Management Strategy

Konsumsi Produk Halal Tak Mengenal Kata Kompromi

Konsumsi Produk Halal Tak Mengenal Kata Kompromi

Kewajiban mengambil yang halal sudah menjadi hukum pasti bagi setiap muslim, tidak ada kata kompromi. Meninggalkan yang halal berarti membuka pintu untuk ikut golongan ahli neraka. Itulah yang diungkapkan Aisha Maharani sehingga dirinya mantab mendirikan Halal Corner. Aisha berujar bahwa urgensi halal ini sebenarnya membuat barakah bagi penganutnya, karena sudah ada jaminan dari Allah yaitu kucuran pahala. Lantas seperti apa semangat Aisha dalam mengedukasi pentingnya halal bagi umat muslim dimanapun? Berikut reportase yang berhasil diliput oleh Swa Online?

Bagaimana awal cerita membesut Halal Corner?

Mengenai halal ini sangat menarik ya, karena sekarang ini sedang tren dimana-mana. Tapi sayang, di Indonesia agak kurang. Kalau di luar negeri, khususnya di negara-negara yang memang bukan muslim justru sangat ngetren. Contohnya di Inggris, itu ada semacam jajanan gerobak, dimana pembelinya sampai ngantri.

Di sana juga sekarang sudah ada yang namanya wisata halal. Jadi Jepang sudah menyiapkan yang namanya panduan wisata halal seperti bikin booklet, dll. Di Qatar pun sangat menarik. Ada pantai yang hanya menerima perempuan saja wisatawannya. Itu tiap tahun pasti penuh. Di hari libur apalagi. Bayangkan kalau itu terjadi di Indonesia, Indonesia pantai banyak nggak? Kalau ingin meningkatkan potensi wisata, maka ini sangat menjanjikan. Apalagi wisata kuliner ditambah industri fashion. Jadi sebenarnya potensi Indonesia sangat luar biasa.

IMG_5950 Berapa yang sudah disertifikasi halal di Indonesia?

Dari sekian produk yang ada di Indonesia, baru 13 ribu untuk produk makanan dan minuman yang bersertifikasi halal. Angka 13 ribu ini sedikit loh. Paling 30%. Sedangkan yang namanya obat-obatan, itu 0,01%. Bisa dihitung dengan jari. Sebagai pengusaha muslim, terutama di obat-obatan, kalau menjual produk halal, insyaalloh laku. Jadi jangan takut. Apalagi kuliner. Lihat saja, yang namanya bulan puasa itu berkah. Kalau pas ngabuburit, itu sampai penuh.

Kenapa edukasi halal ini harus terus dilakukan?

Menurut saya itu perlu sekali. Kenapa musti ada edukasi halal. Halal itu sebenarnya banyak. Tapi dengan teknologi, yang namanya halal itu menjadi dikungkung dengan yang namanya haram. Jadi kalau kita belajar peta babi dan produk turunannya itu luar biasa. Yang namanya babi, itu turunannya mulai dari tulang sampai bulunya, semua bermanfaat. Bulunya buat kuas. Kalau yang namanya kecantikan jadi blush on. Kalau untuk makanan, buat mengoleskan ayam bakar, steak, martabak, dll. Kalau tulangnya bisa di permen, marsmellow, dll.

Bahkan yang namanya foodgrade itu juga bisa terkungkung kata haram. Misal cangkir keramik, itu bisa dicampur dengan gelatin babi. 25% itu tulang babi dicampurkan dengan keramik. Jadi kalau keramik yang bagus dan mahal itu kita harus waspada. Bisa jadi ada campuran tulang babi. Itu luar biasa.

Bahkan di Jepang, tahun 2000 itu ada teknologi yang ada di tepung terigu. Di situ ternyata ada yang namanya sistein. Sistein ini fungsinya untuk mengembangkan si tepung terigu. Kalau zaman saya bikin kue, kan harus diayak dulu baru dijemur. Kalau sekarang nggak perlu pakai ayak atau jemur-jemuran. Begitu dikasih air sudah langsung bisa mengembang. Itu karena diperkaya oleh suatu zat, salah satunya sistein.

Ternyata sistein itu bisa diambil dari bulu babi, bulu unggas, bulu domba, bahkan rambut manusia. Itu teknologi. Jadi kalau misalnya teknologi gadget atau internet, buat saya tidak masalah. Tapi yang perlu diwaspadai adalah teknologi pangan,obat, dan kosmetik. Karena apa? Yang namanya unsur manusia bisa dimasukkan. Bayangkan, kalau di hadist yang namanya haram itu, 40 hari amalannya tidak diterima bagi seorang muslim. Ada yang pura-pura tidak tahu, lalu tahu tapi pura-pura tidak tahu, ada juga yang sudah tahu tapi ngeyel. Tapi ada juga yang bagus, dia nggak tahu tapi mau belajar. Ada juga penyakitnya orang muslim zaman sekarang. Dengan bismilah, dia bilang sudah halal. Inilah perlunya kita belajar agama. Bismilah itu adab, kita mau makan, minum, baca bismilah. Itu adab. Bukan menjadikan halal. Itu yang Halal Corner lakukan.

Apa misi utama komunitas ini?

Jadi targetnya knowing, finding, dan keeping. Knowingnya adalah kita mengetahui dulu apa itu halal, apa itu haram. Apa saja yang diharamkan, apa saja yang jadi peluang haram. Kalau sudah tahu berarti kita finding. Oh cari produk yang halal. Nah, Halal Corner alhamdulilah sekarang sudah 130 ribu follower dan komunitasnya sudah ada 10 di kota Indonesia, dan 1 di Madinah. Itu dari iseng sih sebenarnya. Iseng facebookan, twitteran dan bikin komunitas. Jadi iseng ini alhamdulilah jadi besar dan baru mau 3 tahun.

Apa target ke depannya?

Insyaalloh kami sudah dipinang oleh Pemprof DKI untuk nantinya membantu UKM-UKM agar dipersiapkan halal. Tapi bukan untuk UKM menengah ke atas, melainkan untuk menengah ke bawah. Karena UKM middle ke bawah ini yang luar biasa butuh bimbingan. Banyak yang tidak punya modal, jadi Halal Corner turun ke jalan. Memang salah satu programnya adalah untuk menyediakan informasi bagi UKM agar dia mau sertifikasi halal. Jadi alhamdulilah sudah ada 200 tim inti di Halal Corner. Dan kami mau merambah ke advokasi karena banyak juga pengajuan. Contohnya tahun 2011 itu kami menemukan kasus produk makanan yang menempelkan label halal di produknya yang pakai kulit babi. Itu salah satu follower Halal Corner menemukan dan lapor.

Akhirnya setelah 2 bulan itu kami ngetwit, dan dari pihak produsen tersebut diberikan sangsi. Makanya, agak hati-hatilah yang kuliner. Jangan heran kalau kami agak bully-bully dikit kalau ada yang nakal. Karena ada juga yang mengaku halal, tapi pakai angciu (arak China), mirin, atau sake. Ini biasanya di resto-resto Jepang, Korea. Ingat, makan itu bukan sekedar gaya-gayaan atau mengikuti tren, tapi juga harus diperhatikan halal haramnya. Halal itu menyenangkan kok. Selain dibolehkan, dapat pahala dari Alloh, juga maslahat dunia akherat. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved