Management Strategy

Tahun 2015 Diawali KEHATI dengan Pengelolaan Ekowisata di Pulau Maratua

Tahun 2015 Diawali KEHATI dengan Pengelolaan Ekowisata di Pulau Maratua

Logo KEHATI 2014

Dua dekade bukanlah waktu yang singkat. Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) pada tahun 2015 ini telah memasuki usianya yang ke 21 tahun dan berkontribusi untuk lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia. Yyayasan yang didirikan pada 12 Januari 1994 ini memiliki berbagai pengalaman dan pencapaian yang dapat dibagi ataupun ditiru.

Kisah panjang lembaga pemberi hibah ini dimulai dari semangat Emil Salim yang tahun 1994 masih menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Sepulangnya dari pertemuan KTT Bumi di Rio de Janerio, Brazil di tahun 1992 lalu dilanjutkan dengan adanya Deklarasi Tokyo di tahun 1993, inisiasi pembentukan Yayasan KEHATI muncul dari wujud kerja sama antara Indonesia, Amerika Serikat dan Jepang.

Fokus kerja sama tiga negara itu adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia sebagai upaya dunia mencegah hilangnya sumber daya hayati. Berbagai diskusi dan rapat terus dilakukan hingga Yayasan KEHATI akhirnya lahir dari prakarsa Emil Salim dengan dibantu oleh rekan-rekannya.

Semenjak kemunculannya, KEHATI telah mengukuhkan diri sebagai lembaga pemberi hibah, sebuah posisi yang belum banyak diambil oleh lembaga swadaya masyarakat yang lain. Ketika itu, sebagai lembaga pemberi hibah untuk lingkungan pertama di Indonesia, KEHATI belum menemukan acuan model pengelolaan dana, baik itu dari mekanisme pemberiannya, mitranya, pengelolaan, evaluasi dan monitoringnya, maupun efektifitas dan dampaknya. Namun, perjalanan panjang selama 21 tahun telah memberikan banyak pengalaman serta pelajaran untuk KEHATI sehingga bisa menjadi sebesar sekarang.

Berbagai inovasi-inovasi baru telah diluncurkan oleh lembaga yang berhasil menjadi ketua sementara Asia Pasific Trusft Fund ini, seperti Reksadana Kehati Lestari (RDKL), indeks saham SRI (Sustainable Responsible Indeks) KEHATI, menjadi pengelola Debt for Nature Swap (DNS) untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan, hingga berperan aktif dalam penandatanganan Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT–VPA) antara pemerintah Indonesia dan Uni Eropa terkait perdagangan kayu legal.

Kemudian dari sisi pengelolaan dana hibah, KEHATI telah berhasil mengelola hibah dengan jumlah lebih dari US$ 100 juta. Dana itu berhasil mengembangkan lebih dari 1.000 mitra dengan ribuan program-program pelestarian keanekaragaman hayati.

Sebagai lembaga pemberi hibah, KEHATI memiliki ciri khas yang unik. Tidak hanya sekadar memberikan hibah kepada mitra, yayasan yang pada akhir Januari 2015 ini akan memberikan penghargaan KEHATI Award VIII ini juga memperhatikan peningkatan kapasistas mitra dan masyarakat dampingannya.

Melalui hibahnya, KEHATI berusaha memberdayakan lembaga lokal dan memberikan pelatihan pengelolaan keuangan sehingga lembaga yang menjadi mitranya itu bisa mandiri di kemudian hari dan menjadi agen-agen pelestari lingkungan di daerah. Salah satu buktinya adalah keberhasilan Mangrove Sari di Brebes dalam pengelolaan hutan mangrove.

Dari sebuah lembaga kecil yang peduli terhadap pelestarian mangrove sebagai benteng alam, saat ini lembaga itu sudah menjadi rujukan pemerintah daerah. Tidak hanya itu saja, di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur, KEHATI telah berhasil mendorong empat desa untuk bekerjasama membentuk perusahaan yang mengelola ekowisata di daerah tersebut. Ekowisata itu akan sangat berkaitan dengan pelestarian keanekaragaman hayati disana.

Pengalaman panjang dari proses pendewasaan KEHATI juga menunjukkan kerjasama positif antara pemerintah dengan lembaga swadaya masyarakat. Melalui program-programnya, KEHATI telah berhasil menciptakan jalinan kerjasama antara masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, hingga pihak swasta. Buktinya adalah komitmen Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang dituangkan dalam MoU dengan Yayasan KEHATI dalam pelestarian keanekaragaman hayati di wilayahnya.

Selain itu, bekerja sama dengan Alfamart dan Alfamidi, yayasan yang berhasil mengembangkan skema crowdfunding. Pelanggan dari dua retail besar itu ditawarkan untuk ikut berpartisiapsi dalam rehabilitasi hutan di daerah aliran sungai di Danau Tondano, Sulawesi Utara. Hasilnya cukup mengagumkan dengan terkumpulnya dana sekitar Rp 1 miliar.

Keberhasilan dari Yayasan KEHATI yang telah berusia 21 tahun ini tidak lepas dari dukungan dan kontribusi dari pembina, pengawas, dan pengurus. Tidak hanya itu saja, kerja keras dari direksi dan seluruh staf untuk menjalankan tugas-tugasnya juga menjadi pilar penting terhadap capaian-capaian lembaga. Ke depan, KEHATI berharap dapat terus berkontribusi terhadap pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.

Di tahun 2015 ini, Yayasan KEHATI akan memulai program pengelolaan ekowisata di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, bersama Chevron Indonesia. Program ini tidak hanya untuk melakukan konservasi keanekaragaman hayati, tetapi juga bentuk ketahanan pulau-pulau kecil. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved