Management Strategy

Konsolidasi Perbankan Berjalan Lambat

Konsolidasi Perbankan Berjalan Lambat

Konsolidasi perbankan lewat merger atau akuisisi mesti segera dilakukan agar Indonesia memiliki satu bank besar yang kuat untuk membendung serbuan bank-bank asing di era pasar bebas ASEAN yang akan dimulai pada 2020 mendatang. Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardoyo, mengatakan, jumlah bank di Tanah Air masih terlalu banyak, yakni 120 bank. Namun, 75% aset perbankan nasional kini dikuasai 11 bank besar.

“Konsolidasi (perbankan) penting untuk segera dilakukan. Negara-negara tetangga sudah melakukannya. Jika 110 bank bisa dikonsolidasikan (dengan merger atau akuisisi), hasilnya akan lebih sehat,” katanya dalam seminar bertajuk “Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh” di Jakarta.

Menurut dia, niat untuk konsolidasi harus diberitahukan sejak dini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia agar bisa segera melakukan persiapan. Dengan begitu, jika ada investor baru yang ingin masuk bisa langsung mengambil alih bank yang telah melewati proses konsolidasi. “Sehingga, nanti tidak harus dua kali kerja. Memang harus ada insentif dan disinsentif untuk dorong proses konsolidasi,” katanya.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (Foto: IST)

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (Foto: IST)

“Konsolidasi akhirnya lamban terjadi. Padahal, konsolidasi dibutuhkan untuk penguatan permodalan. Semakin besar modal, semakin bagus untuk mengabsorp risiko. Peran modal seperti shockbreaker di kendaraan bermotor,” ujarnya.

Ketua Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, insentif berupa penurunan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), penurunan pembayaran pajak, kemudahan izin pembukaan cabang, dan lainnya. Dengan begitu, bank-bank menjadi tertarik untuk melakukan merger atau akuisisi.

“Merger bank BUMN seharusnya bisa dilakukan dan menjadi contoh untuk bank swasta lainnya. Jika menggabungkan empat bank milik pemerintah ini saja tidak bisa, jangan harap bisa mengkonsolidasikan bank-bank swasta yang pemiliknya bermacam-macam,” katanya.

Namun, Muliaman berpendapat lain. Ia menilai bank-bank BUMN bisa menjadi bank jangkar yang fungsinya mempercepat berjalannya konsolidasi perbankan di Tanah Air. Saat ini, pemerintah masih memiliki empat bank besar, yakni Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri), Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan Bank Tabungan Negara Tbk.

Sigit menilai BRI dan Bank Mandiri paling layak untuk dimerger karena memiliki banyak kesamaan, salah satunya fokus di segmen korporasi. Lain halnya dengan BRI yang fokus menyalurkan pembiayaan untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah. Satu bank lain, BTN juga fokus menyalurkan kredit perumahan.

“Indonesia harus punya satu bank besar yang bisa berbicara banyak di kawasan ASEAN dan bahkan Asia. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terbesar ke-16 di dunia. Tapi, banknya ada di peringkat ratusan. Konsolidasi perbankan penting. Jangan menabukan kata merger,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved