Management Strategy

Siswono Yudo Husodo : Pemerintah Tidak Bisa Memaksa Petani

Siswono Yudo Husodo : Pemerintah Tidak Bisa Memaksa Petani

Kontroversi ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, terus bergulir. Ini sebagai rekasi atas rencana pemerintah menjalakan program diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain, sehingga mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Harvesting Tobacco

Kali ini Siswono Yudo Husodo, mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang juga anggota Komisi IV DPR, terusik untuk menanggapi program ratifikasi. Program ini merupakan program diversifikasi tanaman tembakau yang menjadi agenda Kementerian Kesehatan . “Pemerintah tidak bisa memaksa petani beralih dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Kita ini tidak lagi hidup di zaman cultuurstelsel (tanam paksa),” kata Siswono.

Ia menambakan, di dalam FCTC Pasal 17 dan Pasal 26 Ayat 3, mengatur diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain. Juga, Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 Pasal 7 Ayat 2 dan Pasal 58 diatur soal itu. “Hal ini jelas bahwa pemerintah dengan sengaja mematikan kehidupan petani tembakau. Seharusnya pemerintah memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam tanaman yang dianggap baik,” ujarnya.

Padahal, undang-undang melindungi petani untuk bebas menanam tanaman yang dianggap menguntungkan. Di dalam UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani jelas mengatur. “Sekali lagi, petani tidak bisa dipaksa menanam tanaman lain. Pemerintah jangan asal ganti tanaman saja tanpa memikirkan dampaknya bagi petani tembakau,” tukas ini.

Karena terkait rencana ratifikasi tembakau, diperkirakan akan mengancam hak ekonomi sebanyak 2,1 juta petani tembakau dan buruh tani serta 1,5 juta petani cengkeh, buruh perajang tembakau, petani pembibitan benih dan kuli angkut.

Apalagi produksi tembakau di Indonesia terus mengalami penurunan. Tahun ini produksi tembakau nasional dengan luas lahan sekitar 160 ribu hektar, produksinya sekitar 120 ribu ton, sedangkan tahun lalu produksinya mencapai 200 ribu ton. Padahal tahun lalu tingkat permintaan secara nasional mencapai sekitar 300 ribu ton, lebih besar ketimbang tingkat produksi petani, sehingga masih ada kebutuhan sekitar 100 ribu ton yang masih harus diimpor dari luar negeri. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved