Management Trends

Digitalisasi Penyaluran Bansos Dimulai

Indonesia Fintech Society memandang perlunya perbaikan dalam pemberian bantuan sosial (bansos) nontunai untuk menyesuaikan perkembangan teknologi saat ini. Dalam hal ini, fintech dianggap sebagai solusi optimal dalam memberikan bansos secara merata kepada para penerima di seluruh wilayah geografis Indonesia. Nilai bansos yang mencapai 42 triliun tahun ini menunjukkan besarnya jumlah transaksi bansos yang harus dimaksimalkan.

Terdapat beberapa rekomendasi revisi regulasi penyaluran bansos. Yang pertama, seperti disampaikan oleh Ketua IFSoc, Mirza Adityaswara, yaitu perlunya evaluasi dan perumusan kebijakan Perpres No. 63/2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai agar terdapat alternatif lain dalam penyaluran bansos. Selain itu, pemerintah perlu mengedepankan prinsip omnichannel. Contoh yang sudah dilakukan adalah PT Pos telah menjadi alternatif penyaluran di luar perbankan khususnya dalam proses cash out.

“Di Indonesia, platform digital untuk bansos sudah siap, tergantung kemauan dan payung hukum yang sayangnya saat ini masih mempersempit ruang digital yang bisa dijalankan,” kata Mirza.

Yang kedua, terkait infrastruktur. Ekonom CORE sekaligus anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, menjelaskan digitalisasi bansos dapat diwujudkan dalam bentuk shared infrastructure untuk mengintegrasikan platform yang dimiliki pemerintah. Selain itu, pemerintah diharapkan memanfaatkan sandbox sebagai ruang uji coba pembangunan platform, termasuk kerja sama bank dan fintech.

Selanjutnya, IFSoc memandang perlunya replikasi platform Kartu Pekerja sebagai platform ini bansos. “Bansos dengan menggunakan kartu saat ini ada batasan karena harus menyiapkan kartu dan mesin EDC (electronic data capture) yang mahal. Opsi distribusi bansos tanpa kartu, atau cardless dengan menggunakan smartphone menjadi salah satu alternatif, misal menggunakan sms, lebih jauh data transaksi para penerima bansos pun dapat digunakan sebagai credit scoring dalam pengajuan kredit produktif,” kata Hendri Saparini.

Rekomendasi ketiga adalah membenahi data terkait penyaluran bansos. Ekonom CSIS Indonesia dan Steering Committee IFSoc, Yose Rizal Damuri mengemukakan pemerintah perlu membangun Pusat Informasi Data Bansos sebagai upaya membenahi data bansos dan memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). IFSoc berpendapat, pembaruan DTKS dapat menggandeng BPS, Pemerintah Daerah (Pemda), dan Universitas untuk mengumpulkan data di masa mendatang. Pembaruan DTKS dapat juga diberikan opsi untuk pendaftaran mandiri (self-registration) yang kemudian diverifikasi oleh Pemda.

“Saat ini pemerintah harus membuka pintu dengan melihat fintech sebagai alternatif tambahan penyaluran bansos. Untuk tahap awal, pemerintah dapat memanfaatkan sandbox sebagai ruang uji coba digitalisasi penyaluran bansos, termasuk kerjasama antara Bank dan Fintech,” kata Yose.

IFSoc juga mendukung upaya Kementerian Sosial yang saat ini sedang mengembangkan Sistem Aplikasi Data Perbelanjaan (SADAP) berbasis barcode, untuk melihat data realisasi program sembako secara real time, akuntabel, transparan, dan konsisten. IFSoc mengusulkan agar pemerintah juga dapat mengeksplorasi pemanfaatan skema dan teknologi e-voucher dan e-kupon yang saat ini sudah digunakan di fintech.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved