Management Strategy

Kepastian Pengupahan, PR Terbesar Sektor Padat Karya

Kepastian Pengupahan, PR Terbesar Sektor Padat Karya

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai bahwa masalah kepastian pengupahan menjadi masalah nomor satu yang harus segera diselesaikan di sektor padat karya, utamanya sektor tekstil dan sepatu. Implementasi PP No 78/2015 tentang pengupahan sebagai acuan dari penetapan Upah Minimum di seluruh wilayah akan menjadi kunci untuk memberikan kepastian pengupahan di sektor padat karya, khususnya tekstil dan sepatu.

Menurut Franky Sibarani, Kepala BKPM bahwa, dari data yang direkapitulasi oleh Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu (DKI-TS) berdasarkan kategori permasalahan tercatat persoalan kenaikan upah dan produktifitas tenaga kerja mendominasi dengan prosentase tertinggi mencapai 30%, kemudian diikuti oleh permasalahan listrik 14% perusahaan, perizinan 8%, restitusi PPN dan biaya PPN 6%, dan fluktuasi nilai tukar rupiah 6% serta impor ilegal 4% dan permasalahn lainnya.

bkpm

“Masalah impor ilegal sudah mulai kelihatan dampaknya, melalui langkah pengetatan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai. Masalah listrik juga sudah dapat diurai dengan paket kebijakan dan pertemuan dengan PLN. Sementara, untuk masalah kepastian pengupahan ini menjadi PR nomor satu yang kini menjadi prioritas utama untuk diselesaikan,” ujarnya.

Lebih lanjut Franky, menjelaskan bahwa melalui paket kebijakan jilid IV telah memberikan kepastian dengan memberikan formula penghitungan pengupahan. PP Pengupahan ini dinilai memberikan kepastian karena kenaikan Upah Minimum diukur dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. “Secara umum ini sudah memberikan kepastian, karena dari industri ini skemanya jauh lebih terkendali,” ungkapnya.

Katanya salah satu tugas yang harus diselesaikan adalah bagaimana memastikan seluruh wilayah dapat mengimplementasikan PP Pengupahan ini sebagai acuan untuk penentuan upah minimum sehingga ada kepastian pengupahan. “Esensinya jelas, kepastian. Bagaimana seluruh komponen yang ada saling mendukung dan bekerjasama untuk menciptakan kepastian usaha ini,” tegasnya.

Ke depan, lanjut Franky, Kementerian Tenaga Kerja dan Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu, akan berkoordinasi dengan seluruh pemerintah provinsi agar menggunakan PP Pengupahan sebagai acuan penghitungan upah minimum. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani menyampaikan, dalam rapat koordinasi Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu Rabu pekan lalu (17/12) bahwa persoalan kepastian pengupahan saat ini menjadi salah satu fokus utama yang harus diselesaikan.

Seperti diketahui, upaya pemerintah mendorong investasi padat karya tercermin dalam beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di antaranya paket ekonomi jilid II tentang layanan izin investasi 3 jam untuk investasi yang memperkerjakan 1.000 orang atau nilai investasi Rp 100 miliar, paket jilid III tentang discount tariff hingga 30% untuk pemakaian pukul 23.00-08.00 dan penundaan pembayaran hingga 40% untuk industri padat karya dan industri berdaya saing lemah, paket jilid IV tentang PP 78/2015 yang memberikan kepastian formula pengupahan bagi investor, serta paket jilid VII tentang tax allowance serta subsidi PPH 21 sebesar 50% untuk sektor padat karya dengan memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan.

Sepanjang periode Januari-September 2015, sektor tekstil dan sepatu mencatatkan realisasi investasi sebesar Rp 11,55 triliun yang terdiri dari sektor tekstil sebesar Rp 9,8 triliun meningkat 148% dari periode yang sama tahun sebelumnya dan sektor sepatu/alas kaki dengan nilai mencapai Rp 1,6 triliun atau turun 35% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor tekstil dan sepatu menyerap 106.103 tenaga kerja efektif atau 6,2 kali dari daya serap sektor lainnya setara dengan penyerapan 17.124 tenaga kerja Indonesia per Rp 1 triliun investasi yang dilakukan di sektor tersebut. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved