Management Strategy

MRT Tak Cukup Atasi Kemacetan Jakarta

Oleh Admin
MRT Tak Cukup Atasi Kemacetan Jakarta

Jakarta akan berbeda! Kenapa? Bila proses pembangunan berjalan lancar, ibukota Indonesia ini akan mempunyai moda transportasi baru, yakni mass rapid transit (MRT). Groundbreaking proyek MRT telah dilakukan pada Kamis (10/10/2013) lalu. Acara tersebut dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, beserta jajaran manajemen PT MRT Jakarta.

Beberapa hari sebelum kegiatan groundbreaking dilaksanakan, Dono Boestami, Direktur Utama PT MRT Jakarta, membeberkan sejumlah informasi terkait pelaksanaan proyek. Ia pun memulainya dengan memberikan keterangan bahwa PT MRT Jakarta dimiliki sepenuhnya oleh Pemda DKI. “Kami ini adalah PT MRT Jakarta, yakni 100 persen milik Pemda. Beda dengan Jakarta Monorail di mana 100 persen swasta,” kata dia.

dono mrt jakarta MRT dibangun dengan harapan agar kemacetan di Jakarta bisa terurai. Kendaraan terus “menumpuk” di Jakarta seiring dengan populasi penduduk yang terus membengkak ditambah dengan tingkat kepemilikan kendaraan pribadi yang tinggi. Salah satu solusi yang sedang ditempuh pemerintah adalah menyediakan transportasi umum yang memadai.

Bus-bus berukuran sedang terus diperbaharui. Jumlah busway juga diperbanyak. Kereta api juga serupa, yakni kualitas pelayanannya terus ditingkatkan. Sekarang, MRT sudah mulai dibangun. Untuk tahap I, moda transportasi ini mempunyai jalur Bundaran HI-Lebak Bulus. Kawasan Lebak Bulus dan sekitarnya memang merupakan salah satu titik pemukiman warga. Dengan adanya MRT, warga yang tinggal di kawasan Ciputat, Lebak Bulus, Pamulang, dan lainnya, tentu akan terbantu bila bekerja ke arah Sudirman dan Thamrin.

Dono pun mengatakan, “Tujuan pembangunan MRT sangat-sangat simpel. Kami ini hanya memberikan alternatif moda transportasi dari yang sudah ada. Jadi, yang dipentingkan di sini, kenyamanan, kehandalan pada saat beroperasi nanti. Jadi, bukan sekali lagi untuk mengatasi kemacetan. Kalau untuk itu, saya rasa dengan jalur (MRT) hanya 16 kilometer tidak cukup. Perlu terintegrasi dengan moda transportasi lain.”

Selain itu, pihak MRT Jakarta mempunyai harapan, ekonomi di wilayah sekitar stasiun dan sepanjang koridor MRT bisa meningkat. Misalnya, kata dia, dengan pengembangan pusat usaha maupun properti. Bahkan, MRT pun bisa membantu mengurangi tingkat polusi. “Karena berdasarkan studi-studi yang ada, tingkat polusi udara di Jakarta, sebanyak 80 persennya disebabkan oleh kendaraan pribadi,” ujarnya.

Dana untuk membangun sudah siap

Terkait dana untuk konstruksi, Dono berujar, total biaya proyek tahap I sekitar 140 miliar yen. “Dari sisi pendanaan, kami sudah lengkap. Kami dapat pendanaan dari pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat berupa pinjaman dari luar negeri.”

Dia pun mengatakan, proyek MRT ini merupakan proyek pertama di Indonesia yang mengggunakan sub-loan agreement tiga tingkat. Pertama adalah pemerintah pusat melakukan pengikatan perjanjian kredit dengan JICA sebagai lender. “Kemudian pinjaman tersebut diteruskan dibagi dua, yaitu ada yang berupa hibah murni, itu sebesar 49 persen, dan berupa pinjaman 51 persen kepada Pemda DKI.” Lalu, lanjut Dono, Pemda DKI meneruskan dana tersebut kepada MRT Jakarta berupa penempatan modal, yang bisa berupa fisik maupun dana tunai.

mrt jakarta pendanaan

“Yang agak unik di sini adalah metode pembayarannya. Jadi, pihak MRT atau kami yang melakukan pengikatan kontrak, kami melakukan tender kepada kontraktor dan vendor-vendor nantinya. Kami mengikat kontrak dengan kontraktor, di mana skemanya mereka akan menagih ke MRT, kemudian tahap berikutnya adalah verifikasi antara MRT Jakarta dengan pihak pemda dan pihak DJKA, Direktorat Jenderal Kereta Api (Kementerian Perhubungan). Kemudian, hasil verifikasi tersebut kami kirim ke Kementerian Keuangan, DJPK, yang kemudian akan menagih kepada JICA. Dari JICA pembayaran akan beda, ini akan langsung ke kontraktor. Dananya itu tidak pernah lewat pemda maupun MRT Jakarta. Jadi, ini yang akan membedakan, dan kami akan menyatatnya saja.”

Dia menegaskan bahwa pinjaman yang diterima pemerintah pusat merupakan pinjaman yang mengikat. Maksudnya, terang dia, ada persyaratan dari pemberi pinjaman kepada pemerintah pusat, yakni minimal 30 persen harus menggunakan kontraktor dan teknologi Jepang.

“Itu persyaratannya. Tapi, bila dibandingkan dengan tenor dan suku bunga yang dibebankan ke pemerintah, saya rasa ini masih cukup bagus untuk pemerintah melakukan proyek ini. Sebagai ilustrasi, tenornya itu 40 tahun dengan grace period sekitar 10 tahun, dengan tingkat bunga di tingkat pusat itu sekitar 0,1 persen dalam mata uang yen. Nanti, sewaktu diteruspinjamkan kepada Pemda DKI, kami harapkan tidak lebih dari 1 persen,” tandas Dono. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved