Management Strategy

Gubernur BI: Pertumbuhan Ekonomi Belum Menggembirakan

Gubernur BI: Pertumbuhan Ekonomi Belum Menggembirakan

Bank Indonesia menyatakan laju pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan II-2015 belum terlalu menggembirakan. Dia memberi bocoran kalau ekonomi masih tumbuh relatif hampir sama dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya.

“Kami lihat (pertumbuhan ekonomi triwulan II) tidak terlalu baik, kurang lebih seperti Q1 (4,71 persen),” ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu malam (8/7/2015).

Untuk itulah, pemerintah dan semua stakeholder yang terkait mesti berjuang keras, mengupayakan ekonomi melaju kencang pada paruh kedua tahun ini. Agus masih punya harapan ekonomi akan tumbuh tinggi di sisa enam bulan mendatang.

“Tentu kita harus bisa kejar itu. Kalau nanti kan (semester II) andalan utamanya spending pemerintah, investasi, dan konsumsi domestik. Itu semua harus di-push. Kalau seandainya di triwulan dua belum menggembirakan, tentu di semester dua harus lebih tinggi,” kata dia.

gubernur BI

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo (Foto: IST)

Menurut dia, Bank Indonesia sebagai pengawal inflasi dan nilai tukar masih punya keyakinan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2015 masih di kisaran 5-5,4%. Dengan catatan, ekonomi pada semester kedua bisa tumbuh tinggi.

“Kami memprediksi 5-5,4 persen, tapi ya bias ke bawah. Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan ekonomi semester dua supaya sepanjang tahun bisa mencapai 5-5,4 persen,” ujar Agus.

Baru-baru ini, Bank Dunia (World Bank) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 dari 5,2% menjadi 4,7% karena dampak dari reformasi struktural yang dilakukan pemerintahan baru belum terlihat sepenuhnya.

Bank Pembangunan Asia (ADB) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,5 persen menjadi 5 persen. Kondisi yang kurang mendukung seperti rendahnya harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan investasi juga terus menekan sehingga ekonomi Indonesia maju perlahan.

Ekonomi RI belum bisa melepaskan diri dari tekanan eksternal, misalnya dampak kebijakan normalisasi kebijakan suku bunga acuan The Fed (Bank Sentral AS) serta perlambatan ekonomi di Tiongkok.

Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 yang hanya tercatat 4,71 persen, atau merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009, akibat konsumsi rumah tangga dan investasi yang ikut mengalami kontraksi.

Menurut Agus, perlambatan ekonomi di Tiongkok harus mendapat perhatian. Ekonomi RI terkait erat karena permintaan ekspor, seperti komoditas paling besar dari negara pimpinan Xi Jinping tersebut. “Ekonomi Tiongkok juga terkait erat dengan negara-negara lainnya. Risiko interconnected ini yang kami waspadai,” kata Agus.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved