Management

Pola PPP Masih Minim, Ini Sebabnya

Pola PPP Masih Minim, Ini Sebabnya

Anggaran pemerintah di APBN sangat terbatas. Sehingga, pembangunan infrastruktur membutuhkan partisipasi aktif badan usaha. Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (PPP) pun muncul. Meski skema ini memiliki segudang manfaat, implementasinya masih jauh dari harapan. Kenapa?

Emma Sri Martini, Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur mengatakan, KPBU masih menjadi trending topic. Skema ini membantu pemerintah meningkatkan partisipasi aktif sektor swasta untuk berinvestasi di proyek publik. Tak hanya cocok untuk negara berkembang yang memiliki APBN terbatas, pola ini juga diterapkan oleh negara-negara kaya. Alasannya, demi kelangsungan pembangunan proyek infrastruktur.

“Skema KPBU masih menjadi trending topic. Banyak negara di dunia juga melakukan promosi tentang pentingnya pola PPP. Bicara sustainability dari development infrastruktur tidak terbatas pada kapasitas fiskal dan GDP suatu negara. Bahkan, negara kaya sekalipun harus tetap me-maintain infrastruktur yang sudah terbangun, harus direvitalisasi, capex baru. Itulah kenapa perlu inviting private sector nanti kalau sudah berakhir masa konsesi pakai public spending,” kata dia.

Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Emma Sri Martini

Menurut dia, skema PPP harus menjadi prioritas karena akan berujung pada peningkatan efisiensi, transparansi, dan sustainability-nya. Hanya memang ada harga yang harus dibayar pemerintah dalam bentuk penyiapan proyek secara benar, proses lelang harus transparan, komitemen stakeholder harus bagus semuanya. Sayangnya, tidak semua stakeholder memiliki visi dan misi yang sama dalam menyikapi skema PPP. Bahkan, ada yang terang-terangan tidak menyukai beragam manfaat yang terkandung dalam skema tersebut.

“Itulah mengapa agak lebih memakan waktu untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya KPBU. Kalau di Indonesia baru beberapa, sebagian besar masih public spending atau penugasan BUMN. Apapun modalitasnya sebenarnya yang paling sustain adalah PPP,” kata dia.

Dia menjelaskan, penugasan BUMN untuk membiayai proyek infrastruktur bisa jadi hanya untuk jangka pendek. Hal ini terkait dengan keseimbangan keuangan perusahaan pelat merah yang bersangkutan. Perbankan pun sangat ketat untuk urusan ini. Sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa lagi membiayai BUMN tersebut. Dengan kehadiran swasta, pemerintah sebenarnya memiliki banyak kemudahan.

Seperti, dana APBN tidak terpakai dalam jumlah besar. Pemerintah hanya perlu memberikan izin dan memberi dukungan (government support) termasuk memberi goverment guarantee karena memang public procurement itu last resort-ya adalah pemerintah dalam mengadakan capex. Skema ini juga pasti akan budget saving. Mengundang swasta sama saja dengan membangun tata kelola yang baik, menciptakan transparansi, termasuk memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan ilmu pengetahuan pemerintah,” ujar dia.

“Kami berkomitmen Rp 65 triliun untuk membiayai pembangunan infrastruktur pada tahun 2017. Kami juga akan meneruskan proyek yang menjadi prioritas di tahun sebelumnya. Kami sudah mulai masuk di sosial infra seperti rumah sakit dan pasar melalui produk pinjaman Pemda. Kalau komersial ke BUMN dan BUMD swasta. Kalau pakai produk pinjaman pemda, request underline proyek-nya produk sosial infra seperti rumah sakit dan pasar,” kata dia. (Reportase: Nerissa Arviana)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved