Management Strategy

Inovasi Ala Martina Berto

Inovasi Ala Martina Berto

Nama PT Martna Berto Tbk sebagai perusahaan kosmetik dan jamu sudah dikenal luas di masyarakat. Sejak tahun 1977, perusahaan ini telah menghasilkan berbagai produk yang membumi alias sangat lekat di benak konsumen. Direktur Martha Tilaar Innovation Centre, Bernard T. Widjaja, menyatakan, inovasi menjadi salah satu kunci Martina Berto bisa terus eksis dan memiliki umur bisnis yang panjang. Sang pemilik bernama Martha Tilaar, sangat peduli tentang bagaimana Martina Berto bisa terus melakukan inovasi. “Ibu Martha Tilaar itu selalu bicara what’s next, jadi kalau ada inovasi hari ini, beliau langsung minta lagi apa selanjutnya,” ujarnya menceritakan budaya perusahaan.

Maka itu di Martina ada sebuah divisi khusus bernama Martha Tilaar Innovation Centre (MTIC). Berbeda dengan di perusahan lain, MTIC tidak sekedar hanya research dan development atau R&D. Jauh daripada itu MTIC adalah bagian dari pengembangan usaha. Jadi tidak hanya tentang R&D tapi juga kolaborasi antara R&D ke produksi, marketing hingga pasar. “Kami mengembangkan inovasi dengan melihat pasar. Karena percuma kalau inovasi namun tidak bisa di monetisasi,”ucapnya.

Bernard Widjaja

Direktur Martha Tilaar Innovation Centre, Bernard T. Widjaja (tengah)

Investasi rutin selalu dianggarkan Martina untuk kelangsungan inovasi. Kisarannya biasanya 2% dari sales growth yang dihasilkan perusahaan tiap tahun. Angka itu bukan angka patokan pasti, namun bisa berkembang sesuai dengan banyaknya proyek yang dilakukan. Makin banyak proyek anggaran yang dialokasikan bisa makin tinggi.

Martina pun dijelaskan olehnya tidak menutup akses atas inovasinya. Perusahaan ini tidak takut bila produknya dicontek oleh perusahaan lain, dan kejadian itu menurut dia sering terjadi, semisal pada inovasi pemutih kulit menggunakan buah langsat. Ketika itu tim dari MTIC melihat potensi pasar di produk pemutih amat menjanjikan. Lalu ditelitilah mengapa rata-rata kulit orang Kalimantan bagus-bagus. Padahal wilayah tersebut dipapar sinar khatulistiwa. “Ternyata rahasianya buah langsat, buah ini buah khas Kalimantan yang banyak berada di Kalimantan Selatan dan Tengah,” ujarnya menceritakan.

Buah ini diyakini mengandung antioksidan alami yang dapat melindungi dari cahaya radikal bebas matahari. “Habis kita keluarkan produknya, lalu bayak kompetitor yang ikut juga alias me too. Kompetitor bahkan mengklaim 10 kali lebih putih,” ujar Bernard menceritakan sambil tertawa.

Namun ia mengatakan hal tersebut tidak membuat perusahaan gundah. Justru dengan banyaknya kompetitor yang jadi follower ada dampak positif yang bisa diambil. Pasar terhadap produk pemutih dari buah langsat semakin luas. Biaya edukasi pun jadi semakin murah dan cepat lantara kompetitor juga melakukan edukasi atas inovasi baru tersebut.“Tinggal bagaimana strategi marketing kami saja agar bisa head to head dengan kompetitor,” ujarnya.

Martina Berto kata dia menjunjung tinggi prinsip open innovation. Martina Berto acap kali mengandeng instansi atau universitas untuk mengembangkan inovasi. “Jangan pernah takut dicontek, karena inovasi itu satu-satunya jalan untuk tetap bertahan di era makin tingginya tingkat persaingan,” jelasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved