Management Strategy

Perbankan Jangan Dijadikan Lokomotif Membangun UMKM

Perbankan Jangan Dijadikan Lokomotif Membangun UMKM

Dalam kondisi perekonomian saat ini, sektor UMKM seringkali digadang-gadang menjadi penyelamat. Hal ini dikarenakan pada tahun 1998, di saat Rupiah mengalami pelemahan yang cukup parah, UKM dan koperasi menjadi penyelamat negara dari kebangkrutan. Bahkan Bambang Isnawan, salah seorang pengusaha berbasis socialpreneur mengemukakan bahwa industri mikro secara tidak langsung mendominasi perekonomian di Indonesia.

P_20151029_143147-640x360

Pernyataan ini disetujui oleh Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas. Di tahun 1998, sektor UKM memang menjadi salah satu penyelamat ekonomi. Hal inilah yang membuat pemerintah pasca kepemimpinan Presiden Soerharto gencar mendukung kegiatan UMKM dengan memberikan kredit yang rendah untuk pelaku UMKM. Namun bagi Sigit, pernyataan tersebut harus digarisbawahi. Penyelamat perekonomian Indonesia saat itu memang sektor UKM. Namun UKM saat itu memiliki karakteristik tidak terikat pada utang bank.

“UMKM memang sering menjadi retorika politik, apalagi ketika melihat kondisi di tahun 97 atau 98. Oleh sebab itu, pemerintah gencar untuk membangun sektor ini agar perekonomian naik melalui kredit rendah. Bank terus menerus menyuntikkan dana untuk mendorong UMKM,” ujarnya

Bagi Sigit, perbankan tidak bisa dijadikan sebagai lokomotif dalam membangun sektor real. Perbankan menurutnya tidak lebih hanya sekadar pendorong agar UMKM berkembang ketika memang sudah siap. “Bank jangan disuruh bekerja untuk bagaimana caranya membangun UMKM. Tapi, bank harusnya siap ketika UMKM tersebut sudah ada. Artinya begini, sebuah usaha kecil yang berjalan, permasalahannya adalah pasar, sumber daya manusia, dan produksi. Pelaku UMKM sudah mengcover semuanya, pasti. Peran bank harusnya dibutuhkan hanya pada saat UMKM untuk meningkatkan usahanya,” tambah Sigit

Bagi Sigit, sektor riil memang menjadi trigger bagi kondisi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun bukan perbankan yang dijadikan lokomotif untuk menuju hal tersebut, melainkan seharusnya lebih kepada investasi di pembangunan infrastruktur, yang nantinya secara langsung akan berdampak pada sektor real.

“Jika pembangunan infrastruktur dijadikan lokomotif, maka sektor riil lainnya akan ikut berdampak. Contohnya Amerika pada saat membangun jalur kereta api. Ketika akses sudah ada, hal ini tentu saja berdampak pada perkembangan ekonomi daerah sana,” tutup Sigit. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved