Management Strategy

Indokom Samudera Dibelit Keterbatasan Infrastruktur

Indokom Samudera Dibelit Keterbatasan Infrastruktur

Pulau Jawa memang masih menjadi surga untuk kalangan pengusaha. Tak terkecuali pebisnis perikanan budidaya. Itulah kenapa para pengusaha jarang yang melirik wilayah lain, seperti Lampung. PT Indokom Samudera Persada memulai bisnis budidaya udang sejak 2005 silam dengan segala keterbatasan. Infrastruktur jalan yang kurang memadai dan pasokan listrik yang naik-turun tak mematahkan semangat juang dua bersaudara, Usman Saleh dan Saimi Saleh.

Rian Yonada Usman, Vice President PT Indokom Samudera Persada

Rian Yonada Usman, Vice President PT Indokom Samudera Persada

Pandangan mereka jauh ke depan. Indonesia tak hanya punya keunggulan di sektor kelautan, tetapi juga punya potensi perikanan darat yang mengagumkan. Dengan luas daratan 1,9 juta km2 atau setara 190 juta hektar, sekitar 54 juta hektar diantaranya perairan tawar yang terdiri atas dana, waduk, sungai, serta rawa. Dari wilayah sebesar itu, baru 16% yang dimanfaatkan untuk perikanan budidaya.

“Potensinya sangat besar. Kami yakin Indonesia akan menjadi negara yang berdaya saing tinggi di bidang perikanan. Dengan catatan, pemerintah mendukung dari sisi infrastruktur energi dan jalan,” kata Vice President Indokom Rian Yonada Usman kepada SWA.

Di Lampung, lanjut dia, suplai listrik masih bermasalah. Setiap harinya, ada pemadaman listrik untuk industri rata-rata sekitar tiga jam. Pabrik udang olahan yang menggunakan cold storage mesti menyiapkan genset yang tentu saja menambah biaya produksi. Itu belum termasuk kebijakan dari PLN daerah setempat yang tidak mengizinkan pemasangan baru di atas 50 kVA. Padahal, untuk operasional cold storage membutuhkan daya listrik minimal 1.000 kVA.

“Sehingga, kami tidak bisa mengembangkan usaha yang lebih besar. Belum lagi soal logistik. Jalan-jalan di kawasan industri di Lampung benar-benar rusak. Akibatnya, biaya produksi menjadi lebih mahal. Berbeda denga negara-negara tetangga, seperti Thailand yang infrastruktur dan logistiknya sangat diperhatikan. Efeknya, harga udang mereka lebih murah dari harga udang di Indonesia,” katanya.

Hingga saat ini, lanjut Usman, luas total tambak yang dikelola Indokom telah mencapai 120 hektar dengan produksi 100-200 ton setiap bulannya. Perseroan juga tengah membangun tambak baru seluas 50 hektar yang rencananya sudah mulai beroperasi akhir April ini. Udang yang dibudidayakan adalah jenis Vaname (Litopenaeus vannamei). Di luar itu, perusahaan juga menggandeng petani setempat dengan konsep PIR (Perusahaan Inti Rakyat).

“Untuk yang PIR sifatnya musiman karena jenis udang yang dibudidayakan berbeda. Yang melibatkan petani, udangnya jenis black tiger, yang sifatnya musiman, saat Nopember, Desember, sampai Juni. Di luar itu, tidak ada. Selain dengan PIR ini, kami tetap melakukan jual-beli untuk jenis black tiger. Jadi, tidak ada yang diproduksi sendiri,” ujarnya.

Dia menjelaskan, mayoritas udang hasil budidaya diekspor ke Amerika Serikat sebanyak 65%, Jepang (25%) dan sisanya untuk pasar Eropa. “Untuk pasar dalam negeri, terus terang belum ada angkanya. Kebanyakan kami bermain di ranah ekspor,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved