Management

Pebisnis Indonesia Perlu Belajar Gaya Entrepreneur Norwegia

Oleh Admin

Ole Schanke Eikum

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa tersebut tengah dicoba pebisnis Norwegia di Indonesia. Tak hanya kebiasaan sehari-hari, adat berbisnis kedua negara pun berbeda. Perbedaan inilah yang menjadi tantangan para pelaku bisnis dari Norwegia.

“Di Jakarta, orang-orang begitu santai. Karena lalu lintas, banyak orang terlambat. Saya pun pernah terlambat,” cerita Ole Schanke Eikum, Direktur Innovantion Norway untuk Indonesia. Di Norwegia, terlambat bisa jadi bencana. Tak hanya perkara pertemuan bisnis, Ole pun berusaha berdamai dengan prosedur-prosedur yang lebih lamban dan tidak tepat waktu seperti ketika ia mengirim komputernya dari Norwegia. Di Negeri Aurora tersebut ia bisa mendaftarkan perizinan ke birokrasi secara online, 24 jam. Tak kurang dari sehari, pihak birokrat akan memberi jawabannya.

“Di Norwegia, setelah bertemu beberapa jam saja kami bisa membuat suatu kesepakatan kerja sama bisnis,” kata Ole. Ia merasa tertantang ketika mendapati bahwa untuk memperoleh hal yang sama di Indonesia, ia harus bisa membangun hubungan personal yang lebih erat. Tak cukup perkenalan sekian jam untuk mendapat kepastian kerja sama, terlebih menyangkut bisnis. “Passion benar-benar dibutuhkan supaya bisa menyelesaikan urusan bisnis di sini,” itulah pesan yang selalu digaungkan Ole kepada pebisnis Norwegia yang hendak ekspansi ke Indonesia.

Hal lain yang menantang Ole dan entrepreneur Norwegia di Indonesia adalah perbedaan standar saat membangun suatu perusahaan. Standar yang dimaksud terkait dengan lingkungan, keamanan, CSR (corporate social responsibility), kesehatan, dan keberlanjutan perusahaan. Mereka mempunyai standar yang lebih ketat.

Cara entrepreneur Norwegia berkomunikasi dengan rekan kerja dan karyawannya layak dipelajari pebisnis Indonesia. Mereka selalu mengandalkan keterbukaan dalam berinteraksi. “Banyak dialog kami buka mengenai bagaimana supaya bisnis ini terus berkembang,” Ole menuturkan. Hal tersebut sudah biasa dilakukan perusahaan Norwegia. “Kami terbuka dengan pertanyaan dan solusi-solusi dari ‘dasar piramida’ (buruh). Itulah dinamisasi organisasi.” Tidaklah mengherankan bila perusahaan Norwegia sukses membangun hubungan baik dengan pihak swasta, pemerintah, dan organisasi buruh. Ole memaparkan, sistem interaksi semacam ini telah diadopsi perusahaan hydropower di Sulawesi. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved