Management Editor's Choice Strategy

Kamal: Stikom LSPR Memberikan Banyak Praktik

Kamal: Stikom LSPR Memberikan Banyak Praktik

Nama pria kelahiran Jakarta, 5 September 1970 ini singkat saja, Kamal. Sebagai General Manager and Head of Markering Stikom LSPR, sehari-hari, ia bertanggung jawab mengelola dan memasarkan Stikom LSPR. Tak heran, pria yang tampil rapi dengan jas kasual hitam dan sepatu kulit berwarna senada itu sangat menguasai seluk-beluk kampus komunikasi itu. Ikuti obrolannya dengan Rosa Sekar Mangalandum di ruang Trocadero yang dirancang bernuansa Eropa klasik ini.

Apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi lulusan?

Kelebihan yang dimiliki LSPR adalah, ketika mendidik mahasiswa, dosen tidak hanya menjejalkan teori. Namun, sekolah ini lebih banyak memberi praktik.

Mahasiswa Broadcasting, misalnya, tidak hanya diberi khayalan seperti apa rasanya memegang kamera. Mereka tidak harus berbagi satu kamera untuk ramai-ramai. Maka di LSPR, dibuat simulasi untuk dunia broadcasting. Maka, ada studio TV, studio radio. Bahkan ada news division untuk berlatih jadi wartawan, mulai dari meliput, menulis, sampai menerbitkan majalah internal LSPR.

Mahasiswa selalu bikin simulasi. Contohnya, jurusan Public Relations. Dilakukan simulasi peluncuran suatu produk baru sehingga mereka mulai terbiasa. Suatu saat nanti mereka masuk dunia kerja, mereka tidak kaget.

Apakah merekrut tenaga profesional juga untuk menjadi dosen?

LSPR memang mensyaratkan bahwa dosen, apalagi pengampu mata kuliah pokok, harus praktisioner. Tidak mungkin seorang dosen LSPR, entah mengajar pemasaran atau kehumasan, mendapatkan ilmu pemasaran atau humas hanya dari buku atau dari dosen sebelumnya. Dia harus mengajar berdasarkan apa yang sudah dipraktikkannya di dunia profesional. Sehingga ketika ngomong tentang konferensi pers, dosen bisa mengajar sesuai dengan apa yang mereka buat.

LSPR punya wartawan kawakan Ernst Katoppo untuk mengampu mata kuliah Jurnalistik. Ibu Yuanita, seorang humas, mengajar mahasiswa Public Relations. Arno Kemaputra, humas Standard Chartered Bank, juga mengajar Public Relations. Pada mayor Marketing, ada Leo Ong. Pada Performing Arts, ada Arswendo Atmowiloto dan Yessy Gusman.

Di samping itu, sekolah juga merekrut dosen ekspatriat, terutama untuk mata kuliah Bahasa Inggris. Sudah syarat mutlak bahwa yang mengampu Bahasa Inggris harus seorang penutur asli (native speaker).

Apa saja mata kuliah yang bermuatan tambahan untuk persiapkan lulusan bekerja?

Ada mayor Performing Arts. Untuk bidang ini, sekolah menyediakan fasilitas panggung kecil di ruang drama dan panggung besar di aula. Kami beri mereka wadah berkreasi di situ. Tujuannya, membuat lulusan punya kepercayaan diri untuk berbicara dan tampil di depan umum.

Mahasiswa Public Relations diberi mata kuliah Kewirausahaan supaya mereka tak hanya tahu cari pekerjaan saja, tapi juga bisa membuka peluang kerja untuk orang lain. Mereka dibina melalui kegiatan praktik juga.

Ini membuat mahasiswa LSPR sangat mudah mencari pekerjaan begitu lulus. Soalnya, mereka mendapatkan sistem kuliah yang benar-benar didekatkan dengan sistem dunia kerja.

Lalu bagaimana dengan program yang ditawarkan di samping yang reguler?

Sebelum berdiri pun, LSPR sudah punya konsep untuk menjadi sekolah S-1 ++. Artinya, mahasiswa tidak hanya mendapatkan ijazah LSPR. Jadi, mereka wajib ikut ujian internasional. Sertifikat untuk internasional ini dikeluarkan LCCI Examinations Board di Inggris, City and Guilds, dan Northumbria University. Ketika bekerja kelak, mereka sudah punya sertifikat berkualifikasi internasional.

Di samping itu, program LSPR dikembangkan lagi dengan adanya gelar ganda (dual degree). Dalam program dual degree, mahasiswa belajar dua tahun di LSPR, dua tahun di luar negeri. Sejauh ini, LSPR sudah menjalin kerja sama dengan Curtin University of Technology, Edith Cowan University, dan lain-lain.

LSPR juga menjalin kerja sama The Hague University untuk pertukaran mahasiswa. Sudah banyak mahasiswa LSPR yang dikirim dalam program ini. Mereka kuliah satu semester di Belanda. Sebaliknya, mahasiswa The Hague juga kuliah di LSPR Jakarta selama satu semester. Tiap tahun, diadakan 1 kali pertukaran. Sekarang ada empat mahasiswa asal Belanda yang sedang belajar di sini. Mahasiswa LSPR yang dikirim ke sana juga empat orang. Selain mahasiswa, ada pertukaran dosen juga. Kami pernah melakukan ini. Pada periode bulan Mei mendatang, LSPR akan kirim dosen lagi untuk pertukaran.

Pertukaran mahasiswa ini sudah dimulai sejak tahun 2011. Sekitar 20 mahasiswa sudah terkirim ke The Hague University. Diharapkan mereka mendapat kelebihan, yaitu memegang standar kualifikasi internasional dan makin paham lingkungan multikultural.

Bagaimana LSPR meningkatkan mutu program-program seperti ini?

Mutu sudah pasti dijaga, apalagi karena bekerja sama dengan universitas luar negeri. Kalau universitas luar negeri mau bekerja sama dengan universitas dalam negeri, mereka pasti lihat dulu mutu dalam negeri. Harus disetarakan dengan mereka. LSPR tidak kesulitan karena dari awal sudah menerapkan kurikulum internasional. Ini memudahkan universitas luar negeri menyesuaikan mutu LSPR dengan tuntutan mereka. Ketika mereka memberi syarat mata kuliah yang harus diajarkan supaya LSPR bisa disetarakan dengan universitas luar negeri, alhamdulillah, mata kuliah yang sudah ada di LSPR hampir sama dengan universitas luar negeri.

Apa saja fasilitas belajar yang jadi keunggulan LSPR?

Ada studio TV, studio radio, sarana penyuntingan (editing) video, ruang drama, Research Centre yang tempatnya sangat nyaman, News Division untuk belajar bikin surat kabar. Fasilitas ini merupakan faktor penarik untuk mahasiswa baru. Maka setiap bulan, kampus mengadakan open house. Pada kesempatan itulah LSPR mengundang orang tua bersama calon mahasiswa untuk melihat fasilitas kampus.

Seperti apa lulusan LSPR yang diharapkan oleh kampus?

Target kami, anak didik LSPR harus siap kerja ketika mereka lulus. Dan selain itu, harus siap membuka usaha sendiri. Selain praktik, mahasiswa dibekali dengan kewirausahaan. Mahasiswa dari semua mayor mendapatkan ini. Diharapkan, mereka punya semangat wirausaha.

Untuk ini, LSPR punya Career Centre. Career Centre LSPR membimbing mahasiswa supaya tahu dunia kerja. Diadakan Career Day dengan mengundang alumni yang sudah pada sukses. Jadi, mahasiswa tahu di bidang apa passion mereka.

Mahasiswa dibimbing lebih lanjut bagaimana cara bikin CV, standar surat lamaran, bagaimana jika diwawancarai manajer personalia, bagaimana berpenampilan, dan cara bicara. LSPR membekali mahasiswa sampai sedetail itu.

Career Centre bekerja sama dengan banyak perusahaan untuk merekrut lulusan LSPR. Sebenarnya, kami kerja sama langsung dengan user. Jadi, Career Centre punya target, bagaimana supaya lulusan sudah punya pekerjaan sebelum diwisuda. Cara Career Centre mempersiapkan mahasiswa adalah mewajibkan mereka magang pada semester 7. Dari magang ini, diharapkan mahasiswa tahu bagaimana dunia kerja sebenarnya. Career Centre mengurusi hal ini, mau menempatkan mahasiswa di perusahaan mana.

Career Centre punya kesepakatan dengan berbagai perusahaan untuk penempatan mahasiswa magang. Perusahaan yang digandeng antara lain Mitra Adi Perkasa dan Accor Group Hotel. Ketika sedang magang, seringkali mahasiswa langsung direkrut perusahaan.

Career Centre bekerja sama mengadakan bursa kerja (job fair) sebelum wisuda. Banyak perusahaan buka stand di LSPR. Mulai dari perusahaan penerbangan seperti Garuda Indonesia, stasiun TV seperti MetroTV, majalah seperti SWA. Bursa semacam ini membuka peluang agar perusahaan langsung walk-in interview dengan mahasiswa.

Apakah pernah ada survei mengenai lulusan-lulusan dari kampus ini dan karier mereka setelah lulus?

Tiap tahun kami melakukan riset. Saat gladi resik wisuda, kami membagikan kuesioner. Kami minta mahasiswa mengisi data, apakah mereka sudah bekerja atau belum. Kalau sudah, bekerja di mana.

Bagaimana hasilnya?

Alhamdulillah, tahun lalu, 87% sudah diterima kerja sebelum wisuda, sedangkan 13%-nya buka usaha sendiri. Mulai dari membuka usaha bersama keluarga, punya agen humas sendiri, jadi konsultan humas, dirikan agen periklanan, sampai buka studio foto sendiri.

Untuk wisuda tahun 2013, kami justru tidak berharap 100% lulusan diterima bekerja. Tapi, lebih banyak yang membuka peluang usaha baru. Jangan semua jadi karyawan, melainkan pemberi kerja (employer). Ini salah satu wujud bantuan untuk pemerintah juga.

Boleh digambarkan perbedaan biaya program reguler dengan gelar ganda?

Biaya pasti berbeda. Tapi di LSPR, biaya kuliah terjangkau (affordable). Jumlah yang dibayarkan itu benar-benar dirasakan oleh mahasiswa dalam bentuk fasilitas kampus, mutu dosen, kurikulum, ujian internasional. Jadi, mahasiswa mendapatkan lebih banyak dibanding di kampus lain.

Untuk mahasiswa program gelar ganda, ada beban yang harus dibayarkan untuk bisa kuliah di luar negeri. Contohnya dengan Edith Cowan University dan Curtin University, biayanya besar ketika kuliah di Australia selama dua tahun, termasuk biaya kuliah dan biaya hidup.

Namun, ada program yang tidak berbayar, yaitu pertukaran mahasiswa, kerja sama dengan The Hague University. Mahasiswa belajar di universitas Belanda itu selama satu semester dan akan mendapatkan transkrip nilai satu semester. Tapi, tanpa membayar biaya kuliah. Sebaliknya, mahasiswa The Hague yang belajar di LSPR juga tidak dikenai biaya. Mahasiswa dibebani biaya hidup saja, yaitu makan, tempat tinggal, dan tiket pesawat. Karena itulah banyak mahasiswa LSPR memanfaatkan peluang ini.

Apa bidang ilmu yang merupakan keunikan sekolah ini?

Fokus LSPR hanya komunikasi. Ibaratnya hanya ada satu fakultas, namun banyak konsentrasi (mayor). Jumlah keseluruhan mayor ada 6. Ada Public Relations, Marketing, International Relations, Mass Communication, Performing Arts Communication. Dan ditambah yang terbaru, Digital Media Communication and Advertising. Meskipun ada cakupan marketing, intinya tetap saja marketing communication.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved