Management Strategy

Memajukan Industri Fesyen dengan Made In Indonesia

Memajukan Industri Fesyen dengan Made In Indonesia

Kebanggaan akan produk lokal seringkali dirasakan lokal, hal ini membuat banyak kalangan was-was, salah satunya adalah Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Organisasi ini sengaja memberikan satu space khusus untuk produk Indonesia, bertajuk made in Indonesia, di pagelaran busana tanggal 1 Desember di mal Senayan City.

Peragaan busana ini mengangkat tema EtheReal, penekanan terhadap huruf R yang mengacu kepada kata real yang berarti nyata. Kata ini berarti kembali kepada esensi dari fesyen yang berbasis pada penggunaan produk lokal.

Menurut desainer Didi Budiharja, konsep made in Indonesia, ingin memperkenalkan bahwa produk lokal memiliki kualitas yang tinggi. Baginya, memajukan industri fesyen Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan produk lokal dengan rasa bangga.”Kalau kita ke Italia dan membeli produk desainer Italia, pasti akan menemukan tulisan made in Italia di produk tersebut. Lalu kenapa kita tidak?” ujarnya berapi-api.

IMG_20151118_160227_HDR

Ia pun menuturkan bahwa bagi para desainer, menunjukkan rasa nasionalisme bukanlah dengan mengangkat senjata, melainkan bangga menggunakan produk lokal. Oleh karena itu, di made in Indonesia ini, para desainer IPMI banyak menggandeng desainer non IPMI dan brand lokal Indonesia untuk memeriahkan acara. Sjamsidar Isa, Ketua Umum Dewan Pengurus IPMI, mengharapkan masyarakat menjadi sadar akan kualitas dan produk lokal Indonesia.

Menyadari dan cinta dengan produk lokal tentunya akan membantu perekonomian bangsa ini serta mengurangi sedikit masalah yang dihadapi industri fesyen Indonesia. Saat ini, industri mode terkesan hanya “berpesta” tanpa menyadari permasalahan industri fesyen yang sebenarnya.

Salah satunya adalah tidak adanya ukuran baju nasional yang ditetapkan di kalangan industri mode. Tak heran bila ukuran pakaian dari satu desainer dan desainer lain bisa berbeda-beda. Oleh karena itu kesadaran akan permasalahn industri mode haruslah ditanggapi dengan serius.

Bagi Isa, awal mula IPMI berdiri dikarenakan para desainer Indonesia pada tahun 1985, membutuhkan tempat untuk bernaung. “Di luar sana para desainer bersaing dalam memperebutkan pasar namun di IPMI, mereka saling bantu, terutama untuk para desainer muda,” ujarnya.

Namun , bukan berarti para desainer muda bisa dengan mudah masuk ke dalam lingkungan IPMI. Para perancang pakain tersebut dituntut untuk memiliki ciri khas dalam desain, workshop sendiri, dan berkarya selama 3 tahun. Peryaratan ini menandakan bahwa para desainer muda tersebut serius dalam menjalani profesinya.

Selain itu perancang busana yang baru bergabung akan dibimbing selama 3 tahun, baru setelah itu mereka bisa bebas untuk melakukan fashion show sendiri.

Tak heran bila hingga saat ini, IPMI telah memiliki 40 anggota yang alumninya telah memiliki nama besar seperti Mel Ahyar, Biyan, Susan Budiharjo, dll. Nantinya beberapa dari para perancang ini akan ikut ambil bagian dalam pegelaran fashion show tahunan ini. salah satunya adalah Hian Tjen, sebagai anggota baru IPMI.

Pagelaran ini sendiri mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti Martha Tilaar untuk official make up dan hairdresser serta qubicle, platform digital yang berbasis pada komunitas. Berbeda dengan pagelaran fesyen sebelumnya, konsep acara yang akan diangkat IPMI tahun ini adalah fashion presentation sehingga tamu bisa mendekati setiap koleksi yang ditampilkan. Nantinya setiap desainer akan memberikan presentasi di dalam ‘Cubical Presentation’. Harapannya pengunjung dapat merasa lebih dekat dan personal dengan karya yang akan dtampilkan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved