Management

Masterchef Bernama Tim Cook

Masterchef Bernama Tim Cook

Dalam satu dekade, dia membalikkan semua keraguan. Apa yang dilakukannya sehingga Apple semakin berkilau? Inilah kisah “Sang Terpilih”.

Tim Cook, CEO Apple.

“Saya selalu katakan, jika kelak hari itu tiba, ketika saya tak bisa lagi memenuhi tugas serta harapan sebagai CEO Apple, saya akan menjadi orang pertama yang menginformasikannya kepada Anda semua. Sayangnya…, hari itu telah tiba.”

Itulah kata-kata yang meluncur dari mulut Steve Jobs saat mengumumkan pengunduran dirinya sebagai bos tertinggi Apple. Hari itu, 24 Agustus 2011, Jobs yang makin ringkih resmi lengser keprabon. Posisinya pindah menjadi chairman. Dia tak lagi sanggup bertempur dengan kanker pankreas yang dideritanya selama bertahun-tahun. Dua bulan kemudian, 5 Oktober 2011, Jobs yang makin kurus kering karena sakit, pergi untuk selama-lamanya.

Tak lama setelah sosok ikonik tersebut berpulang, suara-suara keraguan bertiup kencang. “Apple selesai setelah kematian Steve Jobs”. Inilah kata-kata yang mengiringi setelah Jobs dikembumikan di Alta Mesa Memorial Park, Palo Alto, California, tempat pemakaman khusus para founder serta pakar teknologi perusahaan top di Amerika Serikat (para pendiri HP, David Packard dan Walter Hewlett, juga dimakamkan di sini). Keraguan itu jelas diarahkan kepada Tim Cook, sang CEO baru yang diangkat Jobs menggantikan dirinya.

Timothy Donald Cook, demikian nama panjangnya, memang dikenal sebagai chief operating officer (COO) yang efisien dan piawai dalam urusan rantai pasok (supply chain). Namun, yang ragu kepadanya melihat kelahiran Alabama, 1 November 1960, ini adalah lelaki yang tak berlimpah visi serta kharisma, sangat jauh berbeda dibandingkan Jobs.

Bukan cuma keraguan yang muncul, bayang-bayang gelap pun seakan sudah dipasang di wajah Cook. Namun, itu bukan tanpa alasan. Industri teknologi bukan tanpa preseden sama sekali. Sejumlah CEO tak berhasil menggantikan para pendahulunya yang diakui sebagai pemimpin hebat. Steve Ballmer dianggap tak sesukses Bill Gates di Microsoft. Kevin Rollins juga tak secemerlang Michael Dell di Dell Technologies. Itu beberapa contohnya.

Cook datang ke Apple di tahun 1998. Kala itu, dia ditunjuk menjadi senior vice president of worldwide operation dengan tanggung jawab utama membenahi sisi manufaktur serta distribusi produk Apple. Sebelumnya, dia telah malang melintang di sejumlah perusahaan papan atas.

IBM adalah tempat Cook berlabuh selepas lulus dari Universitas Auburn, tahun 1982. Di raksasa komputer ini, berangkat dari nol, kariernya terus menanjak hingga akhirnya berhasil menduduki jabatan direktur. Tahun 1994, demi mencari tantangan baru, IMB ditinggalkannya, pindah ke Intelligent Electronic sebagai COO. Namun, itu tak lama. Tiga tahun kemudian dia mendarat ke Compaq sebagai vice president corporate materials, hingga akhirnya berlabuh di Apple pada 1998.

Mendaratnya Cook ke Apple tak lepas dari pertimbangan Jobs. Sewaktu pulang ke Apple di tahun 1997 untuk mengambil kembali kendali perusahaan, Jobs menemukan alur rantai pasok perusahaan dalam masalah. Dia meminta Cook membereskan urusan ini. Reputasinya sebagai orang yang selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tuntas memikat hati sang pendiri Apple.

Greg Joswiak, SVP Worldwide Marketing Apple, mengenang kedatangan Tim Cook sebagai momen yang tepat bagi perusahaan. “Kami sangat buruk dalam urusan operasional. Buruk dalam mengelola biaya. Buruk dalam mengelola inventarisasi perusahaan. Buruk dalam mengelola tagihan,” dia menjelaskan.

Cook menjawab permintaan tersebut. Sebagai senior vice president of worldwide operation, dia melakukan perombakan besar. Hasilnya, luar biasa. Hanya dalam waktu tujuh bulan setelah kedatangannya, stok Mac yang belum terjual mampu dikuranginya: dari stok persediaan sekitar US$ 400 juta menjadi US$ 78 juta. Selain itu, dia juga melakukan perubahan teknis, seperti mengurangi jumlah pemasok yang bekerjasama, memindahkan para pemasok agar lebih dekat dengan pabrik Apple, sekaligus mengalihdayakan produksi.

Dalam waktu tiga tahun, persoalan-persoalan di seputar rantai pasok tersebut dibereskannya. Tahun 2001, Apple telah mempunyai operasi dan rantai pasok manufaktur kelas dunia. Tak mengherankan, Jobs pun makin terkesan dengan Cook.

Tahun 2003, sewaktu didiagnosis positif kanker, Jobs kian intens membimbing Cook yang kemudian dipromosikan menduduki jabatan COO. Melihat hal tersebut, orang-orang di lingkaran pusat kekuasaan Apple makin yakin bahwa calon pengganti Jobs telah ditemukan dan tengah dipersiapkan. Selama delapan tahun masa hidup Jobs setelah positif kanker (2003-2011), selama masa itu pula intensitas mentoring terjadi.

Namun, semua itu rupanya belum dianggap cukup dan meyakinkan bahwa Cook adalah sosok yang tepat untuk duduk di singgasana Apple. Terbukti, seperti disinggung di atas, suara-suara sumbang terdengar nyaring begitu sang pendiri perusahaan dikebumikan: “Apple selesai setelah kematian Steve Jobs.”

Berjalan di bawah bayang-bayang pemimpin besar memang selalu menyulitkan. Begitu pula dengan Cook. Apalagi, alih-alih optimisme, sorotan yang paling banyak datang adalah keraguan.

Namun, selepas 10 tahun berjalan, apa yang terjadi kemudian ternyata jauh dari keraguan dan ketakutan yang selama ini bergentayangan. Cook, the chosen one (sang Terpilih), membuktikan suara-suara sumbang itu keliru besar.

Di bawah kendali Cook, kinerja Apple sangat mengesankan, bahkan tergolong fantastis. Annual revenue di tahun 2020 mencapai US$ 274,5 miliar, sementara di tahun 2011 baru US$ 108,2 miliar. Laba bersih juga melonjak: tahun 2011 sebesar US$ 25,9 miliar, sementara pada 2020 mencapai US$ 57,4 miliar.

Investor pun mengapresiasi kinerja ini. Dalam tiga tahun terakhir, saham Apple memberikan return 191,83% kepada para pemegang sahamnya, dan sejak Cook memimpin, harga saham perusahaan ini terbang 1.200%. Kapitalisasi pasar Apple tumbuh sekitar 600% hingga hampir US$ 2,5 triliun. Pada Agustus 2020, perusahaan berlambang buah apel ini bahkan resmi menjadi perusahaan pertama di AS yang nilai pasarnya mencapai US$ 2 triliun.

Alhasil, selama satu dekade menggantikan Jobs, Cook memimpin bukan hanya perusahaan paling berpengaruh di dunia, melainkan juga the most valuable company. Lebih dari satu miliar orang di bumi memanfaatkan produk Apple. Lalu, puluhan juta developer telah membangun bisnis dalam ekosistem Apple.

Atas prestasi ini, Majalah The Economist bahkan menyebut Cook sebagai the best masterchef, seperti koki yang piawai memasak. Cook disebut “outstanding performance, remarkable talent, and sound judgement” sebagai perbandingan dengan Jobs yang “extraordinary vision and leadership”. Dalam waktu 10 tahun memimpin, dia bisa mengantar kapitalisasi pasar hingga US$ 2 triliun. Jeff Bezon yang 24 tahun lebih memimpin Amazon, hanya mengantar kapitalisasi pasar US$ 1,7 miliar.

Pertanyaannya kemudian: bagaimana Cook bisa melakukan itu?

Menggantikan Jobs jelas bukan perkara enteng. Siapa pun tahu lelaki bernama lengkap Steven Paul Jobs itu tidak hanya meluncurkan produk baru tapi juga revolusioner. Masa jabatannya di pucuk kepemimpinan Apple ditandai dengan peluncuran banyak produk baru yang benar-benar mengubah pasar serta peta industri. iPhone, iPad, Mac, semuanya bukan sekadar produk baru yang diluncurkan di tengah sesaknya pasar, tapi juga produk gaya hidup yang inovatif.

Cook memang tidak menghasilkan produk-produk revolusioner seperti pendahulunya. Sosok yang lahir dari keluarga sederhana ini (ayahnya pekerja pelabuhan, sementara ibunya karyawan perusahaan farmasi) tidak meluncurkan produk sesukses dan sedisruptif iPhone atau iPad. Namun, dia menemukan cara bagaimana menumbuhkan Apple tanpa produk spektakuler.

Sebulan setelah mengambil alih posisi CEO, Cook mengumumkan peluncuran iPhone 4S. Setelah itu, Apple telah merilis hampir dua lusin versi iPhone dengan rentang harga beragam berbarengan dengan generasi baru iPad, Mac, dan MacBook. Cook juga memperkenalkan produk hardware baru, Apple Watch (2015) dan AirPods (2016).

Sekalipun tak melahirkan produk spektakuler di sisi hardware, Cook melakukan langkah yang sangat penting di sisi bisnis layanan (services), seperti music subscription yang membuat Apple lebih dari sekadar App Store. “Dari sisi hardware, Anda mungkin bisa berargumen bahwa ini (yang dilakukan Cook) sifatnya lebih iteratif (pengulangan atau meneruskan) ketimbang produk revolusioner. Namun, saya berpikir itu tidak menghapuskan kontribusinya kepada perusahaan,” kata Tom Forte, analis dari D. A. Davidson Companies.

Dari sisi hardware, produk baru paling sukses yang dirilis di bawah Cook sejauh ini adalah Apple Watch dan Airpods. Namun, periode Cook juga ditandai sejumlah prestasi yang tidak bisa dianggap enteng.

Dia disebut “technocrat” sementara Jobs “visionary narrative”. Artinya: sementara Jobs dikenal dalam kecanggihannya menciptakan produk inovatif yang meredefinisi pengalaman konsumen atas teknologi yang digunakannya, sang penggantinya sangat kuat dari sisi operasional, yakni dalam urusan melebarkan ekosistem Apple. Dia membangun layanan berlangganan (subscription) yang kuat sebagai pelengkap bisnis inti iPhone yang dirintis Jobs. Sang pendahulu adalah “the innovator”, sementara sang penerus adalah “the builder”, melengkapi dengan ekosistem yang kuat.

Di bawah kendali Cook, Apple telah bergerak dari produsen premium device menjadi perusahaan multifaset dengan bisnis yang beragam, mulai dari payment service hingga studio produksi film. Selama satu dekade, Cook telah mengelola akuisisi lebih dari 100 perusahaan, termasuk pembelian Beats (perusahaan audio) senilai US$ 3 miliar di tahun 2014 dan akuisisi bisnis modem milik Intel di tahun 2019 senilai US$ 1 miliar.

Bahkan, dari lima tahun pertama masa jabatannya sebagai CEO, Apple mencetak pendapatan yang baik dari divisi layanan, termasuk produk seperti iCloud yang diluncurkan pada Oktober 2011, Apple Podcast (2012), dan Apple Music (2015).

Cook memang mengeksplorasi ekosistem dan bisnis layanan Apple. Dia juga meluncurkan Apple Arcade, Apple TV+, dan Apple Fitness+ yang mendorong laju bisnis perseroan. Buahnya terasa: kontribusi jalur layanan ini terus melonjak. Pada Januari 2016, Apple mengungkap bahwa mereka telah mencetak US$ 20 miliar dari jalur layanan di tahun 2015. Pada tahun 2020, Apple mencetak hampir US$ 53,8 miliar dari pendapatan jalur ini, yang berarti berkontribusi sekitar 20% dari total penjualan.

Bagi sejumlah kalangan, kemampuan Cook yang membuat bisnis layanan Apple berjalan baik ini membuat perusahaan tidak terlalu bergantung pada penjualan iPhone atau produk hardware lainnya yang naik-turun.

Atas kesuksesannya memimpin Apple, Cook mendapat ganjaran luar biasa. Dia mendapatkan 5 juta lebih saham perusahaan ini. Nilai saham ini diperkirakan mencapai US$ 750 juta atau setara Rp 10,8 triliun. Bonus ini merupakan bagian dari perjanjian tahun 2011 saat menerima jabatan CEO Apple. Dalam perjanjian tersebut, bonus diberikan berdasarkan kinerja Apple dibandingkan perusahaan lain yang tergabung dalam S&P 500.

Bagi seorang eksekutif, bonus sebanyak itu disebut yang terbesar dalam dunia bisnis. Yang layak dicatat, bonus sebesar itu disebut-sebut tidak mengubah gaya hidup Cook. Dia tetap disiplin, berdedikasi, dan sederhana. Juga, sangat rajin. Dia masih rutin bangun pagi dan membalas surat elektronik pukul 04.30 pagi. Meski seorang CEO, dia kerap menjadi orang pertama yang tiba di kantor. Kebiasaan lainnya adalah menggelar meeting lewat telepon pada Minggu malam guna membicarakan hal-hal seputar rencana untuk pekan depan.

Kini, selepas satu dekade, tak ada lagi suara-suara penuh keraguan. Apple tidak mati selepas Jobs pergi, bahkan kian berkibar. Tak mengherankan, tak sedikit kalangan (terutama investor) yang mengharapkannya tetap berada di posisi sekarang dalam beberapa tahun ke depan. Apakah Cook bersedia?

Hmm…, Cook ternyata mengungkap bahwa dirinya sudah tidak ingin berada di Apple dalam beberapa tahun ke depan.

Ini jawaban yang menarik. Orang yang diragukan itu telah menjawab semua tantangan yang diberikan. Namun, kini keberhasilannya tampaknya telah mendatangkan tantangan baru: siapa yang yang disiapkan Cook untuk menjadi penggantinya?

Begitulah, kesuksesan diharapkan akan melahirkan kesuksesan baru. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved