Management Strategy

Konglomerasi Ini Selamat dari Krisis, Apa Rahasianya?

Konglomerasi Ini Selamat dari Krisis, Apa Rahasianya?

Krisis moneter 1998 telah mengubah lanskap bisnis Indonesia, termasuk potret konglomerasi. Imbas krisis keuangan atau aneka kebijakan baru, tekanan pasar, dan perkembangan ekonomi makro di masing-masing sektor bisnis, peta konglomerasi pun sudah berubah.

Ada banyak nama besar yang sempat berjaya sebelum krisis, kemudian harus tenggelam tak kuasa bertahan diterjang badai. Para pemilik grup sebenarnya masih kaya. Namun, kelompok bisnis yang dikelolanya tak lagi bersinar. Pamor dan skala bisnisnya terus menurun.

Contohnya, Grup Jayanti Hutrindo, Grup Kayu Lapis, Grup Tamara, Bank Bali, Mashill, Grup Ongko, BHS Bank (Grup Rahardja), dan Great River. Pun dengan nama-nama seperti Gesury, Putra Surya Perkasa, Hanurata, Arseto, Grup Dwima, dan beberapa nama besar lain yang hilang bak ditelan bumi.

Mereka yang masih eksis hingga kini disebabkan bisnis lamanya yang memang berkembang seperti Grup Astra, Grup Djarum, Grup Gadjah Tunggal, Ciputra Group, Gudang Garam Group, dan Grup Kalbe.

Ada juga konglomerasi yang masih bertahan karena berani mengubah haluan bisnisnya alias bertransformasi. Seperti, Grup Indika, Grup Modern, dan Grup Barito Pacific. Indika yang merupakan warisan Sudwikatmono bertransformasi ke bisnis media, energi, dan sumber daya alam setelah sebelumnya fokus di distributor film.

astra

Indika kini menjadi pemegang saham utama Cirebon Electric Power, pembangkit listrik tenaga uap batu bara berkapasitas 660 MW. Mereka juga menggandeng investor strategis asal Jepang, Marubeni, untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap lain berkapasitas 1.000 MW. Indika melesat di sektor energi setelah mengakuisisi aset perusahaan Korea, Kideco.

Grup Modern milik keluarga Sungkono Honoris yang semula kesohor di industri properti dan distribusi foto film (Fuji Film) bertransformasi mengembangkan gerai 7-Eleven, bisnis ritel kafetaria yang hingga kini masih menjadi hits. Generasi kedua, Henri Honoris bersaudara, tengah bersiap melakukan ekspansi keluar Jabodetabek.

Terakhir, Barito Pacific yang dibangun taipan Prajogo Pangestu yang sebelumnya berkiprah di sektor kehutanan dan perkayuan, kini bergeser ke bidang kimia dan energi. Mereka adalah pemegang saham pengendali di PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, perusahaan petrokimia terbesar di Asia Tenggara.

Di bidang energi, Barito juga pemilik Star Energy, perusahaan pengelola pembangkit tenaga listrik geotermal Wayang Windu, yang konon merupakan pembangkit listrik geothermal terbesar di Asia Tenggara. Prajogo memiliki Star Energy setelah membeli dari pengusaha miga Supramu Santosa.

“Tantangan konglomerasi semakin berat. Skala organisasinya makin besar. Dulu fondasinya bisa kuat untuk dibangun 10 lantai. Sekarang, mereka sudah 50 lantai. Jika fondasi dan tiangnya masih sama, mereka akan sulit bertransformasi,” kata pakar bisnis keluarga A.B. Susanto. (Reportase: Tiffany Diahnisa)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved