Management Strategy

Siap Kelola Pesangon Karyawan, DPLK Targetkan Dana Kelolaan Capai Rp186 Triliun di 2020

Siap Kelola Pesangon Karyawan, DPLK Targetkan Dana Kelolaan Capai Rp186 Triliun di 2020

Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan para pelaku industri DPLK berkomitmen untuk mengelola pesangon karyawan di Indonesia. Hal ini juga bertujuan mengembangkan pasar program kesejahteraan karyawan (employee benefits) di Indonesia, sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Para pelaku industri DPLK punya niat yang sangat baik untuk mengembangkan DPLK. Dari OJK, ada program pendalaman pasar keuangan (financial market deepening), dan ini salah satunya bisa dilakukan dalam bentuk pengelolaan pesangon. Karena saat ini dari jumlah 80 sampai 120 juta jumlah karyawan di Indonesia, hanya 1,5 juta yang sudah menjadi peserta DPLK. Jadi sebenarnya DPLK bisa mengambil peran dominan di sana,” kata Dumoli F. Pardede, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Institusi Keuangan Non Bank (IKNB), ketika ditemui pada acara buka puasa dengan Asosiasi DPLK, di Jakarta, minggu lalu.

Dumoli F. Pardede, Deputi Komisioner OJK Bidang IKNB (Ketiga dari Kiri), dengan Pengurus Asosiasi DPLK dalam acara Buka Puasa Bersama

Dumoli F. Pardede, Deputi Komisioner OJK Bidang IKNB (Ketiga dari Kiri), dengan Pengurus Asosiasi DPLK dalam acara Buka Puasa Bersama

Dumoli menerangkan bahwa skim pengelolaan pesangon karyawan oleh DPLK tersebut masih dalam proses studi dan pembuatan. Setelah jadi skimnya, nanti akan disampaikan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

“Tapi sayangnya dari 17 DPLK yang disahkan untuk bisa menjalankan pesangon, masih banyak yang belum jalan. Itu karena mereka masih ada yang mempersoalkan pulling fund, pajak, dan sebagainya. Padahal saya sudah menginstruksikan bahwa (program pesangon) diselenggarakan saja dulu, baru nanti saya yang akan bertemu dengan Dirjen Pajak, untuk membicarakan masalah pajak itu,” terangnya.

Skim yang sekarang sedang dibuat, tutur Dumoli, merupakan persoalan administratif, yaitu untuk mengelola dana peserta. Jadi dengan adanya skim yang prudent dan di bawah regulatory institution, baik untuk dana pesangon yang dicadangkan atau tunai, konsumen (karyawan) bisa mendapatkan perlindungan melalui DPLK itu sendiri.

“Saat ini mungkin ada perusahaan yang mengelola pesangon sendiri, tapi ini tidak ada jaminan terhadap uang karyawan, karena ini tidak ada aturannya. Sedangkan kalau berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1992, yang berhak mengelola dana pensiun atau pesangon itu hanya DPLK,” tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi DPLK, Abdul Rachman, menambahkan bahwa tingkat penetrasi DPLK sampai saat ini memang tergolong masih rendah, yakni baru mencapai 3% dari jumlah angkatan kerja yang ada. Jumlah aset yang dikelola baru mencapai Rp27 triliun per Desember 2012. Sementara kontribusi industri DPLK cuma 0,33% kepada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 2012 yang sebesar Rp8241,9 triliun.

“Sebenarnya dari semua anggota Asosiasi DPLK, yang sebanyak 23 DPLK (7 dari perbankan dan 16 dari asuransi jiwa), sudah sangat siap mengelola program pesangon karyawan. Jadi kami masih sosialisasikan program tersebut, supaya bisa mencapai target di 2020 mendatang, bahwa dana kelolaan akan mencapai Rp186,3 triliun, yang dikelola dari 5 juta karyawan yang menjadi peserta DPLK,” ungkapnya.

Sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan pemberi kerja menjadi penting, ujar Abdul, karena saat ini masih banyak di antara mereka yang belum mendanakan kewajiban pesangon. Jadi mereka tidak memiliki dana cadangan untuk membayar kompensasi karyawan saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Kalaupun dana pencadangan sudah dicantumkan dalam laporan keuangan, tapi itu hanya ditaruh saja dan dananya sebenarnya belum ada, jadi masih berputar di perusahaan sendiri.

“Pemberi kerja harusnya memberi perhatian lebih besar kepada kesejahteraan para karyawannya. Kami (industri DPLK) menyadari bahwa karyawan merupakan aset penting bagi perusahaan. Maka itu, selain memberikan berbagai fasilitas yang dapat menunjang produktivitas karyawan, pemberi kerja juga harus memikirkan pentingnya mendanakan pesangon. Jadi kewajiban kepada karyawan dapat terpenuhi ketika diperlukan,” pungkasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved