Management Strategy

Pendidikan Jarak Jauh Tetap Harus Pertimbangkan Mutu

Pendidikan Jarak Jauh Tetap Harus Pertimbangkan Mutu

Peluncuran Permendikbud nomor 109 tahun 2013 memberikan udara segar bagi dunia pendidikan tinggi. Kebijakan pemerintah yang membahas tentang penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) ini membuka peluang mahasiswa dan dosen untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar di perguruan tinggi yang berbeda. Sistem pengajaran ini dilakukan secara online.

Pendidikan Jarak Jauh

“Ini merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh pemerintah untuk membantu perguruan tinggi – perguruan tinggi yang memiliki sumber daya atau dosen yang masih terbatas. Dengan ini, kami memberikan pembelajaran online, dimana seseorang yang berada tempat yang jauh, tidak perlu datang ke Universitas Indonesia sehingga juga dapat memperkecil angka imigrasi orang dari daerah,” Ridwan Roy Tutupoho, Kepala Subdirektorat Pembelajaran DIKTI.

Tidak semua perguruan tinggi diizinkan untuk menjadi penyelenggara program pemerintah ini. Sekarang ada enam perguruan tinggi yang menyelenggarakan yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Bina Nusantara (Binus), dan STMIK AMIKOM Yogyakarya (APTIKOM). Keenam perguruan tinggi yang tergabung dalam Perkuliahan Daring Terbuka dan Terpadu (PDITT) ini dapat menyelenggarakan PJJ untuk mata kuliah – mata kuliah yang ditentukan dalam Pembelajaran Daring Terbuka Terpadu dengan modus konsorsium.

Kebijakan PJJ pada pendidikan tinggi ini dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara perguruan tinggi untuk memberikan akses lebih luas dan layanan bagi mereka yang tidak bisa mengikuti pendidikan tatap muka. Namun demikian, proses PJJ tetap tidak boleh mengabaikan mutu dan harus memenuhi standar yang sudah ditetapkan seperti pada penyelenggaraan pendidikan reguler.

“Untuk mendaftar, harus dengan mempertimbangkan kualitas dari mahasiwsa tersebut karena kualitas belajar online tidak sama dengan belajar biasa. Dari uji coba kami lakukan, hanya 24% dari 3000-an mahasiwa yang ikut, dan dinyatakan lulus. Jadi, masyarakat harus diberikan pencerahan , bahwa perguruan tinggi harus diberikan tangung jawab. Jadi, jangan dikira dengan membuka online, perguruan tinggi akan memudahkan mahasiswa untuk lulus,” tambah Ridwan.

Setiap perguruan tinggi yang mahasiswanya ingin mengikuti program ini harus melakukan kerja sama terlebih dahulu dengan perguruan tinggi yang telah mendapatkan izin sebagai penyelenggara. Mahasiswa akan dikenai biaya jika ingin bergabung. Pada akhir perkuliahan, mahasiswa akan mendapat sertifikat dari perguruan tinggi penyelenggara.

“Tidak setiap perguruan tinggi bisa menyelenggarakan. Selain secara formal harus terakreditasi prodi A atau B, perguruan tinggi tersebut harus memiliki dan selalu mengembankan sistem pengelolaan dan pembelajaran berbasis TIK, memiliki SDM pendukung, sarana-prasarana pendukung, serta unit sumber belajar jarak jauh. Jadi jangan diartikan PJJ sebagai pendidikan massal yang mengorbankan kualitas. Sama sekali tidak. Capaian pembelajarannya sama dengan pembelajaran tatap muka; begitu juga beban studinya, tidak berbeda. Hanya proses belajar mengajarnya yang berbeda,” kata Edy Suandi Hamid, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).

Ridwan menambahkan, hal-hal yang perlu disiapkan untuk mengikuti program ini adalah fasilitas TI yang cukup. Selain itu, perguruan tinggi harus memiliki budaya belajar, karena belajar itu sifatnya sepanjang waktu, bukan hanya ketika hendak ujian saja. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved