Management Editor's Choice

Gubernur Joko Widodo: DKI Jakarta Memperhatikan Usaha Kecil Supaya yang Besar Tenang

Gubernur Joko Widodo: DKI Jakarta Memperhatikan Usaha Kecil Supaya yang Besar Tenang

Seiring makin teriknya matahari, teriakan pengemudi metromini yang berunjuk rasa di pagar Balai Kota makin nyaring. Dengan cepat, Jalan Medan Merdeka Selatan tenggelam dalam macet.

Jokowi-1

Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang lebih dikenal dengan nama Jokowi, pun mengadakan pertemuan dengan Ketua Organda DKI Jakarta. Dari dalam ruang kerja Jokowi yang bernuansa cokelat, kedua belah pihak mengamati Jalan Medan Merdeka Selatan lewat CCTV sambil berembug.

Untunglah usai rapat, Jokowi menyempatkan diri berdiskusi dengan SWA seputar visinya untuk pertumbuhan ekonomi dan usaha di Jakarta. Memang ia tak berapi-api kalau bicara. Tapi, kalimat-kalimatnya berisi cara pandang yang transformatif. Jokowi yakin, insentif untuk menstimulasi pertumbuhan UMKM tidak terbatas pada nilai uang, tapi lebih efektif setelah diperluas menjadi pemerolehan izin dan ruang yang legal untuk usaha.

Ditingkahi gemericik air dari kolam di samping meja kerjanya, Jokowi menguraikan bagaimana ia mengusung prinsip keseimbangan untuk membangun Jakarta menjadi kota bisnis terbaik. Uniknya, ia tidak memilih memperketat regulasi untuk usaha skala besar, tetapi melindungi UMKM dengan memberi perhatian.

Tapi, apakah selanjutnya terserah mekanisme pasar? Nyatanya, Jakarta masih duduk di posisi ke-10 Survei Kota Kabupaten Bisnis Terbaik. Akan menjadi kota bisnis macam apa dia di tangan Jokowi? Kepada Rosa Sekar Mangalandum, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memaparkannya.

DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu menempati urutan ke-10 dalam survei Best Cities For Business yang dilakukan Majalah SWA tahun ini. Bagaimana tanggapan Anda?

Jokowi-3Memang butuh perbaikan total untuk menuju ke sebuah kota bisnis terbaik. Memang arah kami ke sana, baik dalam proses pelayanan, izin bisnis.

Dalam tiga bulan ini, akan kami selesaikan agar kita punya pelayanan terpadu satu pintu yang jelas selesai waktunya berapa hari, jelas dibayarnya berapa rupiah, dan jelas juga syarat-syaratnya sehingga kecepatan pelayanan itu akan direspons positif oleh investor. Sekarang, memang ruwetnya setengah mati. Lamanya setengah mati. Izin bisa satu tahun. Ada yang bisa dua tahun. Waduh.

Tapi, kalau sudah diperbaiki akan berubah saya kira. Persepsi, citra akan berubah. Dan karena kami punya infrastruktur yang siap, ini yang akan mendorong pergerakan ekonomi Jakarta.

Potensi Jakarta gede sekali. Tapi, harus ada sebuah bisnis pokok yang harus dikonsentrasikan. Supaya pekerjaan tidak terpecah-pecah.

Apa sektor usaha yang tumbuh paling subur di Jakarta?

Ya, jasa dan perdagangan, kan. Karena di Jakarta, kami tidak mempunyai sumber daya alam. Ya, memang ke situ (jasa). Saya kira, prospek ekonomi, terutama di sektor properti, sampai 10 tahun ke depan masih sangat bagus. Asalkan, yang pertama, monorel dan MRT (mass rapid transportation) jadi. Kemudian bisa membebaskan Jakarta dari banjir. Wah, properti di Jakarta akan meroket nanti.

Artinya, itu berpengaruh, selain masalah pelayanan, perizinan, dan kesiapan infrastruktur. Itu sangat berpengaruh terhadap prospek bisnis di Jakarta.

Industri dan pabrik makin bergeser ke kota-kota penyangga. Apakah ini mengurangi “potongan kue ekonomi” untuk Jakarta?

Ndak. Kerja sama kan, sudah ada. Hanya dalam hal bisnis yang belum ada secara konkret. Tapi, kota-kota industri sudah bergerak di kanan-kiri Jakarta.

Sampai kapan sih, usahawan di Jakarta mesti bergulat dengan masalah klise banjir dan kemacetan?

Itu sudah puluhan tahun juga enggak rampung-rampung. Masa’ saya baru hitungan bulan saja sudah ditagih. Ha ha ha.

Paling tidak, monorel sudah diputuskan untuk dimulai. Dan 3,5 tahun lagi rampung. MRT-nya 5-6 tahun lagi juga rampung. Harapan itu kan, ada. Sehingga bisa mengurai kemacetan.

Nanti kalau busway selesai, monorel sudah selesai, MRT selesai, kemudian dibarengi dengan kebijakan genap ganjil― ada kebijakan lagi, pajak parkir tinggi, electronic road pricing atau jalan yang berbayar ― nah, baru kemacetan menjadi sangat berkurang atau tidak ada. Dan kalau infrastruktur sudah siap, prospek bisnisnya akan jadi sangat baik. Sangat baik.

Apa yang Anda lakukan hingga animo berbisnis di Jakarta meninggi meski masa kepemimpinan Anda baru 10 bulan?

Ini hanya masalah kepercayaan. Bisnis kan, masalah kepercayaan. Mengapa (usahawan) berbondong-bondong ke Jakarta? Mereka melihat. Meskipun pelayanan dan perizinan masih belum (beres), infrastruktur MRT juga baru dimulai, mereka melihat sebuah prospek. Mereka melihat harapan bahwa di sini, bisnis mereka akan menjadi “boom”. Akan menjadi baik.

Jangan-jangan karena Jakarta berpredikat sebagai pusat pemerintahan saja.

Tidak juga. Itu timbul karena kepercayaan bahwa masalah-masalah (banjir, kemacetan, infrastruktur) itu memang bisa diselesaikan oleh pemerintah provinsi DKI.

Apa pun itu, orang melihat, Jakarta punya prospek. Sehingga mereka berbondong-bondong ke Jakarta. Predikat sebagai pusat pemerintahan itu berpengaruh.

Tetapi, menurut saya, kepercayaanlah yang berpengaruh dalam dunia bisnis. Sekarang mereka percaya bahwa masalah macet dan banjir bisa diselesaikan meskipun masih perlu waktu.

Apa yang Anda lakukan untuk menjaga kepercayaan itu, supaya makin banyak usahawan merekomendasikan Jakarta tahun depan?

Betul-betul, real, konkret laksanakan. Kalaupun belum selesai, kemajuannya kelihatan setiap tahun. Perbaikannya kelihatan setiap tahun sehingga harapan usahawan agar infrastruktur dan pelayanan membaik secara kasatmata terlihat oleh masyarakat bisnis.

Menurut saya, yang paling penting, membangun brand. Jakarta sebagai kota bisnis apa? Ini sedang kami proses. Apakah sebagai kota festival, karnaval, atau kota busana Muslim? Menurut saya, arahnya ke budaya. Ini dikarenakan potensi Indonesia yang mempunyai 500 kota dan kabupaten. Namun, (pemilihan brand) harus lewat survei dan studi tersendiri.

Jokowi-2

Ini termasuk membuat kawasan ekonomi khusus di Marunda nantinya. Itu juga sama. Akan diarahkan ke mana? Baru akan ketemu setelah survei. Harus diarahkan. Jangan sampai campur-campur. Sehingga itu membedakan Jakarta dengan kota-kota bisnis lain di dunia nanti.

Setelah brand ketemu, langkah berikutnya promosi kota. Kalau tidak dipromosikan, bagaimana orang bisa tahu?

Untuk menambah nilai investasi yang masuk, apakah Anda melobi investor juga?

Kalau saya, tidak perlu lobi. Kalau infrastruktur siap, perizinan dibenahi, saya kira, mereka akan berdatangan.

Nanti setelah itu rampung, baru dilakukan promosi untuk investasi, untuk pariwisata. Promosi-promosi kota memang diperlukan.

Artinya, itu gebrakan Anda untuk menarik lebih banyak investor?

Ya. Pelayanan, perizinan, infrastruktur, kemudian promosi-promosi kota.

Bagaimana Anda mau memperbaharui prosedur perizinan? Kalau boleh menyebut kota lain, Makassar sudah berani menjamin, izin usaha bisa keluar hanya dalam 3 hari.

Di Jakarta pun sama. Juga bisa.

Saya hanya ingin mengubah pola lama menjadi pola baru. Dari tradisi lama ke tradisi baru. Bisa. SDM kita juga pintar-pintar. Ini hanya masalah membangun sebuah sistem.

Sejauh apa kesiapan prosedur pendirian usaha di Jakarta?

Dalam tiga bulan ini, akan kami rampungkan semuanya. Kantor-kantor sudah siap semua. Fasilitas sudah semua. Tapi, sistemnya yang belum kami bangun.

Misalnya, Tanda Daftar Proyek dua hari. Harus selesai dua hari. Kepastian itu yang sekarang sedang disiapkan. Biayanya jelas. Target waktu selesainya izin jelas. Kalau ada kekurangan, jelas pengaduannya ke mana.

Luas Jakarta tak bertambah. Tapi, gedung-gedung bisnis perlu bertambah. Sudah adakah regulasi tertentu untuk menjaga kesesuaiannya dengan tata ruang?

Rencana Tata Ruang Wilayah sudah ada. Sebentar lagi, rencana detail tata ruang akan kita punyai. Kami sangat ketat kok. Berapa maksimal Koefisien Lantai Bangunan, misalnya? Ya sudah, ikuti itu saja.

Dalam hal perpajakan, Anda memilih mendirikan sistem online. Seperti apa ekosistem bisnis yang Anda tuju lewat langkah berani ini?

Supaya tidak banyak yang bocor. Ini manajemen kontrol. Pajak online untuk hotel, restoran, tempat hiburan, parkir, semuanya online. Maka, tidak banyak yang bocor. Artinya, pendapatan APBD akan bertambah. Penggarapan infrastruktur bisa lebih cepat, sedangkan infrastruktur yang sudah ada akan lebih baik.

Usahawan yang disurvei memberi masukan pula dalam hal pengawasan pajak. Apakah transparansinya di Jakarta sudah bisa diakses sampai ke usahawan skala kecil?

Transparansi sudah kami buka sejak Januari lalu. APBD sudah dibuat poster dan ditempel di kelurahan, kecamatan. Bisa dibuka di web sampai detail. Ada semuanya. Dunia mana yang berani ngomong seperti itu? Sudah sangat transparan. Artinya, masyarakat bisa melakukan kontrol.

Apa langkah pemprov menstimulus perkembangan UMKM?

Izin usaha digratiskan. Kami aktif memberikan izin-izin itu pada UMKM.

Ada juga 23 lokasi kantong PKL dan pasar yang kami rampungkan. Tahun ini selesai.

Tahun ini juga, kami mencoba membuat Kaki Lima Night Market. Dua bulan lagi rampung kami buat di depan (balai kota) sini.

Mereka harus dibawa pada proses-proses high-tech. Yang saya maksud, menggunakan pemasaran online meskipun berskala kecil.

Artinya, kami juga memberikan perhatian untuk yang kecil-kecil. Harus diberi perhatian khusus. Yang besar-besar itu sudah langsung bisa mandiri kalau melihat peluang.

Dalam bentuk insentif, apa yang diberikan?

Memberikan insentif dalam bentuk pemberian izin, kesempatan, ruang, tempat yang legal untuk mengembangkan usaha. Misalnya Kaki Lima Night Market itu tadi.

Mengikuti mekanisme pasar tidak apa-apa. Tetapi, suntikan untuk yang kecil-kecil diberikan. Yang diperlukan itu saja. Proteksinya dalam bentuk sebuah perhatian, memberikan ruang. Mereka bisa punya skala bisnis yang kuat.

Bagaimana dengan kemudahan kredit usaha?

Itu urusan bank. Saya tidak ingin mengintervensi, hanya memberikan visi pada bank daerah untuk mengalokasikan (kredit) sebesar-besarnya untuk UMKM kami. Masuk lebih banyak ke perbankan ritel, bukan ke korporasi.

Bagaimana Anda menghadapi perusahaan PMA yang tak kalah agresif memasuki Jakarta?

Melihat keadaan sekarang, pengusaha lokal kita menang kok. Mereka lebih fleksibel karena sudah menguasai medan dan masalahnya. Lebih lincah bergerak ke sana kemari.

Biasanya yang diambil PMA adalah bisnis-bisnis besar yang belum siap kami masuki sendiri, misalnya monorel, MRT. Nanti kalau sudah punya pengalaman, bisa saja di kota lain, yang mengerjakan perusahaan nasional kita.

Apa yang menjadi tantangan sejauh ini?

Enggak ada. Ini kemauan saja. Mau enggak? Niat enggak? Ya sudah. Bisa.

Kalau begitu, apa hal besar yang Anda hadapi?

Kalau [usaha] yang kecil-kecil ini diperhatikan, yang gede-gede juga akan lebih tenang, lebih dingin untuk mengembangkan usahanya. Tapi, kalau yang besar melesat meninggalkan yang kecil, akan timbul kecemburuan sosial ekonomi. Itu berbahaya bagi sebuah kota. Selain monorel, MRT, mengatasi banjir, inilah yang harus diselesaikan.

Dalam lima tahun kepemimpinan Anda, kita akan melihat Jakarta tumbuh menjadi kota bisnis macam apa?

Sebuah kota bisnis dengan segmentasi yang mengandalkan SDM bermutu tinggi dan high-tech. Berkembang pada bisnis-bisnis yang berorientasi pada high-tech meskipun UKM. Juga berkembang pada SDM bermutu tinggi sehingga bukan padat karya lagi.

Kota untuk semuanya. Oleh sebab itu, harus diberi keseimbangan. Yang besar, ada peluang, silakan. Yang menengah juga punya peluang. Yang kecil-kecil diperhatikan. Akhirnya ada sebuah keseimbangan.

Peran pemerintah memang di situ. Jangan sampai yang satu meloncat sendiri, yang kecil juga harus segera bergerak naik. Sehingga ada pemerataan. §


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved