Management zkumparan

Nasib Ristra di Tangan Kino

Harry Sanusi

Harry Sanusi, Pendiri Grup Kino (paling kanan), dan tim

Sudah setahun lebih merek Ristra berada dalam pangkuan PT Kino Indonesia Tbk. (Kino). Seperti kita ketahui, pada Agustus 2016 Kino mengambil alih 80% saham kepemilikan PT Ristra Indolab dan kemudian mendirikan badan usaha patungan, yaitu PT Ristra Laboratoris Indonesia yang menangani manufaktur dan PT Ristra Klinik Indonesia yang menangani klinik. Kino mengakuisisi Ristra mulai dari merek, pabrik seluas 8.630 m2 yang berlokasi di Citeureup Bogor, serta empat unit klinik Ristra (tiga di Jakarta dan satu di Bandung).

Kino juga memberi pinjaman kepada Ristra Laboratoris Indonesia senilai Rp 1,12 miliar dan kepada Ristra Klinik Indonesia senilai Rp 3,38 miliar. Pinjaman tersebut diberikan untuk menunjang kegiatan operasional dan pembenahan perusahaan untuk lebih efisien ke depannya. Kebutuhan dana ini juga relatif kecil dan bukan merupakan transaksi material karena tidak melebihi 0,5% dari modal disetor.

Kino pun menempatkan dana investasi ke setiap klinik sebesar Rp 700 juta-3 miliar. “Dengan pertumbuhan sales Ristra Clinic sebesar 20-30% per tahun, diharapkan setiap klinik bisa break event point (BEP) dalam waktu 2-3 tahun setelah diakuisisi,” ujar Harry Sanusi, Presiden Direktur Kino, optimistis.

Harry menjelaskan latar belakang Kino mengakuisisi Ristra. Menurutnya, hal tersebut dilakukan karena Ristra merupakan merek yang memiliki heritage tinggi di bidang perawatan kulit dan kosmetik. Produknya memiliki konsep Cosmetodematology, yaitu produk perawatan kulit dan kosmetik yang telah teruji secara dermatologi.

Ristra merupakan salah satu pelopor save-based evidence cosmetic di Indonesia. Hal ini berarti produk Ristra telah melalui serangkaian pengujian ketat dan terjamin keamanannya. Memang konsep produk dermatologi ini masih jarang digunakan oleh produk dalam negeri, sehingga Ristra akan menjadi pilihan bagi konsumen, apalagi Indonesia memiliki iklim tropis. “Visi kami adalah menjadi klinik kecantikan terbesar di Indonesia dan satu-satunya yang mengusung prinsip The Science of Beauty for Long Lasting Beauty,” kata Harry.

Lalu, bagaimana hasil pembenahan? “Ini yang menjadi pekerjaan bagi kami,” kata Jos Irwin. Hal pertama yang dibenahi adalah bagaimana mengembalikan awareness Ristra di mata konsumen dan meningkatkan citra melalui iklan televisi, sponsor program, peremajaan displai, aktivitas instore, building digital asset, dan kampanye public relations. “Kami juga menggaet beauty blogger,” ujarnya.

Pembenahan distribusi juga dilakukan. Saat ini sudah ada 74 titik distribusi yang menjangkau wilayah Indonesia dan produknya tersedia di 15 ribu toko, baik tradisional (toko kosmetik) maupun ritel modern (Watsons, Century, Guardian, Dan+dan, dan Alfamart). Pembelian secara online pun dapat dilakukan melalui www.ristra.co.id atau melalui Lazada dan Tokopedia. Saat ini, basis area penjualan produk Ristra masih di Pulau Jawa dengan pertumbuhan 81% di 2017 dengan kanal tradisional tumbuh 42% dan kanal modern tumbuh 155%.

Ke depan, Ristra akan terus memperluas jaringan distribusi, baik offline maupun online dan memaksimalkan fungsi Beauty Consultant untuk memberikan edukasi kepada konsumen mengenai produk Ristra. Kemudian di sisi operasional, juga diterapkan sistem manajemen Kino, termasuk penerapan sistem SAP untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Hal ini karena Kino ingin menjadikan Ristra sebagai produk yang dipercaya, berkualitas, aman, dan sesuai dengan iklim tropis.

Target pasar produk Ristra adalah wanita usia 35-55 tahun, kelas sosial ekonomi menengah-atas. Saat ini, ada 77 SKU, terdiri dari tiga submerek, yaitu Ristra, Trustee, dan Platinum. Ristra merupakan merek utama dan memiliki varian produk terlengkap, mulai dari pembersih (cleanser), pelembab, penyegar, scrub, tabir surya, brightening, anti aging, eye care, hingga produk decorative.

Adapun Tustee ditujukan untuk usia remaja yang mengalami masalah jerawat. Sementara Platinum menyasar target yang lebih premium karena memiliki kandungan grape seed extract yang bersifat antioksidan 50 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E. “Sebagian besar kompetitor Ristra adalah produk luar dengan harga premium, di antaranya Biodenna, Cetaphil, dan Loreal Dermo. Untuk produk dalam negeri, hanya Biokos,” kata Jos Irwin menjelaskan.

Bicara tentang sinergi Ristra dengan bisnis Kino, ditegaskan Harry, pertama, perombakan manajemen dan penggantian personal pada distribusi, yaitu melalui PT Duta Lestari Sentratama, anak perusahaan Kino yang memiliki jaringan luas di Indonesia. Kedua, central purchasing untuk menjamin suplai material sekaligus cost improvement.

Ketiga, penerapan SAP untuk bisnis proses yang terintegrasi sehingga lebih cepat dan terkontrol dengan baik. Keempat, personal assessment berbasis Key Performance Indicators (KPI) yang diterapkan untuk meningkatkan skill dan produktivitas karyawan. Saat ini PT Ristra Laboratoris Indonesia sepenuhnya dikelola oleh manajemen baru yang ditunjuk oleh Kino Indonesia. “Target kami, Ristra menjadi market leader produk kosmetik dermatologi di Indonesia,” ujar Harry.

Lalu, berapa target pertumbuhan Ristra ke depan? “Taget Compound Annual Growth Rate (CAGR) tiga tahun ke depan adalah 160% dengan perolehan market share 10%. Saat ini produk skin care dan decorative tumbuh baik di tahun 2017. Produk skin care tumbuh 107% dan produk decorative tumbuh 36%,” kata Harry.

Ke depan, juga akan dibuat pengembangan produk baru berbasis dermatologi karena Ristra tidak akan berhenti pada produk yang sudah ada saat ini. Target terdekat di 2018: seluruh produk Ristra mendapat sertifikasi halal.(*)

Reportase: Tiffany Diahnisa


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved