Management Strategy

IBEX 2013, Siap Hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN

IBEX 2013, Siap Hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN

Untuk yang ke-3 kalinya Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) kembali menggelar perhelatan “Indonesia Banking Expo 2013” (IBEX 2013) pada tanggal 23 – 25 Mei 2012 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Temanya ”Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing Menghadapi Era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)“.

“Pemilihan tema didasari oleh pemikiran bahwa dalam dua tahun ke depan masyarakat ASEAN akan berhimpun dalam satu pasar tunggal yang terintegrasi, yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN,” kata Sigit Pramono, Ketua Perbanas yang juga Ketua Panitia Penyelenggara IBEX 2013.

Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan pemberlakuan MEA 2015 ini adalah siapkah pelaku usaha nasional menghadapinya? Ini lantaran MEA memberikan peluang yang harus diraih sekaligus tantangan yang harus dihadapi. Spiritnya tentu saja siap atau tidak siap pengusaha nasional, termasuk pelaku usaha perbankan, harus bersiap menyongsong diberlakukannya MEA mulai awal tahun 2016 bagi pelaku dunia usaha (sektor riil) dan mulai awal 2020 bagi pelaku usaha sektor keuangan, termasuk perbankan.

Menurut Sigit, jika menilik perkembangan indikator makroekonomi dalam dua-tiga tahun terakhir yang memberikan sinyal cukup baik, maka harusnya pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha nasional, telah siap menyambut MEA 2015 nanti. Pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir berada di atas 6%, sementara laju inflasi berada di bawah 5% yang menandai pengelolaan makroekonomi, moneter dan fiskal yang prudent.

Semakin rendahnya inflasi tentu memberikan ruang bagi penurunan suku bunga acuan atau BI Rate. Pada Oktober 2008, BI Rate masih berada pada level 9,5% dan pada saat ini telah mencapai 5,75% atau bertahan selama 14 bulan terakhir. Kecenderungan menurunnya inflasi dan suku bunga acuan di Indonesia tersebut diharapkan akan berlanjut sehingga pada gilirannya akan sejajar dengan beberapa negara utama ASEAN. Apabila kondisi ini dapat dicapai, maka akan memberikan daya dukung bagi peningkatan daya saing perekonomian secara makro dan juga daya saing perbankan nasional.

Peningkatan daya saing yang dicapai dalam perekonomian makro, juga diharapkan terjadi sektor mikro, khususnya melalui peningkatan daya saing lembaga keuangan dan dunia usaha di nasional. Perbaikan daya saing di sektor mikro ini sangat relevan dengan adanya rencana integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan integrasi sektor keuangan pada tahun 2020.

Rencana integrasi sektor keuangan ASEAN ini membawa arti penting bagi perbankan nasional mengingat integrasi keuangan akan dimulai dengan integrasi sektor perbankan. Sebagaimana diketahui, rencana integrasi sektor perbankan tersebut disikapi oleh negara-negara ASEAN dengan membentuk ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Framework ini akan membuka peluang dan kesempatan bagi perbankan negara-negara ASEAN untuk memperluas wilayah operasionalnya dan memperluas pasarnya.

Namun, framework tersebut juga mensyaratkan setidaknya empat hal penting, yaitu (i) terciptanya harmonisasi regulasi prudensial, (ii) kesiapan infrastruktur stabilitas sistem keuangan, (iii) capacity building bagi negara ASEAN yang relatif tertinggal, dan (iv) kesepakatan terhadap kriteria Qualified ASEAN Banks (QAB).

Bagi industri perbankan Indonesia, berlakunya framework tersebut akan memberikan peluang sekaligus tantangan. Dari perspektif regulasi, otoritas atau regulator sektor keuangan tentu harus melakukan harmonisasi ketentuan atau peraturan agar selaras dengan ketentuan di negara-negara lain di kawasan ASEAN.

“Dari perspektif pelaku usaha, mereka dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian standar yang berlaku di dunia perdagangan dan investasi. Ini karena MEA memberikan dampak langsung ke dalam arus barang, jasa, orang dan modal. Untuk itulah dalam IBEX 2013 ini telah dipersiapkan beberapa aktivitas seperti seminar, diskusi panel ahli, pameran atau expo dan kontes kesenian,” jelas Sigit.

Dalam kegiatan seminar, diangkat empat tema, yakni “Kesiapan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan Asia Tenggara dalam Menghadapi Era MEA”; “Peran MEA dalam Mendukung Perdagangan & Investasi di Kawasan Asia Tenggara; “Kesiapan Sektor Keuangan dan Perbankan Nasional dalam Menghadapi Era MEA”; dan “Inovasi Teknologi untuk Mendukung Kesiapan Perbankan Terhadap Gelombang Perdagangan Bebas dalam MEA”.

Sementara dalam diskusi panel ahli, subtema yang dibahas adalah “Regulatory Competitiveness dalam Menghadapi Era MEA”, “Talent Management Implications to be Ready for 2015”; “Peran Perbankan dalam Mendorong UMKM dan Creativepreneurship dalam Menghadapi MEA”; “Inovasi Teknologi Untuk Mendukung Kesiapan Perbankan dalam Menghadapi Gempuran Perdagangan Bebas”; “Enabling Indonesia Uniqueness to Bring Competitive Advantage of Islamic Banking”; dan “Kesiapan Perbankan Daerah Menghadapi MEA 2015”.

Terkait dengan itu, dihadirkan pembicara dan narasumber baik sebagai pembicara kunci, pembicara, pembahas maupun moderator dari berbagai kalangan dan latar belakang. Mereka semua terdiri dari unsur pemerintahan, otoritas/regulator, pelaku industri keuangan/perbankan dan sektor riil, asosiasi industri, akademisi dan pelaku lembaga pendidikan, dan para wirausaha baik dari dalam maupun luar negeri.

Melalui IBEX 2013 ini diharapkan mampu menjadi sebuah sarana untuk membuka wawasan bagi pelaku usaha nasional, khususnya pelaku usaha sektor perbankan– maupun otoritas atau regulator untuk dapat mengetahui dan mengukur kesiapan masing-masing. Pada akhirnya dengan persiapan dan kesiapan yang baik, Indonesia akan dapat memetik manfaat yang optimal dari MEA 2015 nanti. sehingga Indonesia akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, mengingat pasar Indonesia yang luas yang akan menjadi incaran para produsen negara-negara lain di ASEAN.

Dalam industri perbankan, sebagai contoh, sejauh ini kontribusi perbankan dapat diukur dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB). Faktanya, rasio kredit terhadap PDB di Indonesia masih relative rendah, yakni hanya berkisar 30 persen saja, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Thailand yang 90 persen dan Malaysia yang 116 persen.

Rendahnya rasio kredit perbankan terhadap PDB seharusnya membuka peluang besar bagi perbankan nasional dalam pembiayaan perekonomian nasional. Untuk diketahui, populasi Indonesia mencapai 40 persen dari total populasi ASEAN yang berjumlah hampir 600 juta jiwa. Itulah sebabnya ada yang mengatakan bahwa komunitas ASEAN ini seperti halnya “Greater Indonesia”.

Dengan populasi terbesar di ASEAN, dengan jumlah usia produktif terbanyak, dan dengan masyarakat menengahnya yang terus tumbuh, maka Indonesia adalah pasar yang amat menggiurkan. Dengan posisi Indonesia sebagai pasar terbesar di kawasan, maka pengusaha nasional harus bisa menjadikan hal ini agar menjadi aset, bukannya sebagai beban.

Dalam pelaksanaan IBEX 2013 ini melibatkan lebih dari 100 peserta seminar, diskusi panel ahli dan expo yang terdiri dari unsur pemerintahan, regulator/otoritas keuangan, komunitas perbankan, pelaku dunia usaha, akademisi, rekanan industri perbankan, konsultan, dan para pelaku UKM kreatif.

“Kami berharap, selain bertujuan untuk membuka wawasan guna memperkuat keunggulan pelaku perbankan nasional di Indonesia, diharapkan pula dapat membuka komunikasi antara palaku perbankan, regulator dan pihak-pihak terkait, sehingga dapat menghasilkan langkah-langkah konkrit bersama, demi kemajuan perekonomian Indonesia serta kesejahteraan masyarakat”, ungkap Sigit. Selain hal tersebut, dia mengharapkan melalui IBEX 2013 dapat melihat bagaimana posisi MEA dan Indonesia khususnya di tengah persaingan kekuatan ekonomi global. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved