Tito Sulistio Kenalkan Konsep Privatisasi Berkerakyatan
Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau pengalihan aset yang sebelumnya dikuasai negara menjadi milik swasta/asing di Indonesia sudah terjadi sejak di era 1980-an. Contohnya PT Telkom (persero) Tbk, PT Indosat (persero) Tbk, PT Aneka Tambang (persero) Tbk, PT Bank Mandiri (persero) Tbk, PT Indofarma (persero) Tbk, PT Kimia Farma (persero) Tbk, dan lain lain-lain.
Pertanyaannya adalah apakah privatisasi yang dilakukan sudah memberi manfaat maksimal untuk rakyat Indonesia? Pertanyaan ini merupakan latar belakang untuk melihat kebijakan privatisasi BUMN secara komperhensif berdasarkan system ekonomi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. DR. Tito Sulistio S.E., MAF mengupas permasalahan ini dalam buku terbarunya yang berjudul Privatisaasi Berkerakyatan. Buku ini merupakan hasil disertasinya untuk mendapat gelar Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan.
Ketidakjelasan mengenai konsep maupun praktek privatisasi BUMN menyebabkan tidak efektifnya kebijakan dan program privatisasi di Indonesia. Ketidakjelasan ini terlihat dari ketidakselarasan dengan arah kebijakan negara, kerancuan mengenai definisi privatisasi BUMN, kerancuan mengenai metode yang digunakan, kerancuan mengenai penggunaan dana hasil privatisasi, hingga pelanggaran hokum dalam praktik privatisasi dan kriminalisasi terhadap tindakan di BUMN. Strategi privatisasi juga tidak jelas selama 23 tahun ini.
Privatisasi, menurut Tito, sebenarnya memberikan manfaat yang besar untuk rakyat, bukan menyengsarakan. “Saya mencoba memberikan teori bagaimana cara menyusun ulang dan memberikan pedoman bagaimana memposisikan peran BUMN dalam kegiatan praktiknya,agar BUMN dapat menopang stuktur perkonomian yang lebih sehat dan lebih mensejahterakan rakyat” kata Tito.
Privatisasi berkerakyatan adalah upaya untuk lebih memenuhi hak-hak ekonomi rakyat melalui aktivitas, stategi dan kebijakan arah privatisasi BUMN. Konsep ini mengacu pada pasal 33 UUD 1945 tentang hak menguasai negara dan pendekatan efisensi berkeadilan. Tito menambahkan, rakyat telah memberikan hak/mandate politiknya untuk mengelola BUMN. Oleh karena itu, jika pemerintah memutuskan untuk privatisasi BUMN, akan menghilangkan mandat yang diterimanya untuk mengelola BUMN.
Sebagai konsekeunsi atas hilangnya mandat rakyat atas pengelolalan usaha negara, agar tetap tidak berkurangnya hak-hak ekonomi rakyat, maka keputusan untuk melepaskan kepemilikan BUMN hendaknya tetap berorientasi pada usaha untuk memenuhi kesejahteraan rakyat. Secara singkat privatisasi berkerakyatan adalah bagaimana mendayagunakan dan mengkapitalisasi sahan/asset dari BUMN secara berkadilan dalam koridor konstitusi.