Management zkumparan

Fahmi Hendrawan, Raih Omset Miliaran dari Bisnis Busana Muslim

Fahmi Hendrawan, Raih Omset Miliaran dari Bisnis Busana Muslim
Fahmi Hendrawan, CEO PT Maha Fatih Indonesia (Fatih Indonesia)
Fahmi Hendrawan, CEO PT Maha Fatih Indonesia (Fatih Indonesia), produsen baju muslim motif batik garutan

Indonesia pada 2020 diprediksi menjadi pusat fashion muslim dunia. The Global Economic Islamic Report 2018/2019 menyebutkan, Indonesia saat ini berada pada urutan kedua sebagai negara yang mengembangkan fashion muslim terbaik di dunia setelah Uni Emirat Arab. Merujuk data Global Islamic Economy Index, konsumsi belanja busana muslim di Indonesia tahun 2017 mencapai US$ 20 miliar.

Kue bisnis yang menggiurkan itu menggugah selera para pengusaha muda untuk menekuni bisnis busana muslim. Fahmi Hendrawan, misalnya, banting setir dari penyanyi kafe menjadi pengusaha busana muslim di tahun 2015. “Di tahun 2020 Indonesia diramalkan akan menjadi pusat fashion muslim dunia. Tetapi, brand yang ada kebanyakan untuk perempuan. Fashion untuk laki-laki sedikit sekali, belum ter-branding dengan baik. Saya berpikir bahwa saya harus main di sini. Tetapi, saya ragu karena tidak ada latar belakang fashion sama sekali,” tutur Fahmi yang pernah berkarier di Bank Bukopin (2009-2013), mengisahkan perjalanan awal berbisnis fashion muslim pria.

Fahmi pernah menjajal peruntungan di industri hiburan. Ia menekuni profesi penyanyi, membuka usaha wedding organizer dan music entertainment, serta berjualan cokelat. Usahanya tak berjalan mulus. Pada saat bersamaan, ia tertipu temannya yang mengiming-imingi keuntungan berinvestasi. Tabungannya amblas. Semangatnya luntur, apalagi ia harus membiayai kedua orang tuanya yang sedang sakit di masa itu. Dalam situasi sulit seperti itu, ia memetik inspirasi tatkala membaca Al-Qur’an, Surat Al Araf Ayat 31 yang artinya, “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang bagus ketika memasuki masjid, dan janganlah berlebih-lebihan karena Allah tidak suka yang berlebih-lebihan.” Bagi Fahmi, ayat ini mengalirkan ide segar untuk berjualan busana muslim.

Sejurus kemudian, pada Januari hingga Maret 2015 Fahmi melakukan riset di internet, menyambangi Pasar Tanah Abang dan sentra penjahit di Garut (Jawa Barat), juga magang kerja di sentra tekstil Pasar Mayestik, Jakarta, untuk mempelajari proses bisnis busana muslim. “Saya masih sambil menyanyi di weekend. Nah, honor dari menyanyi itu saya kumpulkan untuk beli mesin jahit,” ia mengisahkan. Ia memproduksi baju Fatih Indonesia di Garut, dan merilis produknya pada Juni 2015 di media sosial.

Baju muslim produksi Fahmi menonjolkan aksen batik “garutan”. Kebetulan, ia lahir di Garut, 1 Desember 1986. Itulah faktor yang mendorongnya menghadirkan motif batik garutan pada baju koko yang diproduksi PT Maha Fatih Indonesia (Fatih Indonesia). Respons pasar positif. Tonggak yang melambungkan Fatih Indonesia di belantika fashion muslim Indonesia dialami Fahmi ketika lolos sebagai peserta Indonesia Fashion Week (IFW) 2017. Fahmi kebanjiran pembeli di ajang IFW itu. “Stand kami hampir roboh karena orang-orang yang ingin beli membludak. Padahal, sekitar dua bulan sebelumnya saya sudah hampir menyerah, saya ingin menutup Fatih ini,” ia mengungkapkan.

Keunikan baju kokonya memancing minat konsumen. Penjualan Fatih Indonesia melambung tinggi. “Pendapatan di tahun 2017 sebesar Rp 1,2 miliar, omsetnya sekitar Rp 200 juta per bulan. Sampai sekarang pendapatan naik terus. Tahun 2018 sales revenue sebesar Rp 1,5 miliar,” ungkap Fahmi.

Tentu, perjalanan Fahmi tak semudah membalikkan telapak tangan. Di awal membangun usahanya itu, ia kehilangan Rp 400 juta gara-gara tertipu oleh rekannya. Dampaknya, lulusan Institut Pertanian Bogor ini hanya memegang dana tunai Rp 10 juta untuk membiayai operasional Fatih Indonesia. Ketekunan Fahmi telah membuahkan hasil. Ia membuka lembaran baru seperti arti Fatih, yang terinspirasi dari Surat Al-Fatihah. “’Fatih’ kan artinya pembuka. Saya ingin Fatih menjadi pembuka rezeki bagi saya pribadi maupun banyak orang. Terinspirasi juga dari nama sultan di Turki, yaitu Mohamad Al Fatih yang menaklukkan Konstantinopel, yang memiliki perawakan gagah, gayanya rapi, dan elegan,” ia menerangkan.

Usahanya itu juga membuka lapangan pekerjaan buat 20 orang untuk memproduksi sekitar 2 ribu-3 ribu potong per bulan. “Harga baju berkisar Rp 400 ribu sampai Rp 750 ribu. Ketika awal meluncur harganya Rp 350 ribu. Sekarang produknya ada tiga jenis: baju koko, baju kurta (panjangnya selutut), dan baju gamis (panjang). Bahan yang dipakai Fatih adalah perpaduan kain katun dan batik cap garutan,” tutur peraih gelar MBA bidang creative entrepreneurship dari Institut Teknologi Bandung ini.

Baju koko Fatih Indonesia membidik konsumen pria berusia 25-40 tahun dari kalangan ekonomi menengah-atas. Untuk pemasaran Fatih Indonesia, Fahmi rajin mengikuti berbagai pameran, antara lain IFW, Muslim Fashion Festival, Asia Islamic Fashion Week di Malaysia, Japan Halal Expo, dan platform online (website, Instagram, Twitter, dan Facebook).

Sekitar 70% dari total penjualannya dikontribusi penjualan online, dan 30% dari penjualan di pameran. Rencana berikutnya, Fahmi akan meluncurkan merek terbaru yang membidik konsumen di segmen menengah-bawah. “Lebih polos dengan sentuhan batik sedikit saja. Supaya bisa disebar ke agen dan reseller,” ujar sulung dari empat bersaudara ini. (*)

Yosa Maulana & Vicky Rachman; Riset: Armiadi Murdiansyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved