Management zkumparan

Restu Widiati, “Dibutuhkan Budaya Organisasi yang Sesuai dengan Tren”

Restu Widiati, Direktur HR L'oreal Indonesia
Restu Widiati, Direktur HR L’oreal Indonesia

Tren Human Resources (HR) ke depan akan dipengaruhi konteks di mana kita berada. Ketika dunia mengalami masa VUCA (volatile, uncertain, complex, dan ambiguous), HR secara umum juga berada di dunia yang tidak pasti, tidak jelas, dan berubah-ubah. Sebagai praktisi HR, kami tentu ingin bertahan dan tumbuh. Ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut.

Pertama, consumer centrisity, fokus pada pelanggan. Karena tuntutan produk yang diperlukan konsumen akan terus berubah, dan keinginan mereka akan lebih personalized, kami harus memastikan bahwa produk-produk yang kami produksi memenuhi harapan konsumen. Harapan konsumen itu termasuk aspek pelestarian lingkungan. Kami memastikan bahwa produk-produk kami ramah lingkungan. Sebisa mungkin kami akan mengurangi penggunaan plastik.

Apalagi, pelanggan sekarang juga semakin berubah. Dulu mereka berbelanja melalui department store, sekarang melalui website, e-commerce. Kami harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan atau keinginan pelanggan. Ke depan, kami melihat pelanggan akan berubah terus. Kami harus bisa mengikuti perubahan itu.

Kedua, employee centricity, mengedepankan kepentingan karyawan. Seperti diketahui, tuntutan generasi milenial dan generasi Z sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Sehingga, sangat penting bagi perusahaan untuk meng-adress dan mengikuti perubahan yang ada di sisi karyawan. Anak-anak sekarang lebih menuntut diberi kebebasan dalam melakukan pekerjaan mereka. Nah, perusahaan harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk memilih sendiri pekerjaanya, serta di mana dan kapan mengerjakannya. Kemudian, juga manfaat yang paling cocok untuk mereka. Karena, saat ini tuntutan mereka sudah berbeda-beda. Kami harus fleksibel dan lebih personalized.

Saat ini kami selalu melibatkan karyawan dalam memilih cara belajar dan mengembangkan karier. Untuk karier, anak-anak sekarang tidak bisa kaku. Mereka perlu diberi kebebasan untuk menentukannya sendiri. Di L’oreal, kami memiliki platform yang bernama My HR. Di platformnya menggunakan kata ”my” karena untuk berkembang dan berkarier, karyawan tidak bisa hanya ikut-ikut. Mereka harus menjadi bagian dari perusahaan. Tugas kami harus bisa meng-adress keinginan mereka dan tumbuh bersama. Intinya, dengan employee centrisity, kami harus bisa meng-adress keinginan karyawan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam upaya pengembangan diri dan karier mereka.

Dalam employee centric, perusahaan memberikan fleksibilitas dan kebebasan kepada karyawan, serta mendorong keterlibatan mereka di dalam pengembangan kompetensi skill dan pengembangan kariernya. Sebab itu, kami juga memiliki My Flex. Selain hal-hal wajib seperti BPJS dan asuransi kesehatan, kami juga memiliki paket; karyawan bisa memilih, misalnya benefit untuk jalan-jalan, beli buku, atau gym. Karyawan yang semakin individual tidak bisa diseragamkan dengan treatment yang sama. Intinya, sangat penting melibatkan karyawan agar mereka bisa engage dengan perusahaan.

Ketiga, sustainablity atau hal-hal yang terkait dengan etika, diversity, dan nilai-nilai yang terkait lingkungan. Organisasi yang sukses dan terus berkembang adalah organisasi yang tidak hanya sukses secara finansial, tetapi juga fokus dan sukses dalam hal sosial dan pelestarian lingkungan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai etika, diversity, dan lingkungan. Ada tiga prinsip yang kami pegang yakni, memiliki integritas, respek, courage atau berani dalam mengungkapkan kebenaran, dan transparan.

Begitulah yang dapat membuat kami bertahan di era VUCA seperti sekarang. HR memiliki peran penting dalam memastikan perusahaan dan karyawan bisa meng-adress ketiga hal tersebut. Tugas kami menjadi driver atau faktor yang memastikan karyawan, sebagai bagian dari organisasi, memiliki insiatif yang diyakini oleh L’oreal.

HR harus bisa menciptakan budaya organisasi yang tepat dan sesuai dengan tren yang berkembang. Seperti yang kami lakukan dalam dua tahun terakhir, kami mengampanyekan simplisity manifesto karena percaya bahwa karyawan L’oreal penting memiliki nilai-nilai universal perusahaan agar bisa bertahan di era VUCA. Di antaranya, membangun kerjasama dan kepercayaan, memberdayakan, terus belajar, memiliki attitude dalam mengurai problem, fokus pada pelanggan, dan menyelesaikan misi yang ada.

Kami juga harus memberdayakan HR dengan kualifikasi dan yang terus berkembang. Kami memastikan untuk merekrut talenta (talent) yang tepat, kemudian kami memastikan talentayang ada untuk dilatih dan dikembangkan agar bisa mengikuti perkembangan teknologi dan pasar, termasuk tuntutan masyarakat.

Tentu saja, juga memanfaatkan teknologi baru yang dapat mendukung kerja kami dalam memaksimalkan sumber daya sehingga semakin efektif dan efisien menjadi prioritas L’oreal. Dalam hal rekrutmen atau seleksi, kami menggunakan Artificial Intelligence (AI). Tools ini akan memberikan tiga pertanyaan kepada kandidat yang mengandung nilai-nilai L’oreal. Nantinya, tools tersebut akan bisa memprediksi seberapa cocok kandidat dengan budaya perusahaan. Kemudian, kami juga menggunakan chatboot untuk menjawab pertanyaan umum dari kandidat.

Masih dalam rangka pemanfaatan teknologi, kami mulai menggunakan e-learning untuk pelatihan. Kami sudah memiliki ribuan modul. Selain itu, kami juga akan menggunakan sistem analitik data. Karena ke depan, penting untuk menguasai data yang terkait SDM-nya. Kami banyak menginvestasikan di sistem HR. Jadi, di semua lini memang ada teknologinya, dari perekrutan, training, hingga employee database.

Semuanya sudah tersistem dan terintegrasi, mulai dari CV hingga perubahan yang terjadi dalam kariernya. Sehingga, kami lebih mudah mengidentifikasi potensi SDM. Kecenderungannya memang lebih sistemize dan ke depan akan lebih masif lagi. Sehingga, tuntutan HR adalah bagaimana bisa menguasai teknologi yang semakin baru dan berkembang, sehingga bisa membantu menyelesaikan pekerjaan HR ini secara lebih efektif dan efisien.

Bagi kami, paling kritikal adalah perubahan mindset dan culture di dalam organisasi. Kami membutuhkan karyawan yang memiliki pola pikir bahwa kemajuan adalah life learning process. Kalau karyawan tidak memiliki pemikiran harus terus belajar dan berubah terus, kami tidak bisa menjadi top di market dan mengikuti tren dunia yang berubah terus. Peran HR adalah memfasilitasi budaya organisasi yang tepat dan cepat berubah. Dengan demikian, mindset karyawan harus berubah, dari individual menjadi kerjasama tim, karena akan ada banyak produk baru yang terus keluar.

Tantangan kami dengan total ada 900 karyawan adalah kelangkaan talenta. Sekarang pun sudah langka. Kami percaya, ke depan akan tetap menjadi isu penting. Dan, ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami agar bisa mengantisipasi sebaik-baiknya. Terutama, dalam menyiasati gap yang terjadi antara lulusan universitas dengan kebutuhan industri yang jauh. Dalam hal ini, kami memiliki program management trainee yang bisa diarahkan dan dikembangkan untuk bisa memenuhi kebutuhan ke depan, sekaligus memberikan tambahan pengetahuan agar mereka benar-benar siap di pekerjaan.

Harus diakui, kelangkaan talenta ada di beragam posisi, tetapi yang paling sulit adalah yang terkait dengan teknologi dan keahlian baru yang saat ini menjadi tren. Contohnya, keahlian di bidang digital, e-commerce, dan analitik data. Itu adalah bidang yang tergolong baru dan di sekolahnya mungkin tidak ada. Untungnya, kami merupakan perusahaan besar yang memiliki banyak brand, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kawasan regional dan internasional.

Saat ini kami memiliki talenta yang sedang bekerja dan belajar di Eropa dan Asia. The good thing about the multinational company adalah memiliki jaringan yang bisa digunakan untuk mengembangkan karier karyawan. Sehingga, kami dapat menjodohkan antara aspirasi, kepentingan perusahaan, dan pengembangan karier karyawan. (*)

Dyah Hasto Palupi dan Anastasia A.S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved