Management Strategy

Modal Minim, Bank BUMN Kesulitan Biayai Infrastruktur

Modal Minim, Bank BUMN Kesulitan Biayai Infrastruktur

Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla bertekad menggenjot pembangunan infrastruktur selama lima tahun ke depan. Namun, pembiayaan proyek-proyek infrastruktur tidak bisa hanya mengandalkan bank pelat merah (BUMN).

Bank milik pemerintah ini terkendala modal. Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin mengatakan perseroan berkomitmen membantu membiayai pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Bila dibandingkan dengan negara maju, dana pembangunan infrastruktur mencapai 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rencana dan anggaran proyeknya pun dibuat secara rinci, misalnya untuk bandara, pelabuhan, dan lainnya.

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Budi G. Sadikin

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Budi G. Sadikin

“Di Indonesia, anggaran infrastruktur hanya 15-16% dari GDP (PDB). Jika dikalkulasi misalnya, bisa mencapai Rp900-Rp1.000 triliun per tahun. Untuk bangun infrastruktur lebih baik diberikan ke BUMN. Tapi, kondisinya sekarang, kami kekurangan likuiditas dan modal,” katanya.

Ia mencontohkan, PT PLN (Persero) membutuhkan dana tak kurang dari Rp840 triliun selama kurun lima tahun ke depan untuk membangun pembangkit listrik baru. Artinya, setiap tahun perusahaan listrik pelat merah itu membutuhkan dana sekitar Rp175 triliun. Namun, Bank Mandiri hanya mampu membiayai sekitar Rp22 triliun. “Kapasitas kami sangat terbatas. Begitu pun dengan bank pelat merah lain yang tidak mungkin mampu mencukupi kebutuhan dana mereka,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah harus terus memperkuat modal bank-bank miliknya sehingga mampu mendukung pembiayaan proyek infrastruktur. Namun, langkah ini juga harus lebih dulu mendapat persetujuan dari DPR. Semula, Bank Mandiri berencana melakukan right issue senilai Rp9 triliun, dimana Rp5,6 triliun diantaranya bakal diserap pemerintah lewat skema penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya disetor oleh pemegang saham publik. Sayang, Komisi VI DPR tak merestui. Tahun 2011, Bank Mandiri sudah mendapat suntikan modal sebesar Rp12 triliun.

“Jadi, kami tunggu pemerintah sampai ada uangnya. Pengurangan pembagian keuntungan kepada negara bisa menjadi alternatif untuk menambah modal kami. Selama ini, tak kurang dari Rp20 triliun dividen masuk ke kas negara. Pengurangannya bisa 20-30%. Hitungannya, jika jumlah itu dikurangi 20%, sedikitnya, Bank Mandiri bakal mendapat modal baru sebesar Rp4 triliun,” kata Budi.

Pada tahun ini, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 15-17% dibanding tahun lalu yang hanya 12,2%. Angka pertumbuhan sebesar itu belum memperhitungkan PMN. Per Desember 2014, kredit tumbuh 12,2% menjadi Rp530 triliun dibanding realisasi tahun sebelumnya.

Bank Mandiri masih menjadi bank terbesar di Tanah Air. Tahun lalu, nilai ekuitas BMRI mencapai Rp104 triliun. Total aset Bank Mandiri juga tumbuh sekitar Rp120 triliun menjadi Rp855 triliun. Tahun ini, total aset perseroan ditargetkan mencapai Rp1.000 triliun karena tren kenaikannya yang sebesar 16% pertahun. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved