Management Strategy

Menkeu: Bunga Kredit Belum Turun, Ini Penyebabnya!

Menkeu: Bunga Kredit Belum Turun, Ini Penyebabnya!

Dunia usaha mengeluh karena suku bunga kredit belum juga turun. Padahal, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps dari 7,75% pada Januari 2015 menjadi 7,5% pada Februari 2015. Tingkat suku bunga itu bertahan hingga pertengahan April lalu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengatakan, bunga kredit sulit turun karena inflasi di Indonesia masih tergolong tinggi.

BTN-KPR

“Kalau ingin bunga kredit turun, inflasi harus turun dulu. Ini harus sustain, makin lama (inflasi) harus makin rendah,” katanya dalam seminar bertajuk “Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh”.

Ia lantas memberi contoh laju inflasi di Filipina yang sudah berada di kisaran 2-3%. Selain di Filipina, inflasi yang tinggi tak lagi menjadi isu karena pemerintah setempat sudah lama menghapus subsidi BBM. Sehingga, rakyatnya telah terbiasa dengan naik-turun harga BBM sesuai harga minyak mentah di pasar internasional.

Dari data Bank Indonesia, inflasi di Indonesia pernah mencapai 17% pada tahun 2005. Saat terjadi krisis ekonomi global tahun 2008, inflasi bahkan sempat menyentuh 18%. Tahun 2014 lalu, inflasi tembus 8,3%. “Di Indonesia, harga-harga langsung naik saat harga BBM dinaikkan. Tapi, harga itu tidak turun saat harga BBM diturunkan. Ke depan, inflasi harusnya sudah tinggal yang ada di wilayah BI, yakni inflasi inti,” ujar Bambang.

Saat ini, komponen inflasi masih terbagi tiga, yakni inflasi inti (core inflation), inflasi karena kenaikan harga bahan pangan (volatile food), inflasi karena kenaikan harga barang yang diatur pemerintah (administered price).

Dengan inflasi yang rendah, lanjut dia, bank akan memiliki ruang lebih besar untuk menurunkan bunga kredit sembari tetap menjaga tingkat NIM (margin bunga bersih) yang diinginkan. Penurunan akan lebih besar lagi jika bank mampu meningkatkan efisiensi, salah satunya lewat pemangkasan premi risiko.

“Likuiditas domestik masih ketat. Kompetisi di sisi cost of fund masih tinggi. Likuiditas terbatas karena DPK juga terbatas. LDR (loan to deposit ratio) sudah mepet banget, 90%. Tapi, rasio kredit terhadap PDB baru 40%,” katanya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D. Hadad mengatakan, likuiditas perbankan mulai melonggar seiring laju penghimpunan dana pihak ketiga yang jauh lebih cepat dari penyaluran kredit pada kuartal II-2015. Ia yakin fungsi intermediasi perbankan akan meningkat pada kuartal II dan III tahun ini.

“LDR sudah turun ke level 87%. Bunga kredit juga sudah turun. Bank kini tinggal mencari sektor industri strategis yang mampu memacu roda perekonomian agar berputar lebih cepat, yakni industri yang fokus menggarap pasar domestik,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved