Management Strategy

Kredit Melambat, Terdalam di Industri dan Perdagangan

Kredit Melambat, Terdalam di Industri dan Perdagangan

Pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2015 belum akan sesuai harapan. Setidaknya, itulah hasil penilaian Bank Indonesia. Perbankan yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi lewat penyaluran kreditnya masih sangat hati-hati mencermati kondisi makroekonomi di dalam negeri.

Perlambatan ekonomi global, terutama di Amerika dan Eropa, termasuk di beberapa negara maju di kawasan Asia, seperti Tiongkok dan Jepang, menular sampai ke Indonesia. Aktivitas ekonomi di Tanah Air mengkerut. “Memang benar, semua sektor mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit per sektor melambat. Bahkan untuk sektor industri dan perdagangan mengalami perlambatan paling dalam,” kata Deputi Direktur Departemen Makro Prudential BI, Dwityapoetra S. Besar di Jakarta, belum lama ini.

Menurutnya, Bank Sentral terus bekerja sama dengan otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan mencari formula terbaik untuk mendorong pertumbuhan kredit terutama ke sektor-sektor produktif. Sektor konsumsi memang bisa memacu pertumbuhan namun daya tahannya dan dampak turunannya tak akan sebagus sektor produktif. Bank sepertinya juga sangat hati-hati dalam menyalurkan kredit di tengah situasi ekonomi yang belum menentu di dalam maupun luar negeri.

“Risiko kredit masih aman. Hasil pemantauan BI, masih di bawah threshold, rasio NPL yang bahaya adalah 5% gross, sekarang NPL net masih sekitar 2,3%. Jadi, seharusnya masih (ada ruang perbankan) untuk tumbuh. Sektor konstruksi tercatat punya NPL paling tinggi yakni 5,21%,” ujarnya.

Sektor industri (ilustrasi) (Foto: IST)

Sektor industri (ilustrasi) (Foto: IST)

Dari kelompok bank, lanjut Poetra, bank-bank yang paling rentan mengalami kredit bermasalah adalah bank di kategori BUKU 2 (bank menengah dengan modal Rp1-5 triliun), termasuk Bank Pembangunan Daerah. Dari sebaran daerahnya, bank-bank di Aceh, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat paling rawan memiliki portofolio kredit yang menurun kualitasnya. Namun, hal ini tidak terjadi untuk kredit usaha rakyat (KUR). Realisasinya sudah melampaui target dan terbanyak disalurkan untuk sektor perdagangan. “NPL relatif stabil di kisaran 3% karena dijamin oleh Askrindo dan Jamkrindo sehingga risikonya kecil untuk perbankan,” ungkapnya.

Secara keseluruhan, Bank Sentral yakin masih ada hari esok yang lebih baik. Itu terlihat dari membaiknya beberapa indikator kinerja di perbankan. Pertumbuhan dana pihak ketiga memang sempat melambat di awal tahun, namun akan mulai pulih seiring mulai mencairnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Tekanan likuiditas akan menurun dan pada gilirannya akan mendorong perbankan menyalurkan lebih banyak kredit. “Dari sisi efisiensi perbankan, ROA dan NIM masih tinggi. Itu menunjukkan sisi resiliensi masih cukup baik untuk menopang pertumbuhan kredit. Rasio permodalan (CAR) juga masih tinggi, yakni 21% per Februari 2015. Untuk dukung pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% tahun ini, kredit mesti tumbuh 15-17% dan DPK sekitar 14-16%,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved