Management Strategy

PT Bitratex Industries Perbesar Porsi Ekspor

PT Bitratex Industries Perbesar Porsi Ekspor

Ekspor tekstil masih sangat menguntungkan di tengah situasi ekonomi global yang masih belum menentu. Ini juga yang melatarbelakangi rencana PT Bitratex Industries untuk memperbesar kapasitas ekspor sebanyak 15% pada tahun-tahun mendatang.

“Melihat pertumbuhan volume penjualan dari 2014 -2015, kami akan tambah kapasitas ekspornya 15% per tahunnya,” kata Direktur PT Bitratex Industries, AK Ladha.

Bitratex Industries merupakan perusahaan pemintalan benang hasil join venture antara Thakral Group dan Tolaram Group dari Singapura. Perusahaan yang mulai beroperasi pada tahun 1979 ini memiliki pabrik seluas 23 hektar di Semarang dengan kantor pusat di Jakarta dan kantor marketing di Bandung.

Awalnya, perseroan hanya memproduksi sebanyak 25.000 spindle. Produksi terus berkembang hingga mencapai angka 150.000 spindle. Kini, lebih dari 40.000 metrik ton pintalan benang diproduksi setiap tahunnya.

Setelah hanya melakukan pemasaran di dalam negeri, baru pada tahun 1989 perseroan melakukan ekspor ke berbagai negara. Hingga saat ini, sudah ada 50 negara tujuan ekspor di belahan dunia, naik dibanding tahun 2014 yang hanya 32 negara.

bitratex

Paling banyak ke Amerika Selatan 33,10%, disusul Eropa: 26,20%, Asia Pasifik: 14.20% dan Amerika Utara sebanyak 4.10%. Sedangkan, pasar domestik sendiri bisa menyerap sebanyak 19.90%.

“Bitratex Industries adalah eksportir terbesar viscone yarn (benang viskon) di Brasil. Di Jepang, kami eksportir terbesar untuk benang Man Made Fibers. Permintaan pasar di Jepang terus meningkat hingga 12% dari volume ekspor kami,” katanya.

Ladha menjelaskan, produk benang perseroan sangat cocok di banyak aplikasi industri seperti kain dasar untuk buatan jok kulit, tikar, sabuk pengaman di industri otomotif dalam industri medis untuk perban dan seprai, untuk memproduksi kaset Gum Big digunakan dalam kemasan dan industri konstruksi, kain dasar untuk kertas ampelas.

“Benang produksi kami juga dipakai untuk produksi kain antistatis untuk pakaian jadi yang biasa digunakan dalam industri elektronik atau listrik. Fokus kami adalah kualitas dan service terbaik serta reliability,” katanya.

Dia menambahkan, perseroan mesti jeli meracik strategi untuk menghadapi situasi ekonomi yang dinamis. Sektor tekstil mulai dirasakan menurun sejak tahun 2011. Saat itu, daya beli masyarakat menurun dan berimbas pada merosotnya permintaan. Salah satu penyebabnya adalah pelemahan nilai tukar Rupiah.

“Apapun kondisi ekonominya, kami percaya tetap bisa jualan. Ya, meski marginnya naik-turun dan tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Kami yakin dengan high quality product, bisa lebih kompetitif,” katanya. (Reportase: Syukron Ali)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved