Management Strategy

Kontrak Karya Selesai, HIPMI Imbau Pemerintah Ambil Alih Freeport

Kontrak Karya Selesai, HIPMI Imbau Pemerintah Ambil Alih Freeport

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mendesak agar negara mengambil alih aset PT Freeport setelah kontrak perusahaan itu selesai pada 2021. Hal tersebut diutarakan Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia pada forum dialog Hipmi bertajuk “Kegaduhan Freeport untuk Siapa?” di Hipmi Center, Jakarta, (29/12).

Bahlil mengatakan, pengambilalihan Freeport setelah kontrak selesai tidak bertentangan dengan aturan atau perjanjian internasional sebab hal ini dilakukan setelah masa kontrak selesai. Bahkan sesuai dengan UUD 45 pasal 33 mengenai kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. “Pengambilalihan setelah masa kontrak selesai, ini cara paling profesional dan tidak mengejutkan dunia luar,” kata Bahlil.

Bahlil menjelaskan, semestinya upaya melobi, menguasai dan mengalikan Freeport sudah dijalankan 30 tahun terakhir. Bahlil memberi contoh bagaimana Arab Saudi akhirnya menguasai dan mengendalikan perusahaan minyak milik Amerika Serikat, Aramco. “Secara periodik, Arab Saudi melobi dan meminta tambahan saham. Dia manfaatkan banyak isu-isu global sampai akhirnya Aramco dikendalikan dan menjadi milik Arab Saudi,” kata Bahlil yang menjabat sebagai Ketua Umum Hipmi periode 2015 – 2018.

Setelah dikuasai negara, saham Freeport dapat dimiliki asing termasuk Freeport International, namun posisinya bukan sebagai pengendali. Pemerintah dapat menugaskan BUMN untuk mengambil alih dan mengelola perusahaan yang sudah hampir setengah abad itu menguasai kekayaan alam Papua.

Namun dalam kasus Freeport, Bahlil berpendapat pejabat di Indonesia terlalu mudah diatur. Akibatnya kepemilikan saham pemerintah tidak mengalami kemajuan berarti sejak Kontrak Karya II tahun 1991 yang akan berakhir. Bahkan kepemilikan saham pemerintah berkurang menjadi 18,72% dari sebelumnya 20%.

Pengambilalihan Freeport, katanya tidak sama dengan nasionalisasi seperti yang terjadi di Bolivia dan Venezuela oleh Evo Morales maupun Hugo Chaves. Tetapi pengambilalihan Freeport sesuai dengan aturan dan konsensus yang sudah dibuat. “Kalau di Venezuela dan Bolivia namanya nasionalisasi. Kontrak belum tuntas, perusahaan asing dicaplok,” ungkap Bahlil.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 1967 Kontrak Karya I Freeport Indonesia Inc. berlaku selama 30 sejak mulai beroperasi tahun 1973. Pada tahun 1988, Freeport menemukan cadangan emas di tambang Grasberg. Investasi tersebut memerlukan jaminan jangka panjang. Pada tahun 1991, Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi berakhir tahun 2021, serta ada kemungkinan perpanjangan 2×10 tahun hingga 2041. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved