Management Strategy

Hari Pers Nasional 2016: Menjadi Media Terpercaya dan Menggugah Optimisme

Hari Pers Nasional 2016: Menjadi Media Terpercaya dan Menggugah Optimisme

Forum Pemimpin Redaksi mendukung sepenuhnya peringatan Hari Pers Nasional 2016, yang puncak acaranya diselenggarakan pada 9 Februari di Kawasan Ekonomi Khusus, Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Forum Pemred juga ikut menyongsong tema ‘Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara’. Forum ini menyampaikan apresiasi sebesarnya kepada masyarakat Nusa Tenggara Barat yang menjadi tuan rumah dan ikut menyemarakkan rangkaian kegiatan Hari Pers tahun ini.

Sesungguhnya pers Indonesia merupakan bagian dari bangsa, karena ia adalah cerminan dari komunitas di mana ia berkecimpung, dan tidak akan berarti tanpa kepercayaan dari masyarakat di mana ia bergerak. Dinamika yang tersinergi antara komponen pers, kelompok masyarakat dan berbagai instansi dalam penyelenggaraan Hari Pers di Mataram ini dapat menjadi acuan akan kolaborasi yang langgeng dalam kemajuan bernegara.

Presiden Jokowi menerima cindera mata buku dari Ketua Umum PWI Margiono, disaksikan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (foto: www.presidenri.go.id)

Presiden Jokowi menerima cindera mata buku dari Ketua Umum PWI Margiono, disaksikan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (foto: www.presidenri.go.id)

Kerja sama yang terjalin ini menyiratkan pentingnya setiap elemen bangsa untuk memahami, menghormati serta mengamalkan peran masing-masing dalam kehidupan berbangsa. Masyarakat hendaknya paham akan kedudukan pers dalam mendidik dan menyemarakkan berbagai aspek kehidupan. Pemerintah pun harus sadar bahwa tanpa pers yang independen, demokrasi di Indonesia akan semu, pincang dan condong menjadi otoriter.

Di era digital yang deras dengan arus informasi yang beragam, peran pers yang bertanggung jawab kian menjadi sorotan, bahkan dibutuhkan. Para profesional di bidang pers dituntut menjunjung profesionalisme yang lebih tinggi, etika yang lebih luhur dan kemampuan jurnalistik yang kian mumpuni.

Pewarta tidak memiliki monopoli terhadap kebenaran hanya karena bermodalkan kartu pers. Pada akhirnya masyarakat Indonesia yang kian melek akan peran pers akan menilai sendiri kualitas dan keabsahan produk jurnalistik yang dihasilkan. “Kami yakin bahwa perangkat dan standar yang kini menjadi acuan – kode etik pers, standar praktek jurnalistik, Undang-undang Pers, lembaga Dewan Pers, serta berbagai institusi pendidikan jurnalistik yang ada – cukup menjadi landasan untuk berkembangnya profesionalisme dalam industri pers,” ujar Tommy Suryopratomo, Ketua Forum Pemred.

Penghayatan dan pengamalan terhadap kode etik dan standar praktik pers tersebut menjadi acuan profesionalisme seorang wartawan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, Forum Pemred mengajak seluruh insan pers Indonesia untuk tidak saja menjaga profesionalisme, tapi juga meningkatkan jati diri sebagai pewarta Indonesia.

Tidak cukup lagi seorang pewarta berdalih dalam ‘cover both sides’ dengan mendapatkan kutipan dan informasi guna penegasan, pengesahan atau pembenaran suatu berita. Kini setiap produk jurnalistik hendaknya melalui proses yang lebih dalam, dengan pemeriksaan tentang kebenaran laporan dan pernyataan sebelum disampaikan ke publik.

Dengan kata lain, Forum Pemred mendorong pewarta Indonesia dalam menjalankan tugasnya bergerak dari sekadar konfirmasi menjadi verifikasi. Dan lebih dari itu, mereka juga diharapkan dapat menghadirkan berita yang mendorong adanya pemahaman masyarakat yang lebih konstruktif serta dapat mengambil pembelajaran dari suatu berita. Hanya dengan cara inilah pers Indonesia yang selalu mengawal bangsa dalam setiap liku kehidupannya akan tetap relevan dan menjaga kepercayaan publik yang menjadi syarat mutlak dalam eksistensinya.

Pernyataan sikap Forum Pemred ini secara garis besar sejalan dengan pandangan Presiden Joko Widodo pada sambutannya di acara puncak Hari Pers Nasional, bahwa narasi yang dikembangkan pers semestinya adalah yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Menurut Presiden, media perlu untuk membangun optimisme publik. “Membangun produktivitas masyarakat, bukan sebaliknya membuat kita menjadi pesimis,” kata Presiden, menganjurkan.

Narasi yang demikian penting untuk dikembangkan mengingat pers memiliki peran dalam pembentukan karakter dan moralitas. Bagaimanapun dengan penetrasi dan akses yang dimilikinya, pers dapat mempengaruhi wacana seperti apa yang akan tercipta di berbagai ruang publik.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved