Management

Fotexco Busana Lirik Pasar Lokal

Fotexco Busana Lirik Pasar Lokal

Ada banyak kisah sukses yang bisa menjadi pelajaran. Umumnya, pengusaha tumbuh dan besar di pasar lokal. Namun, beberapa pelaku bisnis merengkuh sukses setelah malang-melintang di pasar ekspor selama 24 tahun. Produk mereka, yang mungkin hanya sedikit dijual di dalam negeri, telah menjelajah setiap jengkal benua Asia, Australia, Afrika, Eropa, hingga Amerika. Hingga pada satu titik, mereka merasa sudah saatnya membuka pasar domestik lebih besar lagi.

(kiri-kanan) Mai Lean, Phan, Martha Silalahi, Yan Mei, Phang

Inilah yang terjadi pada Yan Mei, Phang dan Mai Lean, Phan, dua dari empat sekawan pemilik PT Fotexco Busana International, produsen pakaian dalam wanita. Berbekal pengalaman di pasar dunia, mereka pede melibas setiap tantangan di pasar domestik. Sejak berdiri tahun 1997, tepatnya tiga tahun lalu, Fotexco mulai agresif menggarap pasar di negeri sendiri. Mereka hadir dengan produk terbarunya yang lebih berkelas dengan harga kompetitif, yakni bra dengan merek Rheto.

Seperti apa keunggulan Rheto dan bagaimana strategi Fotexco menghadapi sengitnya persaingan di bisnis underwear di Indonesia? Berikut ini kutipan wawancara dengan Yan Mei dan Mai Lean, ditemani juru bicara Rheto, Martha Silalahi, beberapa waktu lalu.

Kenapa baru sekarang menggarap pasar lokal?

Yan Mei:

Hingga sekitar 5 tahun lalu, produk kami kalah dengan produk impor, terutama dari China yang harganya sangat murah. Produk mereka bisa masuk ke Indonesia, dijual di mal yang kelas medium-low, dengan harga rata-rata Rp 15.000 per pieces.

Kalau dilihat, memang tidak masuk akal sekali. Kualitasnya jauh di bawah. Tapi, itulah yang terjadi di Indonesia. Kalau kami mau masuk, belum tepat saat itu. Beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan di China. Mereka kini bahkan menjadi nomor satu, dari kekuatan ekonominya. Pelan-pelan mereka mulai beranjak tidak lagi membuat produk berharga murah.

Pemerintah sendiri mulai memperhatikan produk lokal. Misalnya, dengan membabat produk impor yang illegal. Untuk produk garmen, komponen bea masuk sangat tinggi sekitar 35%. Dulu, karena penegakan hukumnya kurang, banyak baju bekas masuk. Bagaimana produk lokal bisa hidup?

Apa yang membuat Fotexco yakin bisa berbuat banyak di pasar domestik?

Mai Lean:

Kami sudah kenyang asam-garam bersaing di pasar ekspor yang lebih sengit. Persaingan terutama dari segi harga. Harga kami bersaing seperti dengan China, Bangladesh, Thailand, dan Vietnam. Kenapa harga yang kami tawarkan bisa kompetitif? Karena kami sangat memperhatikan efisiensi produksi. Sehingga, kami bisa memaksimalkan seluruh kemampuan di harga. Harga kami sangat kompetitif.

Kami sudah matang di pasar ekspor untuk produk OEM selama 24 tahun. Kami bisa minta ke pemasok untuk mendapat bahan yang sama kualitasnya dengan produk ekspor. Artinya, kami akan mendapat harga yang lebih bagus. Kami telah masuk pasar Amerika dan Eropa. Sehingga, tahu banyak tentang efisiensi produksi. Ini akan menjadi perpaduan yang pas untuk pasar lokal yang belum kami perhatikan dengan baik.

Apalagi, kami mengetahui stok di China terus berkurang. Mereka sudah ekspansi ke banyak negara sehingga stok terus menurun. Mereka tidak bisa seperti dulu karena biaya tenaga kerja di sana sudah semakin mahal. Generasi selanjutnya juga tidak banyak yang mau menjadi pekerja pabrik. Inilah saatnya kami masuk ke pasar domestic.

Potensi pasarnya bagaimana?

Yan Mei:

Produk underwear seperti bra, sangat berbeda dengan produk garmen pada umumnya. Mesin produksinya juga berbeda jauh. Sehingga dibutuhkan keahlian yang juga beda. Produknya memang kecil, tapi membutuhkan fitting yang cocok karena menempel di badan. Jika tidak pas fitting-nya, pengguna tidak nyaman.

Di Indonesia sendiri, tidak banyak produk berkelas internasional alias ekspor. Jumlah pabriknya pun tidak banyak, mungkin yang terbesar hanya 3-5 pabrik. Sudah produknya rumit, pembelian bahan baku sulit, penjualannya pun tidak gampang karena harus didukung tim yang solid, mulai dari pola, pabrik, hingga tenaga penjahitnya. Semakin lama menjahit produk bra, baru kelihatan bagus hasilnya.

Kami menyasar semua kalangan dengan harga medium. Targetnya adalah segmen wanita di semua kelas. Dengan sertifikat Oeko-tex, seperti BPOM-nya Eropa, pengguna akan benar-benar nyaman karena bahan kami satu level di bawah bahan untuk bayi. Harapannya, risiko untuk penyakit kanker payudara yang jumlah penderita terus bertambah, bisa dikurangi.

Apa saja keunggulan Rheto?

Yan Mei:

Produk kami nyaman. Sertifikat Oeko-tex itu artinya bahannya friendly to the skin. Tingkat bahan kimia dibatasi sehingga tidak menimbulkan alergi atau bahkan memicu kanker karena produk ini menempel di badan. Jika kandungan kimianya banyak, bisa luntur waktu dicuci ataupun luntur ke kulit saat tubuh berkeringat. Jika lama-lama dipakai bisa berbahaya karena pori-pori kita terbuka.

Rheto unggul dari kualitas bahan yang aman, desain up to date, pengguna akan nyaman, harga kami kompetitif. Dengan fitting dan teknik jahitan yang mumpuni, kenyamanan yang diberikan akan melengkapi bonus kesehatan yang diperoleh dengan menggunakan bra tersebut. Saat ini, Rheto dijual satu set di harga Rp 125-175 ribu untuk produk berstandar internasional.

Mai Lean:

Untuk ekspor, kami menyuplai banyak merek terkenal. Buyer kami sekitar 15-20 yang tersebar di Amerika, Eropa, dan Australia. Seperti Armani, C&A, Palmers, Meidenform, dan H&M. Produk dengan kualitas yang sama dengan Rheto itu di luar negeri harganya sekitar 50 dolar (Rp 600 ribu). Padahal, itu juga produk buatan kami.

Seperti apa promosi dan penjualannya?

Martha Silalahi:

Selama beberapa tahun ke depan, kami ingin mengedukasi kaum perempuan tentang produk lingerie yang sehat. Ini tentu makan waktu tidak sebentar. Saat ini, masih banyak kaum wanita yang hanya sekadar menggunakan bra, tidak melihat dari segi kenyamanan dan kesehatannya atau bahkan dari sisi tren fesyen. Mereka baru melihat ini dari kebutuhan.

Saat ini, produk kami baru tersedia di online. Tapi, Januari ini kami sudah akan mendirikan store di Bali yang merupakan pusat underwear kelas internasional. Setelah itu, baru ke Jakarta. Kami masih waiting list di Grand Indonesia. Kami juga aktif mengikuti bazar-bazar untuk meningkatkan brand awareness.

Seperti apa rencana pengembangan bisnisnya?

Martha Silalahi:

Secara rutin, kami akan mengeluarkan produk dengan tema-tema baru. Seperti yang paling dekat adalah edisi Imlek. Produk kami tidak hanya untuk kaum perempuan, tapi juga ada untuk laki-laki mulai. Dari usia remaja hingga usia tua. Ke depan, kami juga akan melengkapi produk hingga ukuran besar untuk wanita dan pria dengan bentuk tubuh jumbo.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved