Management Strategy

PTDI Kembangkan Pesawat N219 dan N245

PTDI Kembangkan Pesawat N219 dan N245

PT Dirgantara Indonesia Tbk (PTDI) tengah mengembangkan dua jenis pesawat N219 dan N245. Kedua jenis pesawat tersebut dipilih karena di dunia sudah tidak ada lagi yang memproduksinya, namun permintaan masih relatif tinggi untuk melayani penerbangan perintis, penerbangan rute-rute pendek, dan penerbangan ke kota-kota yang tidak terlalu besar.

Presiden Direktur PTDI Budi Santoso mengatakan, permintaan pasar yang relatif tinggi tercermin dari pemesanan N219 sebanyak 75 pesawat yang diterima BUMN tersebut dari PT Nusantara Buana Air, PT Aviastar Mandiri, dan PT Trigana Air Service pada April tahun ini. “Kami tengah menggarap peluang pesawat jenis N219 dan N245 yang sudah tidak ada lagi yang memproduksi, baik di dalam maupun di luar negeri. Kami sudah terima pesanan dari tiga maskapai nasional untuk N219,” katanya.

Menurut dia, secara umum kendala yang dihadapi PTDI dalam mengembangkan jenis pesawat adalah pembiayaan. Biaya pengembangan pesawat N219 berkisar US$ 100 juta, untuk pesawat N245 dengan kapasitas 50 penumpang bisa mencapai US$ 1 miliar, itu apabila semua komponen dalam kondisi baru. “Tapi karena tidak semua baru, mudah-mudahan bisa hemat 15-20%,” ujarnya.

Presiden Direktur PTDI, Budi Santoso

Presiden Direktur PTDI, Budi Santoso

Untuk pengembangan N219, lanjut dia, PTDI mendapatkan dukungan pembiayan dari LAPAN. Kemungkinan pesawat jenis itu dijual dengan harga US$ 5-6 juta per unitnya. Sedangkan pesawat N245 merupakan pengembangan dari produk-produk PT DI sebelumnya, desainnya sudah ada. “Bisa dibilang 80% sudah ada di PTDI, sehingga biaya pengembangannya lebih hemat 15-20% daripada membuat pesawat baru. Untuk N245 kami belum bisa ungkap dulu harganya,” katanya.

Budi mengharapkan pesawat N219 sudah bisa mendapatkan sertifikasi pada 2017 untuk kemudian diproduksi secara massal. Sedangkan untuk jenis N245 ditargetkan dalam tiga tahun ke depan ditargetkan dapat diuji terbang, setelah itu mendapatkan sertifikasi dan dapat diproduksi secara massal. “Pesawat-pesawat yang kami buat ini untuk pasar 50 penumpang, memang tidak sebesar pasar 70-80 penumpang, tapi kebutuhan masih ada. Ini untuk melayani penerbangan dengan rute-rute pendek di kota-kota yang tidak terlalu besar. Contohnya, di Palembang dan Bengkulu tidak ada pesawat, jadi N245 dapat digunakan di sana,” ujarnya.

Sebenarnya, PTDI masih berpeluang mengembangkan pesawat R80 seperti yang diinginkan mantan Presiden RI BJ Habibie. Namun demikian, PTDI belum mampu memasuki peluang tersebut. “R80 tidak mungkin selesai dalam waktu lima tahun karena PTDI harus hidup dulu. Tidak mungkin dari N219 langsung ke R80, bisa-bisa PTDI akan langsung ditutup. Kami harus memberi income terlebih dahulu kepada perusahaan untuk mengumpulkan modalnya dengan cara mencari pasar yang stabil, apalagi bahan baku untuk membuat pesawat kami masih impor,” kata dia. (Reportase: Maria Hudaibyah Azzahra)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved