Management zkumparan

Irfan Setiaputra, Dirut Garuda Indonesia: “Tugas Saya Beyond Profitability”

Bisnis penerbangan (airlines) dikenal sebagai bisnis dengan karakteristik yang kompleks, karena akan selalu bersinggungan dengan tren yang terus berkembang, termasuk kemajuan teknologi dan perubahan pola perilaku konsumen.

Kini, Garuda Indonesia sebagai national flag carrier Indonesia dipiloti seorang CEO (Direktur Utama) baru, yakni Irfan Setiaputra. Lelaki kelahiran Jakarta, 24 Oktober 1964, ini ditunjuk sebagai komandan maskapai pelat merah ini berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang digelar pada 22 Januari 2020. Irfan menggantikan dirut sebelumnya, Ari Askhara.

Menurut Irfan, misi utama yang disandangkan pada dirinya adalah menjadikan Garuda sebagai maskapai kebanggaan bangsa, sekaligus membawanya menjadi profitable airline.

Penunjukan Irfan sebagai CEO baru boleh dibilang di luar prediksi banyak orang. Pasalnya, Sarjana Teknik Informatika dari Institut Teknologi Bandung ini tak pernah berkecimpung di industri penerbangan. Pengalaman profesionalnya selama ini lebih banyak di bisnis yang terkait dengan teknologi informasi, termasuk pernah berkarier sebagai dirut BUMN, yakni memimpin PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) sejak Maret 2009.

Dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, Irfan telah malang-melintang menduduki jabatan sebagai direktur pengelola atau CEO di berbagai perusahaan. Yakni, LinkNet, Cisco, PT INTI, PT Titan Mining Indonesia, PT Cipta Kridatama, PT Reswara Minergi Hartama, dan PT Sigfox Indonesia.

Pada Rabu, 18 Maret 2020, wartawan SWA Jeihan Kahfi Barlian dan Joko Sugiarsono, serta fotografer Wisnu Rahardjo berkesempatan mewawancarai Irfan secara eksklusif di kantornya, di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, seputar visi dan agendanya di BUMN penerbangan ini. Berikut ini petikan wawancaranya:

Kira-kira mengapa Anda yang ditunjuk pemerintah sebagai CEO atau dirut baru Garuda?

Dalam pertemuan dengan Menneg BUMN Pak Erick Thohir, saya menyampaikan bahwa saya tidak memiliki pengalaman di bidang airlines. Namun, ia hanya berkata, “Don’t worry.” Artinya, saya hanya perlu menemukan peran diri saya. Selain itu juga, berdasarkan pengalaman saya di banyak perusahaan yang saya kelola adalah jangan pernah memaksakan diri menjadi expert di suatu industri, karena saya di-hire bukan untuk itu. Dalam hal ini, saya melihat bahwa Pak Erick bukan mencari orang dari airlines, tapi mungkin orang yang akan memberikan different view terhadap Garuda.

Apa misi dan tugas yang diberikan pemegang saham –melalui Menneg BUMN– kepada Anda sebagai “pilot” baru Garuda Indonesia?

Pada saat diskusi dengan Pak Erick, ia menawari saya untuk bisa “build a legacy” di Garuda. Statement ini bagi siapa pun di level saya menjadi hal yang menantang. Sebab, jika sekadar membenahi Garuda secara finansial, ada banyak orang yang bisa. Tetapi, Pak Erick memercayakan kepada saya untuk membangun legacy dalam jangka panjang.

Saya tidak mengetahui apa sebenarnya ekspektasi beliau. Tetapi, saya meyakini bahwa tugas saya ini beyond profitability. Hal ini tentu menjadi ruang untuk berkarya yang terbuka sekaligus bersepakat dengan pemegang saham.

Dalam diskusi lanjutan dengan Pak Erick, ia menyampaikan pesan untuk membuat kita semua semakin bangga dengan Garuda. Memang, rasa bangga dan rasa memiliki akan menimbulkan kesan dan pengalaman yang tak terlupakan bagi semua orang.

Sebagai maskapai penerbangan full service, baik di lingkup nasional maupun regional, apa persepsi Anda tentang Garuda selama ini?

Saya beruntung memiliki kesempatan untuk merasakan banyak maskapai penerbangan yang ada di Indonesia dan regional, mulai dari low cost carrier (LCC) sampai full–service carrier. Kesimpulan saya sebagai penumpang, ketika kita terbang dengan Garuda, kita merasa seperti di rumah sendiri. Terutama, ketika kita bepergian jauh di mana kita bisa menikmati makanan Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia.

Dari perspektif branding, saya melihat Garuda menakjubkan. Nama Garuda sangatlah kuat, di mana Presiden Soekarno memberikan nama pertama Garuda Indonesian Airways. Nama ini berbeda dengan nama perusahaan lain umumnya yang merepresentasikan kegiatan perusahaan, seperti Pupuk Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN), atau Kereta Api Indonesia (KAI). Nama Garuda Indonesia memiliki pesan bahwa tugas Garuda adalah menyatukan bangsa Indonesia sekaligus memperkenalkan Indonesia di mata dunia.

Apa analisis SWOT Anda terhadap kondisi Garuda saat ini?

Bagi kebanyakan orang yang terlibat di dalam suatu bisnis selama puluhan tahun, biasanya ada satu hal yang missing meskipun bukan merupakan kelemahan, yaitu melihat the other side of the coin. Dalam pemikiran saya, di bisnis maskapai, pertanyaannya apakah kita sudah memahami dan mengerti customer kita.

Saya berkontemplasi dan menyadari bahwa setiap orang yang naik pesawat adalah orang yang berbahagia. Naik pesawat membawa kita dari suatu tempat ke tempat lain sebagai sesuatu yang baru. Atau, bahagia karena hendak pulang ke rumah. Dua jenis tempat tujuan ini akan memberikan kita rasa excitement. Karena itu, menurut saya, industri penerbangan adalah industri (menciptakan) kebahagiaan.

Poin penting apakah Garuda dapat memenuhi experience penumpang. Namun, hal ini bisa menjadi weakness karena dari awal ketika penumpang pesan tiket hingga sampai tujuan, porsi Garuda untuk mengelola experience penumpang tidak banyak, yaitu hanya ketika penumpang menaiki pesawat. Travel agent, operator bandara, dan ground service berada di luar kendali Garuda. Karena itu, Garuda mencoba expanding layanan, seperti dengan membuat executive lounge dan check-in counter khusus penumpang kelas bisnis.

Dari sisi network jalur penerbangan, Garuda sudah cukup kuat di domestik. Tetapi untuk internasional, Garuda masih perlu membuka sejumlah rute penerbangan internasional baru. Meski, kami sudah cukup kuat dengan menawarkan direct flight ke kota-kota tujuan di berbagai negara.

Perspektif baru seperti apa yang akan Anda tawarkan?

Saat ini kami sedang banyak menggodok strategi branding, inisiatif marketing, dan positioning. Kami mencoba melakukan pendekatan berbeda dengan fokus pada experience lewat touching the people.

Ada tiga fokus utama Garuda yang dalam kondisi apa pun kami jaga. Kebetulan, kasus virus corona baru mulai. Pertama, safety (keselamatan), hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Garuda sebagai registered airline dari IOSA (IATA Operational Safety Audit) akan terus menjaga aspek operational safety yang diterapkan di seluruh lini operasional perusahaan. Jadi, bukan hanya capaian on time performance (OTP) yang terjaga, tetapi kualitas keamanan juga telah sesuai dengan standar internasional.

Kedua, service (layanan). Sebagai maskapai full service end-to-end dengan layanan Indonesian style dan bermartabat, kami dari waktu ke waktu akan terus mencari inisiatif baru yang out of the box. Ini untuk memastikan layanan yang diberikan ke customer adalah yang terbaik. Kami tidak ingin layanan Garuda tergolong bagus, tetapi sifatnya mekanistis atau terkesan seperti robot atau predictable.

Dan yang ketiga, profitability. Ketiga poin ini berurutan berdasarkan prioritas, yang tidak bisa dibalik apa pun kondisinya.

Di era ketidakmenentuan ekonomi ini, apa peluang dan tantangan yang dihadapi Garuda?

Pertama, dalam hal peluang, banyak riset yang mengatakan bahwa pergerakan manusia menggunakan pesawat terbang akan meningkat secara drastis, khususnya buat di Indonesia dan regional. Diyakini semua pihak, akan ada pertumbuhan penggunaan pesawat terbang, sehingga ini menjadi peluang yang sangat besar bagi Garuda untuk mengambil porsi pasar yang lebih besar dibandingkan hari ini. Di samping itu, yang berkaitan dengan kargo, pergerakan barang juga semakin membesar, apalagi didukung dengan ekosistem e-commerce dan terbukanya akses ke banyak daerah di Indonesia.

Kedua, dalam hal tantangan yang dihadapi hari ini, adalah bagaimana mendiversifikasi diri di dalam persaingan maskapai penerbangan yang begitu ketat. Intinya, bagaimana beradaptasi dengan situasi yang terus berubah secara cepat. Salah satu tantangan beratnya adalah pandemi Covid-19 yang terjadi secara global. Penting bagi maskapai seperti Garuda untuk adaptif terhadap situasi ini dengan melakukan antisipasi dan modifikasi internal sedemikian rupa sehingga bisa melewati guncangan dalam industri ini dengan baik.

Apa saja quick wins yang Anda patok?

Berbicara mengenai quick wins, jika melihat kondisi kekinian, tentu saja kami berharap bisa melewati wabah virus corona dengan sebaik-baiknya. Kami tidak bisa memprediksi berapa lama ini akan berjalan. Namun, yang lebih penting bagi Garuda adalah tetap bisa survive dan melayani penumpang walaupun jumlah penumpang akan terus menurun ke depannya.

Ketika wabah ini sudah selesai, kami berupaya menjadi maskapai yang paling siap untuk recovery dan sanggup menampung penumpang yang selama ini tertunda perjalanannya.

Apa terobosan yang ditawarkan, mengingat latar belakang Anda yang kuat di bidang teknologi?

Teknologi informasi menjadi sebuah domain yang seharusnya memberikan manfaat terhadap operasi perusahaan dan meningkatkan peluang untuk mendapatkan tambahan penjualan. Dalam konteks ini, saya akan lebih banyak fokus pada big data, data science, hingga artificial intelligence untuk mendukung Garuda meningkatkan customer experience.

Problem di BUMN adalah CEO yang cepat berganti. Bagaimana menjamin bahwa roadmap yang dipancang bisa dijalankan secara berkelanjutan?

Dalam memimpin, ketika saya bisa melakukan sesuatu dengan pas dan proper, kemudian didukung dengan perencanaan yang jelas, dan bisa menjelaskan dengan baik kepada pemegang saham, rasanya saya bisa (dipercaya) sampai kurun waktu tertentu. Saya juga berharap, ketika sudah waktunya diganti, kami memiliki pasukan yang siap menggantikan dari internal perusahaan. (*)

Jeihan Kahfi Barlian dan Joko Sugiarsono

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved