai ke tangan konsumen. “Kalau mereka (kompetitor) bisa pagi, kami harus bisa lebih pagi lagi, kompetisinya di situ. Ini usaha kami, yaitu cepat dan murah. Kalau jemput sudah terpenuhi semua. Sekarang sudah periode kami mau memberi tahu ke market bahwa Tiki sudah yang tercepat dan sudah paling kompetitif dan Tiki sudah jemput ke rumah di seluruh Indonesia,” ucapnya berpromosi.

Untuk di Jakarta, Tiki memiliki aplikasi yang namanya Jempol, yaitu Jemput Online. Sebenarnya produk apliakasi ini sudah lama dan ia mengklaim bahwa Tiki yang pertama di membuat aplikasi itu di industrinya. “Namun, mungkin kurang digaungkan sehingga orang tidak terlalu mengerti dan akhirnya kami relaunch lagi,” ungkapnya. Sebelum relaunch, pihaknya melihat lagi mengapa penggunanya tidak terlalu banyak. Maka, prosesnya diubah lebih mudah dan user friendly.

Dan yang terpenting, target 100% harus terambil barang, di mana pun berada. Sehingga, sementara dulu masih ada keluhan barang tidak terambil, sekarang harus dipastikan barang titipin tersisir pengambilannya. “Armada kami kuatkan di situ. Bahkan, sejak Februari lalu kami berikan layanan gratis selamanya,” kata Tomy yang juga memiliki drive thru di Duren Tiga dan di Pemuda Jakarta.

Pendeknya, sejak Tomy bergabung dengan Tiki, berbagai gebrakan ekspansif telah dilakukan. Misalnya, dulu rata-rata sebulan membuka sekitar 15 gerai, sekarang sudah memiliki 500 gerai di Jakarta dan 4.000 gerai di seluruh Indonesia.

Yang terbaru, Tiki pada Maret 2018 meluncurkan aplikasi Tikiku. Dalam aplikasi ini, semua fitur yang dibutuhkan pelanggan B2B tersedia. Misalnya, pengecekan dalam satu bulan ini sudah kirim berapa kg, ke mana saja, dll., itu dapat dilakukannya.

Tomy menjelaskan, selama ini Tiki menggarap dua segmen pasar, yaitu ritel dan B2B. Kendati kontribusi ritel lebih besar, potensi di B2B ia yakini jauh lebih besar. Dalam evaluasinya, Tiki lebih surf ke B2B. “Kami ingin tumbuh dua-duanya,” ujarnya. Maka, pembenahan pun mulai dilakukan. Misalnya, membenahi cara mendekati konsumen dan merombak total sales structure. Juga, membuat kategori konsumen, yaitu small, medium, big, dan super big. Masing-masing cara pendekatannya berbeda-beda dengan mempersiapkan sales di segmentasi berdasarkan size konsumennya.

Dalam membesut bisnis logistik ini ada juga tantangannya, mulai dari budaya kerja dan kapabilitas SDM. Itu menjadi isu utama pembenahan di Tiki. Saat ini jumlah SDM Tiki sebanyak 4.000-an, di luar SDM di gerai-gerainya. “Kami memiliki strategi untuk tiga tahun ke depan,” ujar Tomy. Ia menyebut Kilat Strategi, yaitu strategi bagaimana bisa merebut pasar. Selain itu, ia juga memperkenalkan budaya kerja yang baru. Budaya kerja baru ini digali dari beberapa kali workshop dengan tanpa meninggalkan filosofi pendiri Tiki. Budaya kerja tersebut adalah Amanah, Komunikasi, Komitmen, Kerjasama, dan Pikiran terbuka. “Percuma kalau punya strategi yang brilian akan tetapi budaya kerjanya tidak mendukung,” ujarnya. Ia berharap budaya baru ini bisa membuat Tiki naik ke level selanjutnya.

Tolok ukurnya adalah pertumbuhan kinerja. Di 2017, Tiki tumbuh 25%, di 2018 tahun ini ditargetkan tumbuh 25-30%. (Reportase: Sri Niken Handayani)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved