Management Editor's Choice Strategy

Google Mendorong Ekosistem Internet Indonesia

Google Mendorong Ekosistem Internet Indonesia

Rudy Ramawi, Country Head Google Indonesia adalah lulusan Teknik Sipil dari Barkeley University, California, Amerika Serikat. Setelah lulus, ia mulai bekerja di P & G. “ Saya masih ingat di dalam pekerjaan pertama itu adalah kami yang memasukkan sampo dari botol ke dalam sachet,” ujarnya.

Rudy Ramawi, Country Head Google Indonesia

Rudy Ramawi, Country Head Google Indonesia

Setelah bekerja di P&G, Rudy mencoba bekerja di dunia investasi, di perusahaan investment banking. Pekerjaan tersebut tidak lama digelutinya, hanya setahun, karena bidang tersebut, menurut Rudy, bukan jiwanya. Setelah itu ia mencoba peruntungan untuk berkecimpung di dunia musik.

“Hampir 10 tahun saya menggeluti di dunia musik dengan Sony Music. Jika ingat dengan Sheila on 7, Padi, itu zaman saya di Sony Music dulu. Setelah di Sony Music saya sempat di Malaysia 3 tahun, menjadi Country Director Wonder Music,” ungkap Rudy.

Setelah malang melintang berganti-ganti pekerjaan, pada Januari 2012, Rudy akhirnya mendapatkan pekerjaan di Google Indonesia. “Dari semua pengalaman itu, apakah itu soal pemasaran shampo ataupun memasarkan musik, ataupun acara TV, prinsipnya adalah kalau kita benar-benar mengerti dan memperhatikan konsumen, manfaat yang lain pasti ikut. Yang penting kita nomor satukan customer itu, jangan kita nomor duakan karena kepentingan yang lain,” terangnya.

Prinsip itulah yang membuat Rudy klop dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Google dari sejak awal berdirinya, dan apa yang ia ingin lakukan. Itu alasannya kenapa Rudy menerima tawaran Google pada waktu itu. “Pertama mulai, misi Google adalah tepat konsisten. Yaitu bagaimana membantu membuat segala macam iformasi menjadi lebih tertata, lebih teratur,” ungkap Rudy kepada Ferdi Julias Chandra dari SWA Online: Bisa diceritakan perjalanan karier Anda?

Saya kuliah Teknik tapi saya tidak pernah bekerja sekalipun sebagai insinyur. Saya kuliah di California, Barkeley. Setelah lulus saya mulai bekerja di perusahaan yang bernama P&G. Saya masih ingat di dalam pekerjaan pertama itu adalah kita yang memasukkan shampo dari botol ke dalam sachet. Kemudian saya setelah menjadi marketing di P&G, nyasar setahun ke dunia investasi, investment banking. Hanya bertahan setahun, karena itu memang bukan jiwa saya. Setelah itu saya hampir 10 tahun di dunia musik, dengan Sony Music. Jika ingat dengan Sheila on 7, Padi, itu zaman saya di Sony Music dulu.

Setelah di Sony Music saya sempat di Malaysia 3 tahun, menjadi Country Director Wonder Music. Itu kita banyak melakukan cross marketing antara Indonesia dan Malaysia dulu. Terus saya balik ke Malaysia, masih di industri musik, saya menjadi Country Head dan Managing Director untuk ASEAN. 10 tahun di musik, saya pindah ke industri telekomunikasi di perusahaan operator yang baru-baru ini dibeli oleh XL, yaitu Axis, “GSM yang Baik” itu.

Jadi pertama kali operator itu membangun jaringan, saya direksi di sana di bidang pemasaran, produk, dan customer service. Setelah 2 setengah tahun di situ saya pindah ke televisi, waktu itu yang terjadi adalah televisi nomor 1 di Indonesia yang sudah 18 tahun menjadi nomor 1 itu, waktu itu sempat dalam 1 tahun turun menjadi nomor 2 – 3. Jadi yang punya bilang, bisa tidak direksinya dirombak dan menjadi nomor 1 lagi. Alhamdulillah ternyata bisa kembali nomor 1 waktu itu. Jadi, saya di sana 4 tahun. Selama 2 tahun disana sebagai direktur marketing dan sales, tahun berikutnya direktur programming dan production.

Setelah itu, Januari 2012 saya di kasih satu laptop, dan itulah Google Indonesia. Dari semua pengalaman itu, apakah itu kita soal pemasaran shampo ataupun memasarkan musik, ataupun acara TV, prinsipnya adalah kalau kita benar-benar mengerti dan memperhatikan konsumen, manfaat yang lain pasti ikut. Yang penting kita nomor satukan customer itu, jangan kita nomor duakan karena kepentingan yang lain. Prinsip itulah yang membuat saya klop dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Google dari sejak awal berdirinya, dan apa yang saya ingin lakukan.

Itulah kenapa saya terima tawaran Google waktu itu. Pertama mulai, misi Google adalah tepat konsisten. Yaitu bagaimana membantu membuat segala macam informasi menjadi lebih tertata, lebih teratur. Dan bisa di akses secara universal, dengan mudah dan gratis. Sampai sekarang makanya homepage Google itu putih, polos, dan tidak ada segala macam iklan yang bertebaran di mana-mana, karena kita menomorsatukan pengguna itu. Apakah pengguna mau sepersekian detik lebih lama untuk iklan. Nilainya itu tinggi sekali.

Google=swa2

Apa posisi pertama di Google Indonesia?

Country Director Google Indonesia. Tapi itu di Google Indonesia, baru saya dan laptop saya. Jadi pelan-pelan kami rekrut timnya, dan sampai sekarang. Kami merasa belum apa-apa, masih banyak yang harus dikerjakan, selama 2 setengah tahun itu sudah banyak yang kita lakukan. Kami sudah luncurkan Youtube Indonesia, luncurkan Google Street View di Google Maps.

Anda lama di dunia musik, apa itu passion Anda?

Passion saya adalah menemukan antara suatu konten kepada pengguna yang memang mau konten itu. Jadi saya senang musik, tapi senang musik bukan berarti harus kerja di industri musik. Tapi di industri musik itulah yang mempertemukan orang yang suka dengan musik Indonesia dengan produknya. Seperti yang dilakukan Youtube sekarang. Misi Google adalah bersama-sama dengan yang lain membangun internet di Indonesia, sehingga ekosistem internet di Indonesia, benar-benar menjadi ekosistem internet Indonesia.

Tiga tahun yang lalu, kalau kita lihat isi internet di Indonesia, kita cari informasi apapun, yang keluar itu hampir pasti konten dari luar negeri. Nah, yang kita lakukan itu adalah kita bersama-sama dengan para stakeholder dalam ekosistem internet di Indonesia membangun isinya lokal konten internet Indonesia. Jadi internet Indonesia itu bisa benar-benar Indonesia.

Dalam sejarah negara manapun, yang bisa men-drive dunia online ini sehingga menjadi benar-benar Indonesia, yaitu konten lokal, sehingga yang dicari orang Indonesia keluarnya memang benar-benar konten buatan orang Indonesia. Kedua, yang men-drive konten lokal itu siapa? Apakah pemain-pemain besar? Belum tentu. Konten di internet tidak mengenal batas. Setiap hari bisa diisi oleh siapapun. Jadi yang men-drive konten lokal itu adalah pemain-pemain yang sebenarnya adalah usaha kecil dan menengah. Usaha kecil dan menengah ini hanya terbatas bisnis kecil dan menengah. Kalau misalnya baru lulus dari Universitas Kesenian Jakarta, bikin video pendek misalnya, kalau dulu kemungkinan itu diterima dan ditayangkan dengan televisi nasional itu rendah sekali.

Sekarang, kebetulan ada platform, yang kebetulan namanya Youtube, di mana si pengusaha-pengusaha kecil yang baru mulai ini punya kesempatan yang sama menunjukkan hasil karyanya tanpa ada batas negara. Jadi fungsi internet di sini adalah sebagai alat untuk menyetarakan kesempatan ekonomi selain memperluas akses informasi. Jadi, apakah pengusahanya itu adalah pengusaha kreatif atau pun misalnya pengusaha furnitur, internet itu jadi platform yang bisa menyetarakan kesempatan berekonomi bagi merek. Itu yang powerfull, itu yang mendorong saya mau untuk berkerja dengan apa yang kita kerjakan sekarang ini. Buat saya pribadi, bekerja di manapun itu nomor 2, yang penting adalah apa yang bisa saya lakukan di dalam fungsi pekerjaan tersebut.

Memang sudah tertarik bekerja di perusahaan internet global?

Bukan berarti perusahaan internet global, tapi impact apa yang bisa kita berikan dengan bekerja di dalam pekerjaan ini. Yang kita kejar bukan jabatannya kan, yang tertulis di kartu nama kita, tapi impact apa yang bisa kita lakukan dengan kita berada di situ. Saya yakin banyak sekali impact yang dapat kita berikan kepada para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia. Kita, Indonesia, adalah pengeskpor terbesar busana muslim di seluruh dunia.

Jadi, pasarnya di luar Indonesia, bukan hanya di dalam negeri, nah kalau di luar pasarnya di Indonesia, dengan platform di internet mereka punya kesempatan yang sama untuk memasarkan produk atau jasanya di luar Indonesia. Itulah yang mendorong saya setiap hari untuk bangun pagi dan pergi ke kantor.

Apa tantangannya?

Edukasi publik, bahwa internet itu bukan hanya tempat untuk bermain-main. Tiga tahun lalu, kalau kita balik lagi, dibilang bahwa sekarang jumlah pengguna internet di Indonesia ada 80 juta sampai 100 juta, akhir tahun depan katanya ada 100 juta lebih, tergantung Anda baca statistiknya di mana, karena kan beda-beda. Terlepas dari itu, tiga tahun yang lalu dikatakan ada 40 juta.

Dari 40 juta itu, yang menggunakan internet yang online secara komulatif pada jam bangun, di total ya, itu tiga jam atau lebih dalam sehari, hanya 10 juta. Sekarang, lebih dari separuh 80 juta itu online 3 jam atau lebih sehari. Kenapa itu sangat penting? Jadi dulu, kurang dari 10 juta, yaitu 8 atau 9 juta, dari 40 juta. Rasionya kurang dari seperempat. Sekarang, 40 juta dari 80 juta. Jadi yang tumbuh bukan hanya pengguna (user), tetapi yang tumbuh juga penggunaannya (usage).

Pengguna yang online tiga jam atau lebih itu perilakunya berbeda dengan orang yang hanya bermain-main di sosial media. Kita lihat, edukasi publik ini yang menjadi tantangan karena begitu dia online 3 jam atau lebih, kegiatan yang mereka lakukan di ranah online itu sudah sangat berbeda. Dia sudah mencari informasi yang sangat produktif. Bukan hanya cari hiburan, dia sudah mencari informasi yang positif. Minimal, dia sudah memiliki niat untuk melakukan kegiatan produktif, misalnya berbisnis online. Ini perilaku yang berbeda dengan 3 tahun yang lalu, dan ini sedang terjadi di Indonesia. Di tahun 2013 negara ASEAN naik, kita juga naik (secara signifikan).

Yang membuat kita melesat adalah jumlah pencarian informasi di internet, di tahun 2013 itu lebih banyak yang menggunakan platform mobile dibanding dengan platform laptop. Jadi ini sudah melewati laptop. Ini fenomena yang sangat penting, di mana perilaku orang yang di mobile dan di laptop itu beda.

Tapi tantangannya adalah pertama edukasi publik, di mana kita memanfaatkan internet itu untuk sesuatu yang positif. Itu harus tiap hari kita lakukan dari Jakarta sampai Ambon. Kita pada waktu itu benar-benar ke Ambon melakukan edukasi publik dengan para UKM misalnya. Dengan tools yang ada di internet, banyak hal psotif yang bisa dilakukan.

Kedua, yang terjadi sekarang, jumlah smartphone yang beredar di pasaran semakin meningkat dengan sangat pesat, semakin hari harganya semakin murah, bukan semakin mahal. Dengan begitu akses pertama untuk orang Indonesia adalah lewat perangkat mobile, bukan lagi lewat desktop. Generasi sekarang, pertama kali mengenal internet, dia tidak kenal PC, pertama kali itu perangkat mobile. Tapi, sekarang kenyataannya perangkat mobile sudah melewati PC. Tantangannya adalah, karena handphone murah itu menjamur dengan berbagai macam versinya, orang yang beli handphone di bawah Rp 400 sampai Rp 500 ribu, dengan orang yang membeli handphone Rp3 juta ke atas, itu user experience-nya sangat berbeda.

Yang membeli handphone lebih murah, itu dia tidak dapat update software, sehingga yang dia alami adalah menggunakan aplikasi-aplikasi yang lama, sedangkan orang yang mempunyai kemampuan ekonomi untuk membeli handphone yang lebih premium, dia punya operating system yang paling upgrade, dan punya pengalaman berinternet di smartphone itu lebih kaya dibanding dengan yang baru ini. Menurut kita, itu tidak benar. Seharusnya, pengalamannya jangan sampai jomplang.

Nah, usaha kita yang terjadi beberapa minggu yang lalu, Google meluncurkan namanya Android One di India. Itu bukan perangkat, Android One itu adalah bahwa yang kita coba lakukan agar pengalaman pengguna internet di perangkat mobile rata-rata bisa terangkat standarnya. Sehingga mereka bisa merasakan menggunakan smartphone yang lebih dari sekedar chatting, berkomunikasi. Itu jadi lebih banyak manfaatnya smartphone ini. Selain social media itu bisa bertransaksi, e-commerce, maps, menonton video.

Banyak orang yang membeli smartphone hanya untuk chatting dan sosial media. Dengan Android One ini mereka dapat menggunakan hal-hal yang lebih. Jadi yang pertama edukasi publik, yang kedua adalah user experience, yang mengangkat pengalaman berinternet terutama di platform mobile.

Apa efek dari pertumbuhan internet tadi? Apakah akan ada efek negatifnya juga?

Akses informasi yang semakin cepat dan luas itu sangat berguna kepada masyarakat kita untuk membuat pilihan yang lebih terdidik. Coba bayangkan misalnya kalau dulu kita banyak mendapat informasi yang satu arah, apakah itu dari media-media tradisional seperti billboard, kemudian iklan atau berita di televisi, itu semua satu arah, dan itu semua adalah informasi yang sudah diedit, disaring.

Dengan apa yang terjadi sekarang, akses informasi itu, bedanyanya adalah, dulu itu pengguna itu pasif. Dia duduk atau sedang di jalan mengkonsumsi informasi itu secara pasif. Perbedaan secara prinsip adalah, sekarang ini pengguna yang menjadi aktif, pengguna yang memilih sendiri, informasi apa yang mau dia lihat, baca, atau tonton. Ini perbedaan yang sangat prinsip. Artinya, kita menyerahkan pilihan kepada masyarakat.

Apa yang terjadi? Nah pengguna dapat memilih, dia bisa mengonsumsi informasi yang untuk kebutuhannya dia. Mulai dari segala macam. Jadi dia punya pilihan untuk mengonsumsi informasi yang baik atau kurang baik. Di sinilah edukasi publik itu diperlukan. Sejalan dengan pertumbuhan ini, semua pihak, termasuk kami semua sebagai stakeholder-nya ekosistem internet di Indonesia, ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua stakeholder, termasuk media untuk memberitahukan kepada masyarakat.

Ketika penggunaan internet semakin berkembang, kita harus menjadi katalis, harus menjadi penggerak. Semua penggiat konten yang bagus, yang positif, harus kita dahulukan supaya arus informasi yang dicari orang semakin relevan, sehingga ketika orang melihat dan mencari topik tertentu, keluarnya memang bagus. Itu cara paling efektif karena tidak ada batasan di dalam internet.

Jadi arus positif harus kita dorong terus sehingga arus negatif menjadi kalah. Kita negara keempat dengan populasi terbesar di dunia. Tetapi jika kita urutkan, isi internet kita yang bisa diindex, yang porsinya Indonesia, harus banyak yang kita isi. Dengan jumlah penduduknya, harusnya kita bisa nomor 4 minimal di dunia. Kita masih jauh.

Apa target tahun ini?

Kita di sini untuk bersama-sama mendorong perkembangan ekosistem internet Indonesia. Kalau target, kita selalu melihat dari apa perkembangan informasi yang dicari oleh para pengguna internet di Indonesia dalam format apapun, pencarian di google search atau di Youtube. Peningkatannya pesat sekali. Kita ini bangsa paling penasaran, di Asia kita bangsa paling penasaran. Target itu kita kejar setiap hari, jadi masih banyak yang harus kita isi, dan kita punya platform-nya.

Yang kita bisa lakukan adalah merangkul para pengisi konten untuk segera dalam masa pertumbuhan ini kita isi sebanyak mungkin. Kalau dibilang target, dalam 6 bulan di Indonesia kita sudah meluncurkan Youtube Indonesia. Kalau ditanya, apakah saya menargetkan dalam 6 bulan dari Januari 2012 sampai Juni 2012 itu harus launch Youtube? Waktu itu saya tidak berani untuk menargetkan itu. Tapi memang waktu itu kita lihat sudah waktunya kita launched Youtube sehingga para penggiat konten dapat memproduksi konten kemudian dapat menghasilkan pemasukan bagi mereka.

Uniknya, kerja di Google itu adalah, target bukan sesuatu yang kita buat untuk kita capai. Artinya gini, di awal tahun kita duduk dan bilang, di awal bulan apa yang bisa kita capai dan di akhir tahun apa yang bisa kita capai. Dalam 2 minggu atau 1 bulan, begitu berjalan, begitu kita lihat spertinya bisa lebih dari itu, ataupun perlu ubah targetnya, itu kita ubah. Sangat fleksibel. Itu yang membuat perusahaan menjadi inovator secara terus menerus. Jadi kita tidak membenarkan dengan apa yang kita lakukan sendiri, tetapi cari kesalahannya. Kalau itu dibuat target, target itu sangat sering berubah. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved