Management Strategy

Ketika Seni dan Kewirausahaan Menyatu dalam Ciputra Artpreneur

Ketika Seni dan Kewirausahaan Menyatu dalam Ciputra Artpreneur

Guna mendorong pelaku seni menciptakan kemandirian ekonomi berbasis kreatif, Ciputra menghadirkan Ciputra Artpreneur. Seperti apa dukungan dan fasilitas itu?

Seni dan kewirausahaan atau enterpreneurship sejatinya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Di satu sisi, seorang enterpreneur dituntut untuk tetap memiliki jiwa seni agar manajemen perusahaan lebih fleksibel, kreatif dan inovatif. Di sisi lain, seorang seniman juga harus mempunyai jiwa wirausaha agar hasil karya seninya bernilai ekonomis dan memiliki selling point tinggi di masyarakat

Kesuksesan seorang enterpreneur justru dimulai dari seni, bukan profit. Menurut Phillip Kotler dalam bukunya “Marketing Management”, pemasaran otentik bukanlah seni menjual apa yang bisa Anda buat, melainkan tahu apa yang harus dibuat. Ini adalah seni mengidentifikasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan serta menciptakan solusi-solusi yang memberi kepuasan pelanggan, profit bagi pemilik perusahaan dan keuntungan untuk stakeholders. Dari situ bisa dipahami betapa pentingnya unsur seni dalam mengelola perusahaan. Seni akan membuat kebijakan dan perilaku bisnis lebih luwes, serta merangsang munculnya ide-ide baru yang out of the box.

Bagi seniman, sentuhan bisnis juga penting. Mengapa? Simak penuturan generasi kedua tokoh legenda properti Ciputra ini. “Pendidikan kewirausahaan bagi pelaku seni menjadi penting, mengingat banyak yang belum maksimal dalam menjual karya seninya karena kurang pengetahuan dalam pengembangan bisnis,” ujar Rina Ciputra Sastrawinata, Presiden Direktur Ciputra Artpreneur di sela acara diskusi dengan media di Gedung Ciputra Artpreneur di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif -Triawan Munaf, Rina Ciputra Sastrawinata dan wakil pekerja seni yang telah terbukti berhasil di bidang seni film, seni musik dan seni rancang busana dalam kesempatan diskusi media

Kepala Badan Ekonomi Kreatif -Triawan Munaf, Rina Ciputra Sastrawinata dan wakil pekerja seni yang telah terbukti berhasil di bidang seni film, seni musik dan seni rancang busana dalam kesempatan diskusi media

Menyadari seni dan kewirausahaan saling melengkapi, Triawan Munaf berpendapat kedua hal itu akan melahirkan ekonomi kreatif. “Konsep ekonomi kreatif memberikan kesadaran bagi para pelaku seni bahwa penggabungan nilai seni dan bisnis merupakan alat utama untuk mencapai kemandirian ekonomi berbasis seni,” ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif RI, ini.

Triawan menjelaskan, pelaku dan pekerja seni Indonesia, perlu menyadari bahwa saat ini industri kreatif dapat menjadi sumber utama mata pencaharian, bukan hanya hobi. Yang harus diperhatikan, pencapaian kesuksesan harus disertai dengan kejelian, keuletan, dan kemampuan para pelaku seni untuk selalu berusaha memberikan karya terbaik dan memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi karyanya melalui pengembangan bisnis, seperti kolaborasi dengan beragam industri yang dapat menggunakan karya seni secara kreatif, sehingga keberlangsungan hidup dan karya dapat terjamin masa depannya.

Untuk kemajuan seniman Tanah Air ke depan, dibutuhkan ekosistem seni dan bisnis yang terintegrasi. Saat ini, kata Triawan, pemerintah sedang berusaha mengidentifikasikan permasalahan utama di bidang ekonomi kreatif, sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para pelaku industri. Dukungan pemerintah salah satunya berupa rekomendasi terhadap suatu karya/pelaku seni, untuk memudahkan pengembangan seni di luar negeri. “Diharapkan ke depannya pemerintah dapat memberikan dukungan yang lebih besar lagi bagi para pelaku seni sehingga industri ekonomi kreatif dapat semakin berkembang dan Indonesia dapat semakin dikenal atas industri seninya,” kata ayah penyanyi Sherina Munaf itu.

Mengapa harus enterpreneur?

Suatu negara dapat mencapai kemakmuran jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan sekitar 4,8 juta pengusaha dari kisaran 250 juta penduduk. Padahal, menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, data hingga Maret 2015, menyebutkan, jumlah wirausaha kita hanya 1,65% dari 250 juta penduduk. Padahal, Singapura 7%, Malaysia 5%, serta Thailand 4%. Masih kecilnya jumlah dan peran enterpreneur kita di kancah perekonomian nasional, sehingga menggerakkan Ciputra untuk mendorong lahirnya wirausaha-wirausaha baru dan menularkan virus enterpreneurship.

Begawan properti Indonesia Ir. Ciputra

Begawan properti Indonesia Ir. Ciputra (dok.SWA)

“Saya percaya bahwa enterpreneur adalah kunci untuk membangun bangsa, bahkan dunia. Untuk itu, saya ingin bangsa Indonesia menjadi bangsa enterpreneur. Saya pernah hidup susah. Dengan pemikiran enterpreneur, saya bisa mencapai kesuksesan hingga saat ini. Pengalaman hidup saya mengajarkan banyak hal untuk menjadi enterpreneur,” ujar Dr.Ir Ciputra, saat diwawancara SWA. Dengan lahirnya jiwa kewirausahaan, dia percaya akan menghasilkan efek lainnya bagi kehidupan sosial ekonomi bangsa kita. Orang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan menghasilkan dampak positif lain bagi lingkungannya. Ini sebenarnya jawaban bagi masalah bangsa kita ini.

“Kita lihat saja kondisi sekarang. Lulusan kuliah banyak, tetapi tingkat pengangguran juga banyak. Untuk menjadi sarjana pun saat ini tidak sulit. Lantas, mau dikemanakan sarjana-sarjana itu? Maka, menurut hemat saya, yang terpenting adalah menanamkan jiwa kewirausahaan mereka sejak di bangku sekolah. Jika perlu, dari tingkat pendidikan terendah,” jelas pria yang sering disapa Pak Ci.

Dengan bekal pendidikan kewirausahaan, mereka juga dilatih untuk mampu mengambil keputusan. Mereka pun nantinya akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Seorang enterpreneur memiliki semangat untuk bertahan, tumbuh berkembang dan maju. Dari situ, Pak Ci percaya, pendidikan dan kewirausahaanlah yang mampu menjadi kunci untuk mengubah bangsa ini menjadi makmur. “Saya yakin bangsa ini dapat bangkit dengan semakin banyaknya lahir wirausaha baru. Kita perlu wirausaha sebanyak-banyaknya,” dia menegaskan. Berangkat dari pemahaman tersebut maka upaya Ciputra untuk membangkitkan jiwa kewirausahaan adalah dengan membangun sekolah. Saat ini sudah bangun lebih dari 15 sekolah dan dua universitas yang mengajarkan semangat berwirausaha.

Selain itu, menularkan semangat berwirausaha itu kepada tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong, Singapura dan Malaysia. Juga, pelatihan kewirausahaan secara online (Universitas Ciputra Entrepreneurship Online (UCEO). Begawan properti itu ingin, semua masyarakat dari Sabang sampai Merauke bisa mendapatkan pelatihan wirausaha secara online. Tak lupa, mempersiapkan incubator centre bagi wirausaha. Incubator centre ini sudah dimulai di Yogyakarta dan Jakarta.

“Hanya saja, khusus untuk pemerintah, perlu menyelesaikan segala permasalahan yang ada pada sistem birokrasi di negara kita. Birokrasi di sini masih kurang mendukung lahirnya enterpreneur. Sekali lagi, ingin saya tekankan, ini tugas kita semua. Tidak hanya pemerintah. Swasta pun punya tanggung jawab di sini. Kita semua harus sama-sama mendukung untuk mampu melahirkan barisan enterpreneur,” jelas Ciputra seraya mengatakan untuk menjadi enterpreneur harus ada tiga hal yang dimiliki: keinginan, semangat, dan berani mengambil risiko.

Kendati jumlah enterpreneur kita belum mencapai 2% dari total jumlah penduduk 250 juta, namun kabar gembiranya adalah anak-anak muda Indonesia antusias ingin terjun ke dunia bisnis. Merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Citi Foundation dan The Economist Intelligence Unit tahun 2015, ternyata hampir 80% anak muda di kawasan Asia Pasifik, termasuk Jakarta menunjukkan ketertarikan yang besar untuk berwirausaha. Hal ini ditandai dengan banyak bermunculan startup baru di Indonesia yang tahun 2015-2016 ini diperkirakan masih akan tetap booming. Tak pelak jika banyak enterpreneur startup yang kiprahnya mendunia dan dilirik banyak investor asing.

Contoh, sosok Nadiem Makarim (Go-Jek) yang mewadahi 200 ribu tukang ojek online dan mampu mengurangi jumlah angka penggangguran. Bagi Nadiem, untuk mengurus 200 ribu pengendara motor Go-Jek tidak bisa kaku, butuh jiwa seni pendekatannya. Sebab, 200 ribu orang itu berbeda-beda karakter dan latarbelakangnya, tidak bisa teoritis dan matematis. Begitu halnya kiprah desainer Indonesia, Tex Saverio yang mendunia, sehingga hasil rancangannya dikenakan oleh penyanyi Lady Gaga.

Seniman yang berjiwa bisnis

Persaingan pelaku seni di Tanah Air sangat ketat. Jika tidak memiliki strategi jitu dan kemahiran dalam mempertahankan selling point karya seninya, maka umur keartisan si pelaku seni akan pendek. Sulit untuk menjadi artis yang everlasting. Nah, untuk menjadi pelaku seni yang everlasting ada kuncinya. Apa saja? Sutradara dan produser teater/film Mirwan Suwarso punya rahasianya. “Dalam industri teater dan film, salah satu hal utama yang harus diperhatikan adalah faktor bisnis, dalam hal ini unsur cost management dalam pembuatan suatu karya,” ungkapnya. Mirwan menjelaskan bahwa saat ini banyak kreator muda yang tidak memasukkan faktor bisnis dalam pembuatan suatu karya. Karena kekurangan dari sisi bisnis inilah, banyak kreator yang tidak dapat meraih untung maupun meraih break event point.

Pertunjukan Beauty and The Beast di Ciputra Artpreneur

Pertunjukan Beauty and The Beast di Ciputra Artpreneur (dok.SWA)

Unsur penting lain dalam memasarkan karya seni adalah strategi marketing. Misalnya, untuk menargetkan massa yang lebih luas, maka perlu memasukkan nama selebriti papan atas akan menjadi daya tarik penonton. Salah satu contoh strategi yang pernah dilakukan Mirwan adalah ketika pembuatan karya Hanoman pada tahun 2013 yang banyak melibatkan talenta asing. Dengan memasukkan unsur pemain baru, Mirwan berhasil menggaet pangsa pasar baru yaitu anak muda yang menyukai elemen berbau Barat.

Selain faktor bisnis dan teknik marketing, Mirwan juga menyarankan para sutradara dan produser muda untuk tidak bergantung pada bantuan dari sponsor, pemerintah ataupun pihak ketiga lainnya, agar lebih mandiri. Kemandirian dalam berkreativitas dianggap penting karena dengan ini seorang produser dapat memahami seluruh cakupan yang dibutuhkan dalam menghasilkan karyanya. Dengan pengertian yang semakin baik, hasil karya pun bisa menjadi lebih baik lagi.

Hal senda dikatakan sosok musisi Erwin Gutawa yang patut diacungi jempol prestasinya di kancah regional. Menurut Erwin, tips untuk bertahan dalam dunia musik yaitu memilili strategi dalam berkarya. Strateginya antara lain musisi harus bisa mengerti jalur permintaan pasar dan menyesuaikan hasil karya agar dapat dinikmati pasar. Selain itu, harus berkarya secara konsisten untuk dapat diterima di pasaran. Salah satu contoh strateginya adalah bekerja sama dengan tokoh industri yang telah dikenal baik oleh masyarakat, memiliki tim managemen yang gesit dan peka akan permintaan pasar, hingga kesanggupan berganti genre sesuai keinginan pasar.

Market terbaru yang digarap oleh Erwin adalah anak-anak. Pasar ini sangatlah luas, tapi untuk menggapainya diperlukan strategi yang sesuai. Erwin menjelaskan bahwa melihat hasil karya Disney yang menggabungkan visual, lagu dan film, dapat disimpulkan bahwa cara menggapai pasar anak-anak adalah penggabungan berbagai elemen dalam kemasan yang menarik. Saat ini proyek terbaru Erwin adalah “Di Atas Rata-Rata” (DARR), yang melibatkan penyanyi anak-anak usia 9-13 tahun. DARR diharapkan dapat menjangkau pasar anak-anak Indonesia yang selama ini tidak terperhatikan.

Peran Ciputra Artpreneur

Konsep Artpreneur, yakni penggabungan Seni and Entrepreneruship, mendorong pelaku seni untuk menjadi lebih proaktif dalam eksplorasi kreativitas bagi usaha mereka. Untuk itu, Ciputra menggabungkan konsep itu dalam Ciputra Artpreneur, sebuah platform dan fasilitator untuk pengembangan seni yang dibangun dengan misi edukatif yang berakar dari apresiasi terhadap seni dan enterpreneurship. Juga, mendorong pelaku seni untuk menjadi lebih proaktif dalam eksplorasi kreativitas bagi usaha mereka.

“Ciputra Artpreneur merupakan wadah yang memberikan dukungan intelektual dan pemberdayaan manusia khususnya bagi para pengusaha seni. Kami menyadari bahwa pentingnya usaha yang berhasil harus dimulai dari pengembangan sumber daya manusianya sendiri serta ketersediaan infrastruktur untuk menghadirkan hasil karya di tengah masyarakat,” jelas Rina Ciputra Sastrawinata, Presiden Direktur Ciputra Artpreneur.

Dengan konsep ini, para pelaku seni harus teredukasi secara dini mengenai pentingnya pencapaian nilai ekonomi untuk memastikan berkelanjutan karya. Dalam berkarya, pelaku seni diharapkan dapat mengkalkulasi modal, jangka waktu, target dan variabel lainnya untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan.

“Kami percaya akan potensi yang dimiliki oleh pekerja seni Indonesia. Untuk itu, Ciputra Artpreneur menyediakan diri sebagai tempat di mana para pelaku seni dapat mewujudkan bentuk kreasinya yang terbaik dan tetap mengedepankan konsep bisnis yang sesuai. Harapan kami, kehadiran Ciputra Artpreneur dapat memacu pekerja seni menjadi lebih kreatif secara karya dan bisnis sehingga dunia seni bisa menjadi pilihan karier bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan kreativitas. Adalah tujuan kami agar seni yang sesungguhnya dapat menjadi lebih mudah diakses dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat,” Rina menguraikan.

Martinus Prasetya Johannes, Head of Marketing Communications Ciputra Artpreneur, menambahkan, Ciputra Artpreneur yang berlokasi di kawasan Lotte Shopping Avenue, Jakarta Selatan, dilengkapi dengan galeri, museum, dan teater pertunjukan berskala internasional. Dengan ketiga fasilitas ini, Ciputra Artpreneur memberikan destinasi terbaik bagi para pelaku seni untuk memasarkan hasil karyanya.

“Kehadiran Ciputra Artpreneur sebagai kompleks seni di Indonesia didirikan menyatu dengan kawasan komersial. Dengan adanya ruang museum seni, galeri multifungsi, dan teater pertunjukan berstandar internasional, kompleks seluas 10.000m2 ini diharapkan dapat menjadi destinasi yang akrab dengan masyarakat luas. Kawasan ini dibangun sesuai dengan visi Ir. Ciputra untuk membuat daerah ini menjadi Financial, Shopping and Art District layaknya kota-kota besar kelas dunia,” jelas Martinus.

Martinus Prasetya Johannes, Head of Marketing Communications Ciputra Artpreneur. (Photo by Eva SWA)

Martinus Prasetya Johannes, Head of Marketing Communications Ciputra Artpreneur. (Photo by Eva SWA)

Sebagai sebuah fasilitas ruang publik di Jakarta, Ciputra Artpreneur yang terdiri dari Galeri, Museum dan Teater merupakan kompleks seni terintegrasi pertama di Indonesia yang menumbuh-kembangkan semangat artpreneurship tersebut. Ciputra Artpreneur Gallery memiliki luas kurang lebih 1.500 meter persegi dengan fasilitas layar proyeksi massif berukuran 60 x 12 meter. Ruang ini juga memiliki pemandangan lepas kota Jakarta. Bersebelahan dengan galeri, Ciputra Artpreneur Museum seluas ±700 meter persegi memamerkan koleksi Ciputra dengan sentuhan inovasi digital. Permata istimewa lain adalah ruang Ciputra Artpreneur Theater yang berstandar internasional dengan kapasitas kurang lebih 1.200 kursi, dilengkapi dengan sound sistem Meyer. Teater ini merupakan teater pertunjukan tertinggi (lantai 13) di Asia dan pembangunannya merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.

Ya, berdirinya Ciputra Artpreneur di tengah pusat ekonomi Jakarta, diharapkan dapat membangkitkan serta mengembangkan industri kreatif Indonesia melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan berbasis seni dan budaya dengan cakupan yang luas dari seni rupa, seni kriya dan desain, arsitektur, seni pertunjukan, dan seni musik.

Beberapa kegiatan seni sudah dilakukan di Ciputra Artpreneur. Yang terbaru adalah menghadirkan pertunjukan asli Tiongkok, Shaolin Warriors, untuk peringatan Tahun Baru Imlek 2567. Pertunjukan yang digelar pada 19-21 Februari 2016 merupakan pertunjukan yang menceritakan kehidupan di biara Shaolin dan menonjolkan kedisiplinan serta keluwesan ilmu bela diri yang dikemas dalam bentuk kisah di panggung teater yang spektakuler.

“Kami memiliki aspirasi untuk selalu memberikan pertunjukan dengan kualitas terbaik bagi Indonesia. Kali ini, dalam merayakan Tahun Baru Imlek 2567, pihaknya bersama Bank Mayapada, Ciputra Artpreneur dapat kembali menampilkan sebuah pertunjukan berstandar internasional dengan konten yang unik. Semoga masyarakat Indonesia tidak hanya menikmati pertunjukan menarik ini, tetapi juga dapat memetik nilai moral yang disampaikan,” kata Rina.

Sebelumnya Ciputra Artpreneur menarik turis dengan senjata pertunjukan berkualitas. “Turis datang ke Indonesia untuk melihat Bali, Kalimantan, Danau Toba, dan masih banyak lagi. Sayangnya banyak orang Indonesia yang lebih memilih keluar negeri untuk mencari hiburan. Jadi daripada devisa kita keluar lebih baik shownya saja yang kita datangkan,” jelas Rina. Dia berharap ke depan, Indonesia bisa menjadi seperti Singapura dan Hong Kong, yang menjadi teater hub untuk mancanegara. Alasan inilah yang membuatnya cukup berani dalam menghadirkan Disney’s Beauty and The Beast-The Original Broadway Musical Spectacular” yang menghabiskan dana belasan miliar ini di Teater Ciputra Artpreneur.

Persiapan yang dilakukan pun tak main-main, dengan pertunjukan selama 12 hari, Rina mengaku melakukan berbagai persiapan sangat matang. Salah satunya dengan menyediakan 40 guide, dan mempersiapkan keamanan yang ketat. “Tim mereka datang 5 hari sebelum show dimulai, persiapannya tidak kalah dengan konser. Hanya saja kan kalau konser hanya sehari, kalau pertunjukan waktunya lebih panjang sehingga menambah biaya operasional menjadi lebih besar,” ujarnya yang waktu itu optimistis tiket ludes terjual. Rina berjanji, ke depan, akan banyak menampilkan teataer dan karya seni anak negeri. Semoga langkah ini menjadi magnet untuk menggaet turis dan membuat seniman bertahan lama di industri seni. Pada gilirannya, virus-virus seni dan enterpreneurship diharapkan terus menyebar ke berbagai penjuru Nusantara. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved