Management

Jurus Transformasi Robby Djohan

Jurus Transformasi Robby Djohan

(Artikel ini diunggah kembali untuk mengenang jasa-jasa Bapak Robby Djohan, yang meninggal dunia tanggal 13 Mei 2016, atas dedikasi dan kontribusi beliau dalam dunia bisnis di Tanah Air)

Robby Djohan dikenal sebagai pemimpin yang sukses melakukan transformasi bisnis di berbagai perusahaan yang pernah dipegangnya, seperti Garuda Indonesia dan Bank Mandiri. Langkah transformasi yang dilakukan Robby Djohan selalu terkait dengan empat hal: pasar, produk, produktivitas modal, dan sumberdaya manusia yang andal. Apa saja langkah yang dilakukan Robby Djohan ketika melakukan transformasi bisnis di Garuda Indonesia dan Bank Mandiri? Berikut wawancara Denoan Rinaldi dengan Robby Djohan:

Robby Djohan, Tranformasi, Bisnis, Bank Mandiri, Bank Niaga, Garuda Indonesia, CEO, Manajemen, leader, leadership

Robby Djohan

Mohon ceritakan secara singkat pengalaman paling menarik dan pelajaran penting yang bisa dibagikan dari sukses Anda dalam mentransformasi bisnis!

Transformasi bisnis hanya dapat dilakukan apa bila pihak yang ingin melakukan transformasi itu mengerti values yang diinginkan oleh semua pemangku kepentingan (stake holders). Hal pertama yang harus diketahui adalah arah tujuan yang menentukan nilai-nilai untuk mencapai tujuan tersebut. Kalau sudah tahu itu, kemudian kita akan mengetahui bagaimana cara melakukan transformasi. Yang perlu dicatat, nilai-nilai tersebut tidak hanya tergantung pada satu orang. Tapi juga mencakup seluruh pemangku kepentingan, seperti shareholders, pegawai, pelanggan, dan sebagainya. Semua stakeholders harus shares value yang sama. Kalau itu sudah dimengerti ini, maka pemimpin perusahaan akan mencari cara untuk menciptakan values tersebut.

Terkait pertanyaan ini, saya bisa cerita banyak. Tapi hal pertama yang saya lihat adalah harus memiliki pemimpin yang percaya terhadap reformasi atau perubahan. Kedua, harus memiliki orang-orang yang akan ikut dan bisa membantu pemimpin itu dalam melaksanakan apa yang ingin dicapai. Ketiga, semua stakeholders harus mendukung dan percaya kepada hal ini.

Mengenai pengalaman paling menarik dan penting, bisa diceritakan?

Yang paling penting adalah kalau mau melakukan transformasi bisnis, Anda (pemimpin-red) sudah harus dipercaya oleh semua stakeholders bahwa Anda bisa melakukan.

Itu terjadi ketika bapak di Garuda dan Mandiri?

Tentu dan itu harus saya buktikan dalam 3 bulan. They called it “The thirty days in office”. Kepercayaan adalah the quick wins yang dapat anda hasilkan dalam 90 hari. Paling tidak mereka (shareholders–red) menilai bahwa saya dan perusahaan yang saya pimpin is on the right track.

Menurut Anda, apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mentransformasi bisnis (apa prasyarat dan apa syaratnya)?

Pertama, adalah pasar. Anda akan selalu berhadapan dengan pasar dan bagaimana Anda berkompetisi dalam pasar tersebut karena hal inilah yang akan memberikan pendapatan pada perusahaan. Kedua, Anda berhadapan dengan kemampuan Anda untuk menghasilkan produk-produk yang akan Anda jual di pasar. Hal ini dinamakan operasi. Ini merupakan suatu sistem, yaitu sistem apa yang akan memungkinkan Anda menghasilkan produk-produk tersebut untuk dijual. Ketiga, Anda harus memiliki kemampuan keuangan, yang dinamakan capital productivity, bagaimana Anda selalu bisa memiliki likuiditas dan profitability yang tinggi. Dan, keempat adalah faktor human resources. Faktor keempat ini merupakan faktor yang paling penting karena faktor pertama hingga ketiga tidak akan dapat dilaksanakan kecuali memiliki tim atau orang-orang yang terbaik. Empat faktor ini seperti kaki-kaki kursi yang posisinya penting semua.

Nah, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan di empat faktor tersebut. Misalnya, seorang pemimpin jago sekali dalam hal pemasaran, namun ia tidak mengerti dalam mengembangkan SDM, maka perusahaan itu akan tetap kecil.

Apa saja yang bisa menjadi kunci sukses dalam proses transformasi bisnis? Apa saja ukuran (key result indicators) yang bisa dipakai untuk melihat sukses-tidaknya sebuah transformasi bisnis (karena ini menyangkut cakupan yang besar, investasi yang luar biasa, dan time frame yang agak panjang)?

Begini. Transformasi bisnis akan sukses apabila ada kepercayaan. Untuk menilai sukses tidaknya suatu transformasi, kita harus melihat pada empat faktor yang saya katakan sebelumnya. Dia mampu berkompetisi, dia mampu menghasilkan differentiated product, dia mampu untuk menciptakan efisiensi keuangan, dan dia mampu bekerja dengan orang-orang yang terbaik. Sukses dalam transformasi bisnis dilihat apabila keempat faktor ini menonjol dalam angka. Terkait faktor pasar bisa dilihat pada angka penjualan. Terkait produk, bisa dilihat dari diferensiasi produk. Terkait capital productivity bisa dilihat dari profitability dan cash flow. Terkait SDM, bisa dilihat dari kemampuan untuk mengelola semuanya. Itu indikatornya.

Jadi hal yang perlu diperhatikan adalah 4 faktor tadi dan untuk menilai keberhasilannya ya menilai faktor itu kembali.

Bagaimana pentingnya peran pemimpin (chairman ataupun CEO)? Bagaimana seharusnya mereka berperan sebagai pemimpin transformasional?

Pemimpin yang berhasil, seperti yang saya katakan sebelumnya, adalah pemimpin yang dipercaya atas dasar kemampuannya menciptakan values yang disukai oleh pengikut-pengikutnya, yang disebut sebagai shared values. Kemudian, ia dapat membuktikan kepercayaannya dengan berhasil melakukan transformasi. Satu contoh ketika saya di Garuda. Shared values ketika saya di sana adalah Garuda harus memiliki image yang baik, tidak boleh rugi, dan motivasinya tinggi sekali. Itu adalah pemikiran yang berasal dari saya. Saya laksanakan dan dalam waktu enam bulan, ketiga maksud tersebut tercapai.

Bahwa seorang CEO harus berani mengambil keputusan dan berani melakukan perubahan, itu hanya management criteria. Tapi kalau Anda tanya bagaimana seharusnya mereka berperan, CEO adalah segala-galanya. Hanya CEO-lah yang bertanggung jawab atas berhasil atau tidak berhasilnya transformasi yang dijalankan. Yang penting ia dapat melakukan ini dengan menggunakan orang lain. Tapi CEO adalah segala-galanya. Tidak mungkin ada transformasi oleh wakil CEO.

Lalu, apa saja sistem pendukung yang dibutuhkan? Bagaimana menciptakan dan memobilisasinya?

Kegagalan dari suatu reformasi adalah karena, pertama, tidak tahu apa yang mau direformasi sehingga konsep reformasi tidak diketahui. Kedua, dia tidak mau mengambil risiko dengan mengambil keputusan-keputusan yang perlu diambil agar reformasi itu berjalan. Jadi, begitu apa yang mau direformasi diketahui dan kemudian dijalankan konsep dan sistemnya, dia harus putuskan agar reformasi dijalankan secara konsisten. Dan. ini adalah risiko. Kalau itu tidak dijalankan maka reformasi tidak bisa dijalankan. U have to make the decision. Ketiga, dia (pemimpin, Red.) harus mengontrol apa yang tengah dijalankan. Maksudnya, dia persis tahu bahwa ini merupakan jalan yang dia inginkan. U control the reformation.

Oleh sebab itu, setiap reformasi memiliki paperwork di mana di dalamnya terdapat konsep-konsep yang harus dijalankan. Konsep-konsep itu harus diikuti dan dijalankan sehingga tidak banyak rules yang berjalan.

Bicara lebih teknis, apa saja sistem pendukung yang harus disiapkan?

Ya pertama Anda harus buat sistemnya. Misalnya yang mau direformasi adalah A. Kemudian, cari cara bagaimana untuk mereformasi ini. Mereformasi A dengan menyiapkan orang-orang yang akan melaksanakan reformasi tersebut. Nah, melaksanakan reformasi itu seperti yang saya katakan sebelumnya, yaitu berdasarkan empat faktor itu. Jadi konsepnya harus jelas. Reformasi tidak bisa dilakukan secara teori saja, tapi juga harus tertulis, apa yang kemudian menjadi panduan bagi reformasi tersebut. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini bergantung pada sistem yang disesuaikan dengan values yang ingin dicapai. Misalnya, values yang ingin dicapai adalah ingin menjadi pemimpin pasar, maka harus dicari apa yang harus dilakukan untuk mencapai ini. Harus ada sistematikanya.

Apa kendala dan hambatan yang biasanya menyebabkan kegagalan?

Pertanyaan mengenai kegagalan terkait dengan pertanyaan Do’s and Dont’s. Do: Kalau Anda mau melakukan reformasi, pilihlah orang yang mampu dan terbaik dalam melaksanakan itu. Don’t: jangan pilih orang yang tidak mampu melaksanakan reformasi. Jadi, kesimpulannya adalah hanya the number one person yang betul-betul mengerti dalam melaksanakan reformasi. Menurut saya Do’s and Don’t hanya satu, terkait pemimpin yang akan melaksanakan reformasi.

Ketika saya di Garuda, Mandiri, dan Niaga, semua tergantung pada saya. Bahwa kemudian saya menggunakan dream team, itu adalah hal lain. Namun kalau tidak ada saya, maka tidak ada dream team.

Khusus untuk kasus BUMN, apa kendalanya khususnya itu? Bagaimana cara mengantisipasi dan mengatasi kendala ini?

BUMN, secara historis, diri mereka sendiri menganggap bahwa mereka harus disubsidi, diproteksi, harus melalui birokrasi, sehingga BUMN agak sulit berkembang. BUMN mau berkompetisi tapi harus memiliki birokrasi yang berbelit. Sifat itu masih ada di BUMN dan harus dibuang.

Saya lihat hal itu sudah tidak ada lagi di Mandiri. Saya lihat Mandiri tidak memiliki lagi merasa harus disubsidi, diproteksi, dan harus birokratif.

Berarti mind set mengenai privilege itu yang menjadi kendalanya?

Apa tidak betul apa yang saya katakan? Saat ini, ketika previlege tidak lagi diberikan pemerintah kepada BUMN, mereka (BUMN) jadi bingung.

Bagaimana mengantisipasi kendala itu?

BUMN harus mengerti kondisi saat ini yaitu sudah tidak ada lagi previlege itu. Saat ini adalah tahap awal bahwa BUMN tidak lagi ‘dilindungi’ oleh pemerintah. BUMN harus meninggalkan mind set bahwa mereka dilindungi. They have to change their total mind set bahwa mereka tidak lagi perusahaan yang dilindungi pemerintah.

Seperti apa tahapan ideal dalam proses transformasi bisnis?

Pertama, harus ada values yang ingin diciptakan. Kedua, adalah program reformasi-nya. Ketiga adalah siapa yang akan melaksanakan program itu. Namun hal ini tidak boleh dilaksanakan lebih dari 6 bulan karena krisis harus diatasi dalam 6 bulan. Jika krisis terjadi lebih dari 6 bulan maka dianggap sebagai budaya. Maksimal satu tahun. Jika lebih dari itu, maka perusahaan itu hidup dalam budaya krisis. (Dimuat pada 29 November 2012)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved