Management Strategy

Permintaan Turun, Ekspor CPO Stagnan

Permintaan Turun, Ekspor CPO Stagnan

Ekspor minyak sawit Indonesia stagnan meskipun harga CPO sudah berada di level terendah akibat menurunnya permintaan sejumlah pasar utama ekspor Indonesia. Dari data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), permintaan CPO dari Tiongkok, India, dan Eropa turun dan hanya Amerika Serikat dan Bangladesh yang naik.

Direktur Eksekutif Gapki, Fadhil Hasan mengatakan pada bulan lalu harga CPO anjlok menjadi di bawah US$ 600 per metrik ton yang merupakan level terendah sejak enam tahun terakhir.

Namun, tak serta-merta mendongkrak volume ekspor minyak sawit RI setelah hanya naik tipis 0,6% persen pada Agustus menjadi 2,10 juta ton. “Ini karena lemahnya daya beli dari pasar ekspor utama Indonesia yaitu China, India dan Uni Eropa,” kata dia dalam rilisnya.

cpo1

Pada Agustus lalu, negara-negara di Uni Eropa mengurangi permintaan CPO secara signifikan. Ekspor minyak sawit ke Benua Biru pada Agustus tercatat turun 30%, dari 380,13 ribu ton pada Juli menjadi 264,55 ribu ton. Rendahnya permintaan Uni Eropa dipicu jatuhnya harga minyak biji-bijian khususnya kedelai yang merupakan minyak nabati utama di kawasan.

Permintaan dari Tiongkok juga turun 26%, dari 407,33 ribu ton pada Juli menjadi 301,47 ribu ton. Penurunan serupa juga terjadi di India sebesar 19% dengan volume impor hanya 355,49 ribu ton.

“Impor CPO dari Tiongkok turun karena ekonominya yang sedang lesu. Pertumbuhan yang melambat menjadi pemicu utama, diikuti devaluasi Yuan. Hal yang sama terjadi di India, pertumbuhan melambat menjadi penyebab lesunya daya beli,” kata Fadhil.

Beruntung masih ada AS dan Banglades, yang meningkatkan permintaan CPO dari Indonesia. Gapki mencatat ekspor minyak sawit Indonesia ke AS pada Agustus sebanyak 93,65 ribu ton, meningkat 60% dibanding Juli yang hanya 58,7 ribu ton.

“Pemberlakuan efektif pelarangan penggunanan trans fat atau lemak trans dalam produk makanan oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan (Food and Drug Administration) mendongkrak permintaan minyak sawit dari Negeri Paman Sam,” ujarnya.

Sementara Bangladesh, meningkatkan impor minyak sawit dari Indonesia sebesar 257% pada bulan lalu, dari 47 ribu ton pada Juli menjadi 167,55 ribu ton. Peningkatan signifikan CPO Bangladesh dipicu oleh menipisnya ketersediaan minyak nabati di sana.

“Pada saat yang sama harga minyak sawit sedang pada level terendah sehingga traders Bangladesh mengambil kesempatan untuk membeli minyak sawit lebih banyak dari pada biasanya,” tuturnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved