Management Strategy

Industri Perawatan Pesawat Dapat Insentif Fiskal

Industri Perawatan Pesawat Dapat Insentif Fiskal

Pemerintah telah memberikan sejumlah kelonggaran bagi industri perawatan pesawat (maintenance, repair, and overhoul/MRO) nasional guna meningkatkan daya saing industri tersebut di kancah internasional. Salah satunya dengan memberikan fasilitas insentif fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) dengan alokasi anggaran sebesar Rp 400 miliar. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, Kemenperin telah meminta Kementerian Keuangan untuk menurunkan empat pos tarif komponen pesawat terbang menjadi 0% guna meningkatkan daya saing industri MRO pada tahun 2013. Pertimbangan teknis itu disetujui dua tahun kemudian, tepatnya 28 April 2015.

“Sedangkan untuk komponen/bahan baku komponen yang tidak diturunkan bea masuk (BM)-nya, kami memberikan fasilitas insentif fiskal berupa BMDTP dengan alokasi anggaran Rp 400 miliar, ini untuk industri MRO, industri komponen pesawat terbang, industri pesawat terbang, dan industri penerbangan,” kata dia dalam bahan pidatonya saat berbicara pada konferensi MRO ketiga di Jakarta.

Pesawat terbang tengah dalam perbaikan (Foto: IST)

Pesawat terbang tengah dalam perbaikan (Foto: IST)

Menurut dia, daya saing perlu ditingkatkan karena dalam waktu dekat liberalisasi penerbangan Asean (Asean Open Sky) segera diberlakukan. Kemenperin pun mengharapkan konferensi ini akan menciptakan kerja sama dan koordinasi yang baik, antara pemerintah, industri, asosiasi dan lembaga penelitian dalam percepatan pertumbuhan industri MRO nasional, sehingga industri MRO nasional memiliki daya saing. “Kami akan terus memberikan dukungan dengan memberikan fasilitasi untuk tumbuhnya industri dan sumber daya manusia (SDM) industri kedirgantaraan nasional, sehingga dapat memenuhi kualifikasi dan standar nasional dan international serta mempunyai daya saing,” ujarnya.

Saleh menuturkan, pesatnya pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia membuka peluang usaha pada industri MRO. Industri penerbangan cenderung untuk tidak melakukan kegiatan perawatan pesawatnya, melainkan dengan dialihdayakan kepada perusahaan yang bergerak di bidang MRO. Saat ini, di Indonesia terdapat 72 MRO yang teregister AMO & DKU-PPU (regulator Indonesia) dan 28 MRO lainnya anggota IAMSA (Indonesian Aircraft Maintenance Services Association/IAMSA). “Pada 2014, pasar global industri MRO mencapai US$ 57 miliar dan diprediksi tumbuh 4,1% per tahun dan pada 2022 Asia-Pacific diramalkan menjadi pusat pertumbuhan MRO,” katanya.

Industri penerbangan nasional kini memiliki 61 maskapai penerbangan niaga yang beroperasi terjadwal dan tidak terjadwal dengan populasi pesawat pada 2014 mencapai 750 unit dan diperkirakan mencapai 1.030 pesawat pada 2017. Ketersediaan pesawat dalam jumlah besar dipicu oleh pertumbuhan jumlah penumpang domestik dan internasional yang juga sangat pesat. Mengacu data Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA), jumlah penumpang udara nasional 2014 mencapai 86 juta penumpang (domestik dan internasional) dan akan naik menembus angka 270 juta penumpang pada 2034 atau 20 tahun ke depan naik 200% atau 3 kali lipat. “Diperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada 2020, bahkan akan menjadi 5 besar dunia pada 2034,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved