Management Strategy

Jurus Arief Yahya Kejar Target 20 Juta Wisman di 2019

Jurus Arief Yahya Kejar Target 20 Juta Wisman di 2019

Tugas Menteri Pariwisata Arief Yahya tergolong sangat berat. Ia mesti bisa menaikkan jumlah wisatawan mancanegara dari 9 juta menjadi 20 juta. Dengan begitu, kontribusi industri pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bisa naik menjadi 8% dari sebelumnya hanya 4%.

Presiden Joko Widodo juga berharap penerimaan devisa meningkat dua kali lipat menjadi US$20 miliar. Apa saja jurus jitu Yahya untuk mengangkat industri pariwisata di Tanah Air. Berikut ini petikan wawancara Tim SWA yang terdiri dari Kemal E. Gani, Joko Sugiarsono, Sudarmadai, Fardil Khalidi dan Wisnu T. Raharjo dengan Arief Yahya..

Bagaimana agar lebih banyak wisman datang ke Indonesia?

Saya banyak sekali dapat ilmu, tapi tidak mau lebih dari 3 jurus. Untuk marketing-nya ada destinasi dan ada originasi. Ini saya kawinin. Contoh, Great Bali dengan (originasi) China. Nah, saya datang ke Pak Arief Wibowo (Dirut Garuda), saya bilang, ‘Mas, tolong bukaka Add Median (rute) Beijing – Bali.

Arief Yahya

Arief Yahya

Hasilnya fully-booked. Flight 3 kali semiggu dan lebih convincing-nya, sampai April 2015 ini sudah fully booked. Ini bisa dibilang cukup sukses. Lalu saya pasang iklan di TV China dan social media. Kejadiannya, China itu tumbuh 50% dari tahun lalu ke sekarang. Dulu baru 650 ribu, sekarang sudah hampir 1 juta. Itulah yang dibilang bisnis itu utamakan yang utama.

Berikutnya, pendekatan Time atau seasonal. Sekarang kan sering kita lihat iklan pariwisata Imlek. Tapi berbeda satu negara dengan negara lain seasonal-nya. China tuh ada 5 kali (season) : Februari Imlek, Mei Hari Buruh, Juni-Juli libur anak sekolah, Oktober Hari Nasional dan Tahun Baru.

Korea beda lagi. Tidak boleh kita (berpromosi) tidak melihat waktu. Too early jelek, too late jelek. Rule of thumb-nya untuk wisman itu (promosinya) 2 bulan sebelumnya. Kalau yang domestik cukup sebulan.

Faktor apa yang bisa mendorong wisman datang ke Indonesia?

Ada pemetaannya. Yakni faktor-faktor nature 35%, culture 60%, dan man-made 5%. Misalnya di Batam, sekarang culture-nya belum men-drive. Kecuali kalau kuliner dan handicraft masuk ke sana. Nah mengembangkan ini semua memang tidak bisa instan.

Apakah sudah ada perhitungan Return on Investment (ROI) untuk anggaran promosi pariwisata, khususnya untuk 2019?

Belum ada. Baru untuk 2015 yang saya punya, yakni by destination dan by origination. Itu memang harus ada. Saya bilang ke teman-teman, “If you can’t measure, you can’t manage”.

Soal budget-nya bagaimana?

Untuk pembangunan, itu sifatnya industry–led. Bahkan, di Kepri (Kepulauan Riau), hampir semuanya swasta. Itu yang benar. Pemerintah mengalokasikan dana untuk pemasarannya, secara proporsional. Jadi hampir pasti 3 daerah great itu menerima lebih besar anggaran promosi kita.

Untuk kebutuhan branding-nya?

Jangan banyak-banyak branding, nanti orang akan bingung. Contoh Bali. Orang Banyuwangi, Bromo, NTB, NTT, harus rela disebut bahwa dia (bagian dari) Great Bali. Yang kedua, ada satu yang kita tidak punya yang sudah dimiliki oleh Maldives. Yakni seaplane.

Dari Banyuwangi, ke Bali, Bali ke Lombok dan seterusnya itu sebenarnya bisa pakai seaplane. Kalau di Maldives, one island one property. Jadi, ke mana-mana sudah kayak taksi saja. Keunggulan (potensi) kita kan maritim. Jadi, seharusnya kita punya itu.

Seaplane nanti yang kelola siapa? Swasta?

Swasta. Saya sudah minta izin ke Menhub, dirjennya, kanwilnya, langsung mereka sudah punya partner. Diharapkan tahun ini sudah ada dua seaplane. Tapi, poinnya, aksesnya harus bagus.

Mestinya industri MICE juga dapat berkontribusi besar ke pariwisata. Bukan dari kunjungan tapi spending. Bagaimana Anda melihatnya?

Untuk MICE, yang siap baru dua: Bali dan Jakarta. Di luar itu masih susah. Faktor Man-made kita baru 5%. Ini memang belum terproyeksi, karena memang yang kita kerjakan satu per satu dulu. Tapi, saya akan coba lakukan secara sistematis.

Contohnya, event PATA 2015 akan dilangsungkan di Indonesia. Jadi event-event seperti itu ditenderkan, yang sementara ini kita jarang mengikutinya. Jadi MICE itu harus dibuat dan dibiayai. Saya sudah bilang ke para pemain lokal, “Kalian bersatulah. Kalau bidding atas nama Indonesia akan lebih kuat”.

Mengembangkan kualitas sektor pariwisata berarti mengembangkan people? Tanggapan Anda?

Betul sekali, mengembangkan bisnis, people-nya yang paling penting. Waktu di Telkom, saya buat biaya pengembangan karyawan itu mencapai Rp 1 T. Setiap tahun kirim 1000 orang disekolahkan ke perguruan tinggi top. Karena saya yakin seyakin-yakinnya, SDM itu adalah pembeda. Beda bangsa yang sukses dengan yang tidak itu ya SDM. Beda SDM dengan SDM yang lain adalah karakter dan kompetensi. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved