Management Editor's Choice Strategy

Empat Kunci Sukses Bango Merajai Kecap

Empat Kunci Sukses Bango Merajai Kecap

Menjadi merek legendaris yang mampu menguasai pasar adalah keinginan setiap perusahaan. Merek yang unggul tentu saja tidak terlepas dari campur tangan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Salah satunya Kecap Bango. Merek kecap besutan PT Unilever Indonesia Tbk ini semakin mantap mempertahankan dominasinya di pangsa pasar kecap Indonesia.

Perjalanan Bango dimulai dari langkah kecil Tjoa Pit Boen yang mendirikan usaha rumahan di kawasan Benteng, Tangerang, pada tahun 1928 di mana Bango pertama kali dijajakan di toko kecil di garasi rumahnya.

istimewa

Rasa dan kualitas kecap Bango yang prima membuatnya jadi tersebar luas melalui kabar mulut ke mulut. Berkat usaha keras dan konsistensi dalam menjaga rasa dan kualitas, Bango terus bertahan selama 85 tahun dan pertumbuhannnya semakin pesat ketika Bango diakuisisi oleh Unilever pada tahun 2001.

Meski persaingan semakin ketat, Bango mampu berkompetisi dengan merek kecap lainnya. Ainul Yaqin, Foods Director Unilever, mengklaim, Bango mampu mengokohkan dirinya sebagai merek kecap nomor satu di Tanah Air. Berbekal pengalaman yang cukup panjang, pihaknya yakin bisa mempertahankan prestasi termasuk menjadi merek legendaris asli Indonesia.

Di sela-sela perayaan ulang tahun Bango yang ke 85, Ainul membagi resep kesuksesan Bango sehingga menjadi merek yang paling disegani oleh masyarakat. Apa saja kunci sukses dan strateginya?. Berikut nukilan wawancara Reporter SWAOnline, Ario Fajar dengan Ainul.

Seberapa besar prestasi Bango di antara merek-merek lain yang di bawah divisi Anda?

Bango merupakan merek yang paling bagus kinerjanya. Hal itu ditandai dengan pangsa pasarnya yang semakin meluas dan penerimaan pasarnya yang cukup tinggi. Di divisi Foods Unilever, Bango tampil sebagai pemain unggulan bersama dengan Blue Band.

Berapa besar pangsa pasar Bango?

Yang pasti sangat mendominasi. Ada beberapa lembaga riset termasuk Nielsen yang mengatakan bahwa Bango menjadi merek paling laris di pasaran.

Kontribusi Bango untuk Unilever?

Sekitar 5%. Pertumbuhannya naik berlipat-lipat setiap tahun.

Sejak kapan posisi nomor satu itu diraih?

Dulu Bango hanya terkenal oleh kalangan tertentu saja,khususnya di pasar Jakarta. Tapi setelah diakuisisi oleh Unilever, nama dan performanya semakin kencang. Sejak tiga tahun lalu Bango mampu bertengger di posisi puncak. Tapi maaf, saya tidak bisa menyebutkan nilai akuisisinya.

Apa saja strategi yang dijalankan sehingga menjadi merek nomor satu?

Kunci sukses Bango ada empat. Pertama, kami percaya, merek yang bagus itu adalah merek yang menjaga kualitas sepenuh hati. Begitupun dengan Bango yang tetap konsisten mempertahankan kualitasnya. Misalnya, dibuat dari kedelai hitam terbaik, gula kelapa pilihan dan diproses dengan teknologi yang canggih.

Kedua, kami menyadari bahwa salah satu komposisi utama makanan khas Indonesia adalah kecap. Untuk itu, kami ingin melestarikan warisan kuliner Indonesia. Kecap memiliki peranan yang penting bagi kuliner Indonesia.

Kunci sukses ketiga adalah bekerja sama dengan pihak-pihak luar. Sejak awal tahun 2000-an, Unilever bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada untuk menghasilkan kedelai hitam terbaik bernama Malika. Kedelai inilah yang menjadi kekuatan rasa dan merek kami. Kerjasama juga kami lakukan dengan petani-petani. Kami membina lebih dari 9000 petani kedelai Malika. Total persebaran lahan pertanian Malika pun semakin luas dari 5 hektar di tahun 2001 menjadi 1.600 hektar. Kerja sama ini mendatangkan keuntungan keduabelah pihak khususnya pasokan bahan baku produksi.

Kerja sama lainnya adalah membuat acara-acara menarik. Misalnya, Festival Jajanan Bango (FJB) yang tahun ini akan diselenggarakan di lima kota di Indonesia. Bango juga membuat program televisi yang melibatkan ikon pelestarian warisan kuliner dengan nama “Bango Cita Rasa Nusantara”. Kami menggendeng Bondan Winarno dan Surya Saputra untuk menyukseskan acara ini.

Kunci sukses terakhir adalah menciptakan gebrakan yang inovatif dan kreatif. Kami sadar, masyarakat sudah melek informasi. Dunia digital menjadi medium utama untuk mencari referensi. Untuk itu, kami menciptakan website bernama www.warisankuliner.com, membuat akun Facebook dan Twitter, dan yang teranyar adalah membuat aplikasi mobile.

Sejak kapan inovasi digital itu diluncurkan?

Ide untuk membuat aplikasi mobile sudah ada sejak 2011. Penggodokannya cukup ketat karena kami ingin membuat aplikasi yang bisa membantu pecinta kuliner mendapatkan informasi, resep, dan lain-lain. Dengan ada aplikasi ini, database konsumen kami diharapkan bisa bertambah.

Bagaimana pendekatan Bango ke target pasar?

Kami melakukan integrated marketing communication. Selain melalui iklan di televisi, radio, dan surat kabar, kami juga menyelenggarakan acara yang kontak langsung dengan target sasaran. Contohnya pedagang, penjaja kuliner, hingga pecinta makanan. Masyarakat kini semakin dinamis, makanya jika kami tidak melakukan inovasi dan membaca perubahan, kami akan kehilangan mereka.

Apa saja tantangan membesut merek ini?

Bango bisa dibilang merek legendaris yang sudah berusia 85 tahun. Tantangannya adalah bagaimana menjaga eksistensi merek di tengah banyaknya merek kecap yang beredar. Tapi eksis saja tidak cukup, kami ingin merek ini terus mempertahankan dominasinya di pasar. Meskipun kami tahu, banyak merek lain yang harganya lebih murah dari Bango. Tapi, rasa memang tidak pernah bohong. Begitupun pasar yang tidak pernah bohong bahwa Bango adalah kecap terbaik.

Berapa kapasitas produksinya?

Kami tidak bisa memberitahukan hal itu. Produksi selama ini diserap di pasar domestik dan belum diekspor.

Apa rencana Bango selanjutnya?

Terus berinovatisi dalam berbagai hal seperti acara FJB, program televisi, tetap menjaga kualitas, hingga giat mendekatkan diri melalui media digital. Selain itu, jumlah petani yang kami bina diharapkan terus meningkat sehingga pasokan bahan baku juga terjamin. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved