Management

Ira Noviarti, Ingin Unilever Jadi Powerhouse

Ira Noviarti, CEO Unilever Indonesia.
Ira Noviarti, CEO Unilever Indonesia.

Pada 25 November 2020, PT Unilever Indonesia Tbk. mencatat sejarah. Perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) ini mengangkat Ira Noviarti sebagai CEO-nya. Disebut sejarah karena pengganti Hermant Bakshi ini menjadi pemimpin perempuan kedua dalam 87 tahun perjalanan Unilever Indonesia.

Bukan tanpa alasan Ira ditahbiskan menduduki posisi puncak. Merintis karier dari management trainee 25 tahun lalu, perempuan ini terus menorehkan prestasi di setiap posisi yang diembannya. Dia pernah memegang beberapa posisi senior di Unilever, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di level global.

Pada 2015-2017, misalnya, dia menjadi Direktur Pengelola Unilever Food Solutions (UFS) Asia Tenggara, berbasis di Singapura. Di bawah kepemimpinannya, UFS Asia Tenggara mencatat performa terbaik secara global selama tiga tahun berturut-turut.

Di Unilever Indonesia, Ira turut membesarkan merek Pond’s, lalu berkontribusi mendorong pertumbuhan produk-produk perawatan kesehatan gigi dan mulut (oral care) di tahun 2000. Dia juga pernah memimpin media & consumer market insight, serta bisnis es krim yang di antaranya menangani merek Magnum. Terakhir, dia menjabat sebagai Direktur Beauty and Personal Care (2017-2020) yang menaungi berbagai kategori terdepan perusahaan, antara lain Lifebuoy dan Pepsodent.

Diangkat di masa Covid-19, jelas menjadi tantangan bagi Ira. Sebagai orang nomor satu, dia harus memastikan pertumbuhan bisnis dengan konsisten, kompetitif, dan bertanggung jawab. Menghadapi itu, dia menyatakan akan fokus pada lima hal utama. Apa saja?

Pertama, memastikan kesehatan dan keselamatan lima ribu karyawannya. Kedua, memastikan ketersediaan produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara konsisten. “Pandemi berdampak ke supply chain. Maka, prioritas kami, bisa terus memenuhi kebutuhan masyarakat secara konsisten dan berkualitas. Jangan sampai 2.500 truk kami yang bergerak tiap hari terhambat,” tuturnya.

Ketiga, menggerakkan pasar agar ekonomi tidak menurun. “Kalau konsumsi mau distimulasi, memang harus ada uangnya juga. Di sini kolaborasi antara pemerintah dan sektor privat diperlukan. Ini bisa dilakukan melalui, misalnya, inovasi, advertising campaign, mengeluarkan barang yang diperlukan konsumen yang uangnya terbatas,” katanya.

Ira menganalisis perilaku konsumen yang berubah luar biasa akibat pandemi. Mulai dari rutinitas pemakaian kosmetik karena lebih banyak di rumah, kebutuhan barang-barang higienitas demi mencegah terkena Covid-19, sampai perilaku belanja online. Hal ini memaksa Unilever beradaptasi dengan cepat.

“Strategi Unilever adalah dengan listening very carefully what consumer need, menangkap perubahan yang terjadi, kemudian diterjemahkan ke dalam inovasi, strategi, campaign, dan activity,” katanya.

Keempat, mengakselerasi transformasi secara digital di berbagai lini. Kelima, menjalin kolaborasi yang lebih erat dengan berbagai pihak untuk membantu masyarakat luas dalam berbagai upaya mengatasi pandemi Covid-19. Salah satunya, program vaksinasi.

Khusus vaksinasi, Ira menyebut kesuksesan mendukung program itu menjadi bagian dari responsible growth Unilever, sekaligus indikator keberhasilannya sebagai CEO. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab, dia menegaskan, tidak bisa memisahkan kesuksesannya dari komunitas atau negara tempatnya berada. “Brand kami memiliki role yang sangat kuat. Harus memberikan dampak positif. Suksesnya Indonesia adalah suskesnya Unilever Indonesia, dan sebaliknya,” dia menandaskan.

Di samping fokus pada prioritasnya tersebut, Ira juga mempunyai mimpi besar bagi Unilever Indonesia. Dia percaya Indonesia memiliki talenta-talenta berkualitas. Berdasarkan pengalamannya berkarier di kancah global, dia melihat ada peluang untuk itu. Dia pun bercita-cita: lebih banyak talenta dari Indonesia yang melangkah ke tingkat global.

“Mimpi saya dalam lima tahun ke depan, saya mau Unilever Indonesia menjadi a powerhouse, tidak hanya di Asia Tenggara tapi juga global, sehingga bisa menjadi sumber inspirasi maupun sumber best practice untuk Unilever lain,” katanya optimistis.

Untuk mewujudkan fokus dan mimpinya itu, Ira menerapkan kepemimpinan yang inklusif. Maksudnya, dalam mengambil keputusan, selalu berupaya melibatkan pemikiran dan pandangan dari sebanyak mungkin pihak.

Berikutnya, menjalankan kepemimpinan kolaboratif. Menurutnya, gagasan dan kekuatan yang terhimpun secara kolektif akan memberikan dampak sangat besar.

Kemudian, memberikan trust. Dengan memberikan kepercayaan, orang-orang di sekitarnya menjadi lebih berdaya sehingga dapat berkarya sesuai dengan potensi mereka dan membuktikan kemampuan dengan lebih maksimal.

“Gaya kepemimpinan saya itu bukan gaya yang I know it all. Purpose saya sebagai leader adalah how to unleash the potential of the people and the business to drive successful change,” kata lulusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia itu.

Terkait kondisi bisnis FMCG di tahun 2021, Ira melihat tren yang membaik di semester I dibandingkan tahun lalu. Terutama karena telah berjalannya program vaksinasi yang membuat pasar telah sedikit bergerak. Dia memprediksi recovery akan terjadi di semester II, di mana konsumsi akan lebih baik.

Melihat itu, pihaknya akan terus menggerakkan pasar dengan mendengarkan, tanggap, serta beradaptasi terhadap segala kemungkinan dan peluang. Misalnya, dengan mengutamakan inovasi pada produk-produk yang paling relevan dengan kebutuhan masyarakat sambil terus peka terhadap daya beli mereka, serta lebih tangkas dalam mentransformasi rantai distribusi dan penjualan ke ranah digital. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved