Management

Sekarang Eranya Store Without Store

Oleh Admin
Sekarang Eranya Store Without Store

Perkembangan teknologi juga memengaruhi operasional bisnis ritel. Seiring dengan kian maraknya perdagangan secara online (e-commerce), penjualan barang toko ritel pun semakin mudah.

Pudjianto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), dalam acara seminar terkait ritel yang diselenggarakan oleh AS Louken dan Ebeltoft Group, di Jakarta, Senin (25/3/2013), mengatakan, “Era kita sudah berubah.”

Pudjianto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (kanan)

Dia menjelaskan, di tahun 1960-an adalah eranya pasar tradisional. Tahun 1970-an merupakan masanya supermarket. Dan perkembangan pasar modern ini berlanjut hingga tahun 1980-an. Supermarket berskala besar, atau hypermarket, mulai unjuk gigi pada tahun 1990-an. “Tahun 2000-an eranya minimarket, di mana ini sangat berkembang,” imbuhnya.

Sekarang ini, Pudjianto menyebutkan, bisnis ritel sudah masuk ke konsep yang baru, yakni store without store. “Ini sudah mulai dari lima tahun yang lalu,” terang Pudjianto. Maksud konsep ini adalah pembelian barang kini bisa dilakukan secara online, dan barang diantar ke konsumen. Jadi, konsumen tidak perlu datang ke toko.

Konsep ini semakin berkembang seiring dengan tingkat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya yang kian tinggi. Konsumen lebih memilih memesan barang yang diinginkan ketimbang harus bermacet ria di jalanan. “Semakin macet, semakin cepat penjualan berdasarkan e-commerce,”

Penjualan secara online, terang dia, juga sudah maju di negara lain. Sekarang ini, melalui akses internet, konsumen bisa mengetahui berapa stok suatu barang di sejumlah toko, bahkan bisa melihat mana toko yang memberikan harga produk lebih murah.

Akan tetapi, penjualan secara online juga mempunyai kendala, seperti jenis barang yang bisa dijual melalui e-commerce. Menurut Pudjianto, barang seperti produk fashion bisa dijual secara online. Akan tetapi, penjualan secara online lebih sulit dilakukan pada barang-barang kebutuhan sehari-hari mengingat marjin produk jenis ini lebih tipis. Apalagi kondisi infrastruktur di Indonesia belum bagus, sehingga biaya pengiriman tidak murah. “Kalau yang groceries marjin tipis, mau nggak mau yang bisa lakukan itu yang punya jaringan,” tandasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved